Gugatan TUN Menyoal CHA Nonkarier Ditolak, Begini Tanggapan KY
Berita

Gugatan TUN Menyoal CHA Nonkarier Ditolak, Begini Tanggapan KY

KY memastikan akan terus mengutamakan aspek kualitas dan integritas dalam mencari calon hakim agung.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung PTUN Jakarta: Foto: RES
Gedung PTUN Jakarta: Foto: RES

Majelis Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta (PTUN) akhirnya tidak menerima gugatan Hakim Binsar M. Gultom terkait Pengumuman Hasil Seleksi Administrasi Calon Hakim Agung (CHA) Tahun 2018 dengan No. 07/PENG/PIM/RH.01.02/09/2018 dan Keputusan Pengumuman Hasil Seleksi CHA Tahun 2018 Tahap Kedua (Kualitas) dengan No. 07/PENG/PIM/RH.01.03/10/2018. 

"Menyatakan gugatan penggugat tidak diterima," demikian bunyi amar putusan PTUN Jakarta No. 270/G/2018/PTUN-JKT. Perkara ini diputus oleh Majelis Hakim yang diketuai Nelvy Christian beranggotakan Baiq Yuliani dan Bagus Darmawan. 

 

Dalam pertimbangan putusan, Majelis sependapat dengan eksepsi tergugat KY yang menilai objek sengketa bukan objek sengketa TUN. Karena itu, Majelis menyimpulkan gugatan penggugat tidak dapat diterima dan menyatakan PTUN Jakarta tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara tersebut. Majelis berpendapat persoalan hukum yang mendasari alasan gugatan ini merupakan sengketa kewenangan lembaga negara yang merupakan kewenangan MK.

 

Komisioner KY Bidang Rekrutmen Hakim Aidul Fitriciada Azhari mengatakan KY menghormati putusan Majelis Hakim PTUN Jakarta yang memutus tidak menerima gugatan yang dilayangkan Hakim Binsar tersebut. “Semua pihak harus menghormati putusan PTUN Jakarta ini,” kata Aidul saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (12/4/2019).

 

Menurut Aidul, Majelis Hakim PTUN telah memutus perkara ini secara independen, berdasarkan fakta-fakta hukum yang ada dalam persidangan. Karena memang UU menjamin kebebasan hakim memutus perkara dan tidak dibenarkan adanya intervensi apapun terhadap hakim.

 

"Sebagai mitra, KY akan terus membangun komunikasi intensif dengan Mahkamah Agung dalam upaya mewujudkan peradilan bersih dan agung. KY juga memastikan akan terus mengutamakan aspek kualitas dan integritas dalam mencari calon hakim agung (CHA)," ujar Aidul.

 

Sebelumnya, sejumlah LSM yang bergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Pemantau Peradilan meminta majelis hakim PTUN Jakarta yang memeriksa perkara Hakim Binsar ini menghentikan proses gugatan perkara ini. “Meminta KY memeriksa potensi adanya pelanggaran etik yang serius terhadap majelis hakim yang memeriksa perkara ini,” kata perwakilan dari YLBHI, M. Isnur saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (21/2/2019). Selain YLBHI, Koalisi ini terdiri dari PBHI, LBH Jakarta, ICW, ICJR, Indonesian Legal Roundtable, Kode Inisiatif. 

 

Isnur menilai gugatan ini potensial membuat para hakim TUN melanggar prinsip peradilan yakni Nemo Judex Ideneus In Propia Causa atau Nemo Judex In Sua Causa, hakim tidak boleh mengadili perkara dimana ia berkepentingan dengan kasus itu sendiri. Menurutnya, dalam tataran praktis, prinsip ini sudah dimasukan dalam Prinsip Ketiga Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) Tahun 2009 tentang Berperilaku Arif dan Bijaksana.

 

Terlebih, kata Isnur, para hakim PTUN yang memeriksa perkara ini merupakan hakim karier yang berkepentingan terhadap permohonan ini. “Ini Jelas dapat menjatuhkan derajat hakim itu sendiri,” kata dia.

 

Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini secara tidak langsung berkepentingan agar Putusan MK No. 53/PUU-XIV/2016 itu dapat memperkuat tafsir subjektif agar seleksi CHA tereduksi menjadi hanya sekedar proses seleksi terhadap hakim karier. “Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini diduga melanggar KEPPH,” tegasnya. 

 

Dia mengingatkan semangat awal reformasi peradilan sesuai konstitusi, keberadaan KY sebenarnya untuk menguatkan independensi hakim dengan melakukan seleksi CHA terhadap orang-orang di luar pengadilan (hakim agung nonkarier) yang berintegritas dan cakap untuk memperkuat dan mereformasi MA secara kelembagaan.

 

Hal ini terlihat dari masuknya sejumlah hakim agung nonkarier yang berkompeten, seperti Bagir Manan, Artidjo Alkostar, Komariah Emong Sapardja, dan sejumlah hakim nonkarier lain. “Upaya Binsar ‘meminjam’ tangan PTUN untuk menutup akses CHA nonkarier yang telah diatur sejak awal reformasi akan menutup pintu orang-orang berkualitas dan berkompeten di luar hakim karier untuk mengabdi kepada kepentingan publik,” kata dia.

 

Seperti diketahui, objek gugatan Binsar menyangkut Pengumuman Hasil Seleksi Administrasi CHA Tahun 2018 dengan No. 07/PENG/PIM/RH.01.02/09/2018 dan Keputusan Pengumuman Hasil Seleksi CHA Tahun 2018 Tahap Kedua (Kualitas) dengan No. 07/PENG/PIM/RH.01.03/10/2018. Intinya, gugatan ini gara-gara seleksi CHA Tahun 2018, KY menjaring hakim nonkarier sebagai peserta CHA. (Baca Juga: Potensi Langgar Etik, KY Diminta Periksa Majelis Gugatan Binsar Goeltom)

 

Padahal, surat Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial No. 4/WKMA-NY/7/ 2018, MA membutuhkan hakim agung yang berasal dari hakim karier untuk kamar pidana, perdata, agama, militer. Seharusnya sejak awal KY menyeleksi CHA sesuai kebutuhan, bukan mengikutsertakan calon-calon lain (nonkarier) yang tidak dibutuhkan MA. Karenanya, kedua objek sengketa itu dinilai bertentangan dengan Pasal 7 huruf b butir 3 UU No. 3 Tahun 2009 tentang MA cq Putusan MK No. 53/PUU-XIV/2016 tanggal 19 Juli 2017 dan Surat Permintaan Wakil Ketua MA mengenai hakim agung dari hakim karier.

Tags:

Berita Terkait