Grasi Corby Diusulkan Barter Dengan Buronan Koruptor
Berita

Grasi Corby Diusulkan Barter Dengan Buronan Koruptor

Juru Bicara Presiden menegaskan bahwa tidak ada hubungannya antara pemberian grasi bagi Corby dengan pembebasan WNI.

Nov/ali/ant
Bacaan 2 Menit
Darmono, Wakil Jaksa Agung prihatin sikap Australia yang persulit buronan koruptor. Foto: Sgp
Darmono, Wakil Jaksa Agung prihatin sikap Australia yang persulit buronan koruptor. Foto: Sgp

Pemberian grasi kepada terpidana kasus narkotika Schapelle Corby memunculkan pro dan kontra. Kejaksaan walaupun menghormati hak prerogatif presiden, namun tetap merasa prihatin. 'Kebaikan' Pemerintah Indonesia dinilai bertolakbelakang dengan sikap Pemerintah Australia dalam hal proses hukum buronan koruptor Indonesia yang mendekam di Negeri Kangguru itu.

Wakil Jaksa Agung Darmono secara khusus menyebut contoh proses ekstradisi buron koruptor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Adrian Kiki Ariawan. 
Menurut dia, Pemerintah Indonesia telah banyak berbuat baik bahkan mempertimbangkan azas kemanusiaan. Selain itu, Indonesia juga telah melakukan langkah hukum sesuai sistem hukum di Australia. “Tapi, Pemerintah Australia dengan alasan sistem hukum yang ada di sana, sehingga semacam dipersulit begitu,” ujarnya.

Padahal, Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya hukum maksimal untuk meminta Pemerintah Australia mengekstradisi Adrian Kiki. Darmono menuturkan, tidak ada upaya “barter” antara pemberian grasi dengan ekstradisi Adrian Kiki. Sebab, pemberian grasi merupakan upaya formal yang merupakan kewenangan Presiden.

Darmono hanya berharap agar upaya yang dilakukan Pemerintah Indonesia untuk memulangkan Adrian Kiki tidak dipersulit. Pemerintah Australia berkali-kali memperpanjang waktu dan memberikan buron korupsi BLBI ini hak yang penuh, sehingga upaya yang seharusnya mudah menjadi sulit.

Sampai saat ini, Darmono mengatakan Pemerintah Australia sedang mengajukan banding terhadap putusan ekstradisi Adrian Kiki. “Itu upaya hukum terakhir. Harapan kami ini sudah final dan tentunya putusan bandingnya nanti akan bisa memenangkan Pemerintah Australia, sehingga bisa diekstradisi”.

Lalu, apa untungnya Pemerintah Indonesia memberikan grasi lima tahun kepada Corby? Anggota Komisi I DPR Mahfudz Siddiq meminta pemerintah menjelaskan apa keuntungan yang diperoleh Indonesia. Sikap pemerintah harus dibalas oleh Pemerintah Australia dalam memperlakukan nelayan-nelayan Indonesia yang ditahan dan akan diadili di sana.

“Walau kita tak memiliki sistem barter, tetapi bila kita memberi kelonggaran terhadap Corby, namun Australia tak memberikan keringanan kepada warga negara Indonesia yang sedang bermasalah secara hukum, saya kira itu tidak fair,” tukasnya.

Bukan kompensasi
Sementara itu, Staf Khusus Presiden bidang Hubungan Internasional Teuku Faizasyah mengatakan pemberian grasi kepada Schapelle Corby tidak terkait kesepakatan kompensasi apapun atas kasus hukum WNI di Australia. Menurut Faizasyah, pemberian grasi tersebut telah dipertimbangkan oleh Presiden dan berdasarkan atas sejumlah hal termasuk alasan kemanusiaan.

"Apa yang diberikan oleh pemerintah keringanan hukuman kepada Corby mungkin terkait apa yang disampaikan Kementerian Hukum dan HAM apa yang terkait dengan perilaku yang bersangkutan dan juga kesehatan, jadi apa yang diberikan terlebih melihat dari aspek kemanusiaan yang tidak bisa dipararelkan dengan upaya kita secara konsisten untuk memberikan keringanan hukuman kepada WN kita yang dihadapkan kasus hukum di Australia," kata Faizasyah di Kompleks Istana Presiden Jakarta, Rabu siang (23/5).

Ia mengatakan permintaan keringanan hukuman dari Pemerintah Australia memang pernah disampaikan kepada Presiden SBY, namun hal itu merupakan hal yang normatif ketika pemimpin negara bertemu dengan pemimpin negara lainnya dan ada masalah hukum yang dialami oleh warga negara bersangkutan.

"Yang saya ketahui, dalam interaksi kepala negara sering sekali disampaikan masing-masing apa yang menjadi dan terkait WN kita yang bermasalah, dan mereka dalam (pembicaraan-red) hubungan bilateral senantiasa menyampaikan keringanan hukuman bagi WN mereka yang bermaslah," katanya.

Faizasyah menambahkan, "Dalam kasus Corby itu sudah disampaikan, dan dalam praktik hubungan suatu negara itu merupakan hal yang wajar. Jadi dalam konteks ini tidak bisa diparanoidkan seakan-akan ada semacam tukar menukar. Tetapi yang pasti pemerintah kita juga sangat memberi perhatian terhadap WN kita yang terkena masalah hukum di Australia dan dalam hal ini banyak WN kita yang terlibat kasus hukum penyelundupan manusia. Ini yang selalu kita berikan perhatian agar dapat diberikan keringangan kepada mereka." ujarnya seraya menepis anggapan bahwa grasi Corby ada kaitannya dengan pembebasan tiga WNI yang ditahan di Australia beberapa waktu sebelumnya.

"Tidak, saya rasa tidak bisa dikaitkan seperti itu. Karena semua isu itu terpisah, isu Corby, isu WN kita di negara-negara masing-masing juga lain lagi dan terpisah. Isu corby adalah isu Corby, dan masalah WN kita di suatu negara juga masalah tersendiri. Dalam hal ini melalui kedubes dan kementrian luar negeri, bahkan Presiden sendiri dalam kasus WNI di Timur Tengah yang terancam hukuman mati melayangkan surat untuk meringankan hukuman, pengampunan dan lain-lainnya. Itu adalah praktik-praktik yang biasa dilakukan dalam hubungan antar negara," tegasnya.

Senada dengan Faizasyah, Juru bicara Presiden Julian Aldrin Pasha mengatakan kewenangan Presiden memberikan Grasi merupakan bagian dari hak Presiden yang diatur dalam UUD 1945 dan juga UU No 22 Tahun 2002 tentang Pemberian Grasi.

"Presiden memberikan hal tersebut,dengan mendapat pertimbangan dari Mahkamah Agung. Jadi Presiden pun juga mendapat masukan dari pihak terkait," kata Julian. Dia menegaskan bahwa tidak ada hubungannya antara pemberian grasi bagi Corby dengan pembebasan WNI dari Australia.

Tags: