“Kalau gaji supir bus Transjakarta bisa Rp7 juta maka UMP juga harus ditetapkan mendekati itu,” katanya dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (12/4).
Iqbal mengingatkan untuk menetapkan besaran UMP secara layak Gubernur tidak bisa menggunakan PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan sebagai acuan. Regulasi ini dinilai membatasi kenaikan UMP karena parameter yang digunakan hanya inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Gubernur DKI Jakarta ke depan harus menggunakan mekanisme yang berjalan sebelum PP Pengupahan diterbitkan.
Kriteria lain calon yang diinginkan buruh, berkomitmen membangun rumah untuk buruh. Jika selama ini Pemda DKI Jakarta sanggup membangun rusun untuk korban gusuran maka hal serupa juga bisa digulirkan untuk buruh yang bekerja di Jakarta. Selain itu berkomitmen membangun sistem transportasi publik yang murah atau gratis.
Apalagi syaratnya? “Calon gubernur DKI Jakarta yang nanti dipilih buruh yakni anti korupsi dalam arti sebenarnya, bukan hanya pencitraan. Serta mengedepankan pembangunan di Jakarta dengan berpegang pada prinsip kemanusiaan (HAM) dan bermartabat,” urai Iqbal.
Ketua Perwakilan Daerah KSPI DKI Jakarta, Winarso, mengatakan salah satu masalah ketenagakerjaan yang dihadapi DKI Jakarta adalah lemahnya pengawasan. Tidak sedikit praktik perburuhan di Jakarta yang tidak sesuai aturan seperti pelaksanaan K3, ketentuan UMP dan kepatuhan perusahaan mengikutsertakan pekerjanya dalam program yang digelar BPJS.
Winarso mencatat APBD DKI Jakarta 2016 mencapai Rp67 triliun, namun selama ini belum ada program dari pemerintah provinsi yang signifikan untuk buruh. Biasanya pemerintah provinsi lewat suku dinas tenaga kerja menyelenggarakan seminar dan pelatihan tiap akhir tahun. “Yang kami pilih nanti calon gubernur yang peduli terhadap nasib buruh,” tukasnya.
Winarso mengenang pada saat Joko Widodo (Jokowi) dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mencalonkan diri sebagai pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur tahun 2012, mereka menggandeng kalangan buruh. Setelah terpilih, berbagai aspirasi yang disuarakan buruh Jakarta diakomodir dengan baik. Namun beberapa tahun terakhir aspirasi buruh yang disuarakan kurang mendapat tanggapan seperti masa sebelumnya. Oleh karenanya ia menilai gubernur DKI Jakarta saat ini kurang peduli terhadap nasib buruh.
Terpisah, Sekjen OPSI, Timboel Siregar, menyebut gubernur DKI Jakarta ke depan harus memperhatikan daya beli buruh karena akan mendukung PDRB dan pajak di DKI Jakarta juga. Gubernur harus bisa menjalin kerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan, sehingga setiap buruh yang bekerja di DKI dan jadi peserta BPJS Ketenagakerjaan bisa mendapat diskon untuk produk pangan, transportasi, pendidikan dan kesehatan. Gubernur juga perlu mendorong buruh mendapatkan rumah.
Tak kalah penting, terkait UMP Timboel mengusulkan gubernur Jakarta ke depan berani menolak pasal 44 PP Pengupahan. Sehingga kenaikan UMP di antaranya harus mengacu pada mekanisme survei, bukan BPS.