Gugatan Makanan Ringan Terhadap Garuda Indonesia Berakhir Damai
Berita

Gugatan Makanan Ringan Terhadap Garuda Indonesia Berakhir Damai

Garuda Indonesia berkomitmen akan memberikan pelayanan terbaik kepada seluruh konsumen yang menggunakan jasa penerbangan Garuda Indonesia.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
David Tobing. Foto: SGP
David Tobing. Foto: SGP

Gugatan perbuatan melawan hukum perihal makanan ringan (snack box) yang dimohonkan oleh advokat David Tobing, kepada Garuda Indonesia berakhir dengan perdamaian. Bertepatan dengan Hari Konsumen Nasional, Jumat (20/4), perdamaian ditandai dengan penandatangan Perjanjian Perdamaian oleh kedua belah pihak serta diajukannya pencabutan gugatan nomor 198/Pdt.G/PN.JKT.PST di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

 

Hal ini dilakukan setelah pihak Garuda Indonesia yang diwakili oleh Uun Setiawan selaku Vice President Ground Services dan Hengky Heriandono selaku Corporate Secretary PT Garuda Indonesia Tbk menyerahkan makanan ringan (snack box) kepada David Tobing.

 

Dalam siaran pers yang diterima oleh hukumonline, Jumat (20/4), selain menyerahkan makanan ringan (snack box), Garuda Indonesia juga menyampaikan bahwa pihaknya berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik kepada setiap penumpang selaku konsumen yang menggunakan jasa maskapai Garuda Indonesia ke depannya.

 

(Baca Juga: Garuda Digugat Gara-Gara Tak Memberi Makanan Ringan)

 

Sebelumnya, David Tobing mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap PT Garuda Indonesia Tbk di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan tersebut diajukan setelah David Tobing merasa dirugikan karena tidak diberikan kompensasi berupa 1 (satu) kotak makanan ringan (snack box) atas keterlambatan penerbangan (flight delayed) selama 70 menit.

 

David menjelaskan bahwa gugatan ini diajukan karena David merasa peduli dan perlu untuk mengingatkan kepada Garuda Indonesia agar tidak mengabaikan hak-hak konsumen. Terlebih Garuda Indonesia sebagai maskapai Jasa Angkutan Udara terbesar di Indonesia yang seharusnya menjadi contoh yang baik bagi maskapai angkutan udara lainnya.

 

Sebelum sepakat untuk berdamai, pihak Garuda Indonesia mengaku tengah menginvestigasi mengenai kronologis penyebab keterlambatan tersebut. Vice President Corporate Secretary & Investor Relations Garuda Indonesia, Hengki Heriando mengatakan keterlambatan penerbangan biasanya dipengaruhi kesiapan lalu lintas pesawat di bandara.

 

Menurut Hengki, pihak maskapai tidak wajib memberi kompensasi atas keterlambatan tersebut. Namun, Hengki mengaku Garuda kerap memberi kompensasi kepada para penumpang meski terjadi keterlambatan di bawah 60 menit. 

 

"Walaupun keterlambatan setengah jam kami juga memberi kompensasi minuman ringan kepada semua passanger. Dalam praktiknya, keterlambatan yang disebabkan di luar airline, seperti bencana alam dan cuaca kami pun tetap memberikan kompensasi,” terangnya.

 

Namun dalam kasus ini, Hengki beralasan tidak memberi makanan ringan karena para penumpang telah memasuki pesawat. Dia khawatir kalau keterlambatan menjadi satu jam, maka penundaan menjadi lebih lama.

 

Sekadar catatan, Garuda Indonesia juga digugat konsumennya, yakni B.R.A Koosmariam Djatikusumo.  Insiden yang memantik gugatan itu terjadi pada 29 Desember 2017. Saat itu, Koos –begitu Koosmariam biasa disapa—sedang dalam perjalanan Jakarta-Banyuwangi menggunakan pesawat Garuda. Insiden terjadi saat pramugari membagikan minuman. Koos tersiram air panas, mengenai bahu kanan dan merembes ke bagian dada.

 

(Baca Juga: Insiden Tersiram Air Panas, Penumpang Gugat Garuda)

 

Dalam konperensi pers Jum’at lalu, Koos mengatakan ia harus menahan perih selama kurang lebih satu jam gara-gara kulitnya tersiram air panas. Pihak Garuda sebenarnya langsung bereaksi cepat. Koos mengakui pramugari yang bertugas langsung memberikan salep berbentuk gel untuk mengobati kulit Koos. Setelah pesawat landing pun Garuda langsung membawa penumpang ke rumah sakit guna pemeriksaan intensif.

 

“Saat itu saya dikasih salep berbentuk gel di dalam pesawat, dan pramugari sudah meminta maaf. Sampai di RS Banyuwangi, dokter juga bingung melihat saya (tersiram air panas). Saya heran, kenapa air teh yang diberikan untuk penumpang bisa sepanas itu,” kata Koos.

 

David ML Tobing, yang juga ditunjuk sebagai pengacara Koosmariam menjelaskan gugatan kliennya merujuk pada Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No. 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Udara. Permenhub ini mengatur pokok-pokok santunan yang harus dibayarkan maskapai jika penumpang mengalami kecelakaan selama perjalanan. Dalam gugatannya, David mengajukan petitum ganti rugi Rp1,25 miliar atas kerugian material, dan senilai Rp10 miliar atas ganti rugi immaterial.

 

Terkait kasus ini, Hengki menolak tuduhan bahwa Garuda Indonesia mengabaikan tanggung jawab atas insiden yang terjadi. Faktanya, dalam beberapa kali pengobatan, Garuda Indonesia menanggung seluruh biaya pengobatan penumpang. Bahkan Garuda Indonesia meminta Koos untuk menghubungi pihak maskapai jika ada pengobatan lanjutan.

 

Hengki mengklaim bahwa Garuda Indonesia sudah berkomitmen untuk memfasilitasi dan menanggung biaya pengobatan Koos, baik di Banyuwangi maupun di Jakarta. Jika dalam gugatannya Koos merasa diabaikan selama satu setengah bulan, Hengki menganggapnya sebagai miskomunikasi.

 

“Saya rasa ini soal miskomunikasi saja. Pihak Garuda menunggu kabar dari Ibu Koos, dan ternyata Ibu Koos juga menunggu dari pihak Garuda. Jadi ini miskomunikasi,” jelasnya kepada hukumonline.

 

Tags:

Berita Terkait