Komisioner Komnas HAM, Roichatul Aswidah, mencatat ada 2 jenis kejahatan terhadap HAM yang diadopsi RUU KUHP dari UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM ad hoc yakni kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Dua jenis kejahatan itu merupakan kejahatan internasional yang tergolong kejahatan luar biasa. Kejahatan itu mengguncang hati nurani manusia karena kejam, sistematis, tersebar luas dan makan banyak korban. Oleh karenanya kedua jenis kejahatan itu wajib ditindak dan dicegah oleh semua umat manusia. (Baca juga: Kejahatan Genosida dalam Konteks Hukum Internasional).
Sebagai kejahatan luar biasa, perempuan yang disapa Roi itu menjelaskan ada 5 asas yang membedakannya dengan kejahatan umum. Pertama, tidak berlakunya ketentuan daluarsa. Kedua, dapat diterapkan secara retroaktif. Ketiga, kewajiban menyerahkan pelaku atau mengadilinya, atau menyerahkan pelaku atau menghukumnya. Keempat, pertanggungjawaban pidana komandan militer atau atasan sipil atas kejahatan yang dilakukan oleh bawahan yang berada di bawah kekuasaan atau pengendaliannya yang efektif. Kelima, tidak mutlak penerapan nebis in idem.
Roi menyebut Komnas HAM khawatir masuknya beberapa jenis kejahatan terhadap HAM seperti genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan agresi, ke dalam RUU KUHP akan berdampak negatif. Kejahatan itu akan dipandang sebagai kejahatan biasa. Dengan begitu lima asas yang dimiliki beberapa jenis kejahatan luar biasa itu bakal hilang sehingga berpotensi melanggengkan impunitas. (Baca juga: Tindakan-Tindakan yang Termasuk Kejahatan Terhadap Kemanusiaan).
"Komnas HAM menolak pengaturan kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi dimasukkan dalam RUU KUHP," kata Roi dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (14/6).
Menurut Roi pengaturan jenis kejahatan itu akan lebih praktis melalui UU tersendiri yang khusus, bukan dalam RUU KUHP. Selain itu hukum acaranya berbeda dari pidana umum karena jenis kejahatan luar biasa punya banyak sifat khusus. Komnas HAM mengusulkan agar dibentuk RUU tentang Kejahatan Genosida, Kejahatan Terhadap Kemanusiaan, Kejahatan Perang dan Kejahatan Agresi untuk mengganti UU No. 26 Tahun 2000.
Pakar HAM sekaligus mantan Komisioner Komnas HAM periode 2002-2007, Enny Soeprapto, mengatakan adopsi ketentuan tentang kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan dalam RUU KUHP tidak tepat karena tidak sesuai dengan konsep yang ada dalam UU No. 26 Tahun 2000 dan Statuta Roma. Misalnya, pertanggungjawaban pidana diganti menjadi pertanggungjawaban dan persekusi diubah jadi penganiayaan. "Maknanya menjadi berbeda, akibatnya akan menimbulkan kerancuan dan kesulitan dalam pelaksanaannya nanti," tukasnya.
Direktur Eksekutif ICJR, Supriyadi Widodo Eddyono, juga tidak setuju soal pengaturan pidana khusus seperti yang dirumuskan dalam RUU KUHP. Dia melihat RUU KUHP tidak cermat mengadopsi pasal-pasal pidana khusus sehingga menimbulkan perbedaan. "Kalau begini penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat akan semakin sulit. Ini melemahkan penegakan hukum," tegasnya.