Guru Tersangka Pencabulan Siswi SMP Ajukan Praperadilan
Berita

Guru Tersangka Pencabulan Siswi SMP Ajukan Praperadilan

Kuasa hukum menilai penetapan tersangka dan penahanan penuh kejanggalan.

HAG
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP
ER, guru yang menjadi tersangka pencabulan siswa di salah satu sekolah menengah pertama di kawasan Jakarta Selatan mendaftarkan permohonan praperadilan atas dirinya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (11/4). Kuasa hukum ER, Herbert Aritonang, menjelaskan bahwa permohonan praperadilan tersebut mengenai penahanan dan penetapan tersangka yang dilakukan oleh Polres Jakarta Selatan.

“Kami melakukan praperadilan karena penahanan ini penuh dengan kejanggalan. Penetapan klien saya sebagai tersangka dan penahannannya dilakukan oleh Polres Jakarta Selatan didasarkan oleh Surat S.P.KAP/74/III.2016/Sat.Reskrim. Padahal dugaan perbuatan yang dianggap pencabulan berlangsung pada Juli 2015,” paparnya.

Kejanggalan lainnya, kata Herbert, terhadap visum yang digunakan oleh polisi untuk menetapkan ER sebagai tersangka. Menurutnya, bukti visum hanya belaku 1 x 24 jam, namun dugaan kejadiannya sudah berlangsung hampir satu tahun. ER ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pencabulan terhadap siswa NPT pada Juli 2015.

“Kok bisa kejadian tahun lalu kemudian ditangkapnya sekarang? Polisi bilang ada bukti visum? Bukti visum apa?” jelasnya.

Selain itu, Herbert menilai tuduhan NPT (korban) tidak berdasar. Pasalnya, hingga saat ini belum pernah atau tidak ada laporan bahwa ER adalah predator anak. Menurutnya tuduhan tersebut mengada- ada karena NPT sering mengalami halusinasi.

“Kami sempat didorong oleh polisi untuk menyelesaikan secara kekeluargaan. Tapi kami jelas menolak, karena itu bisa berbalik kami yang disuruh minta maaf,” tuturnya.

ER ditangkap oleh Polres Metro Jakarta Selatan pada pertengahan Maret 2016 atas laporan dugaan pelecean seksual terhadap muridnya. Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) NPT mengaku mengalami pelecehan seksual dari ER sebanyak empat kali.

Dalam laporan tersebut, pada Kamis, 3 Maret 2016, NPT terlambat masuk sekolah dan saat itu pelaku menghukum korban dengan membawa ke ruang guru. NPT dipanggil ke ruang guru saat ruangan kosong, ruangan tersebut juga tidak dilengkapi dengan Kamera CCTV.

Sebelumnya, Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan akan menelusuri apakah ada siswi di sekolah tersebut yang juga menjadi korban dugaan pencbulan yang dilakukan oleh ER. Penelurusan tersebut didasarkan oleh pengakuan dari korban yang menyatakan bahwa tindakan pencabulan yang dilakukan oleh ER sudah berlangsung lama.

Untuk diketahui, terdapat dua ketentuan yang mengatur soal kekerasan yang terjadi di lingkungan atau lembaga pendidikan, yakni KUHP dan UU Perlindungan Anak. Dalam hal ini Pasal 289 KUHP memberikan acaman maksimal sembilan tahun pidana penjara bagi pelaku dan Pasal 82 UU Perlindungan Anak memberikan ancaman penjara minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun dan dengan minimal Rp60 juta dan maksimal Rp300 juta.

Tags:

Berita Terkait