Google Tabrak Hukum Persaingan Usaha Uni Eropa: Bagaimana Dampaknya Terhadap Google Indonesia?
Utama

Google Tabrak Hukum Persaingan Usaha Uni Eropa: Bagaimana Dampaknya Terhadap Google Indonesia?

European Commission jatuhkan denda Rp73 triliun atas Google dengan tuduhan praktik monopoli, penyalahgunaan posisi dominan hingga hambatan masuk pasar pada Pangsa pasar Search engine Uni Eropa. Sebaliknya, putusan EC dianggap anti inovasi.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
Foto: youtube.com
Foto: youtube.com

Menguasai hingga lebih dari 90% pangsa pasar search engine Uni-Eropa, Google memang sudah di bidik oleh European Commission (EC)sejak 2013 silam. Bahkan sejak 2010 EC sudah menerima banyak laporan dari kompetitor terkait indikasi penyalahgunaan posisi dominan yang berujung pada hambatan masuk pasar (entry barrier) di European Economic Area (EEA).

 

Tak jera setelah dikenakan denda hingga 10% omzet globalnya tahun lalu, kini google juga harus berhadapan dengan denda sebesar Rp73 triliun. Tak hanya EC, reuters menyebut US Federal Trade Commission (FTC) juga telah menyelidiki Google karena menyalahgunakan posisi dominannya pada pangsa pasar penelusuran web AS, namun pada awal 2013 FTC mengakhiri penyelidikan dan memutuskan untuk memberi teguran ringan.

 

Profesor Hukum University of Tennesse, Maurice Stucke, seperti dilansir bloomberg, beranggapan bahwa denda sebesar US$ 5 milyar (sekitar Rp73 triliun) tersebut masih sangat kecil untuk perusahaan raksasa sekaliber Google. Maurice yang juga merupakan mantan pengacara Antitrust Division, US Department of Justice menyebut bahwa Google seharusnya juga dituntut menghentikan praktik curang tersebut dalam jangka waktu 90 hari ke depan.

 

(Baca Juga: Pemerintah Siapkan Regulasi Pajak Perusahaan Raksasa Digital)

 

“Mereka sudah mendominasi ponsel, coba pikirkan tentang jumlah aplikasi seperti google play dan sejenisnya, tidak mungkin akan ada sistem operasi lain yang bisa mengancam Google,” ucap Maurice seperti dilansir wired.com.

 

Berdasarkan rilis yang dikeluarkan European Commission pada Rabu, (18/7),setidaknya terdapat 3 alasan penyalahgunaan posisi dominan yang dilakukan oleh Google di pasar Uni Eropa;

 

  1. Kesepakatan ilegal yang dilakukan oleh Google Search dengan browser apps

Siapa sangka satu bundel perangkat google yang mencakup Google Play Store, aplikasi Google Penelusuran (the Google Search app) dan Google Chrome Browser yang ditawarkan kepada pabrikan perangkat seperti android berujung pada bengkaknya potensi entry barrier terhadap produsen search engine lainnya.

 

Berikut 2 contoh keterlibatan Google dalam kesepakatan illegal yang diungkapkan berdasar Keputusan European Commission; Pertama, terkait aplikasi the Google Search yang sudah dipastikan Google sudah terpasang dihampir seluruh perangkat Android yang dijual di European Economic Area (EEA). Kedua, terkait browser Google Chrome yang juga telah dipastikan pihak Google terpasang  di hampir semua perangkat android yang dijual di EEA.

 

Google telah menggunakan Android sebagai kendaraan untuk memperkuat dominasi mesin pencariannya,” kata Ketua EU Commission for Competition, Margrethe Vestager, sebagaimana dilansir reuters, di Belgium, Rabu, (18/7).

 

(Baca Juga: Pengamat Pajak Beberkan Dugaan Modus Google)

 

Margrethe menyebut bahwa Google diberi ultimatum selama 90 hari untuk menghentikan praktik persaingan tidak sehat tersebut dengan para produsen ponsel android dan penyedia telekomunikasi sebelum kasus ini naik banding. Dalam wawancara khusus dengan bloomberg, Margrethe menyebut dengan menyalahkangunakan posisi dominannya, google mempersempit ruang konsumen untuk menemukan serta memilih sistem pencarian lain sehingga mengakibatkan kompetitor lain sulit bersaing.

 

“Konsumen Uni Eropa akan kehilangan merasakan manfaat dari suatu persaingan yang sehat dan efektif mengingat para pesaingnya menjadi kehilangan ruang untuk berinovasi dan bersaing secara sehat, jelas ini illegal menurut hukum anti monopoli Uni Eropa,” tukas Vestager seperti dikutip techcrunch.

 

Sebagai informasi tambahan, berikut bukti hasil temuan European Commission per-2016 yang dipublikasikan melalui rilis EC, per-18 Juli 2018:

Hukumonline.com

 

  1. Pembayaran Ilegal tergantung pada pra-pemasangan Google Search secara eksklusif

Google diketahui EC memberikan insentif keuangan yang signifikan kepada beberapa produsen perangkat terbesar serta kepada operator jaringan seluler, dengan syarat bahwa mereka secara eksklusif akan menginstal aplikasi Google Search di seluruh portfolio perangkat android mereka.

 

Bahkan dalam anggapan EC, sekalipun aplikasi pencarian pesaing Google telah diinstal sebelumnya (hanya pada beberapa perangkat), mereka harus memberikan kompensasi kepada pabrikan perangkat atau operator jaringan seluler karena telah kehilangan revenue share (bagi hasil) dari Google disemua perangkat tersebut. Seperti diulas Business insider Singapore, Google sudah memulai praktek ini pada 2011, namun perlahan diberhentikan di tahun 2013 sejak disadari EC dan dilakukan pengawasan ketat.

 

  1. Obstruksi ilegal (Menghalang-halangi) pengembangan maupun distribusi Operasi Sistem Android pesaing

Bentuk obstruksi illegal yang dilakukan Google, menurut EC, tampak dari pencegahan terhadap produsen perangkat untuk memasang ataupun menggunakan versi Android alternatif yang tidak mendapatkan persetujuan dari Google (Android forks). Agar dapat melakukan pra-instal aplikasi milik Google di perangkat mereka, produsen juga harus berkomitmen untuk tidak mengembangkan atau menjual bahkan sekalipun satu perangkat yang berjalan pada Android forks tersebut.

 

Dampaknya terhadap Google Indonesia?

Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia (KPPU), Kurnia Toha, menyebut bahwa permasalahan Google di Uni Eropa tersebut masuk dalam bahan kajian yang nantinya akan diteliti lebih lanjut oleh KPPU. Kurnia mengungkapkan bahwa bahasan ini akan menjadi perhatian KPPU ke depannya. Akan tetapi beda kondisi dengan Uni Eropa, di mana banyak pesaing yang melaporkan Google kepada EC, sedangkan di Indonesia tidak ada laporan yang masuk.

 

“Yang jelas itu kalau dampak putusan EC tersebut secara langsung jelas tidak, tapi kan memang google ini banyak dipakai di sistem operasi. Memang kita sedang mengkaji dan akan menjadi perhatian kita ke depan,” ungkap Kurnia kepada hukumonline, Jumat, (20/7).

 

Wakil Ketua Bidang Pengkajian dan Penelitian Indonesian Competition Lawyers Association (ICLA), Lantikno Hikma Suryatama, menyebut belum bisa dikatakan berdampak karena keputusan yang dibuat oleh EC juga masih belum bisa di eksekusi, mengingat Google memang sedang mempersiapkan banding atas putusan EC. Bahkan sebetulnya, kata Lantikno, banyak juga yang beranggapan bahwa putusan EC malah anti inovasi.

 

“Sekalipun saat beli device udah otomatis menginstal Chrome, toh juga kalo device itu udah di tangan konsumen tetap aja konsumen yang punya pilihan untuk instal yang lain,” jelas Lantikno kepada hukumonline, Jumat, (20/7).

 

Justru yang menjadi masalah, kata Lantikno, sebetulnya dari aspek monopoli. Menurutnya, market android di Eropa itu memang sangat besar sekali jika dibandingkan dengan Apple. Sementara Google mendominasi pangsa android.

 

“Seandainya market android tak begitu besar, tak bakal kena sorot,” tukas Lantikno.

 

Tags:

Berita Terkait