Gelar Rakernas, AAI Ingin Tingkatkan Kualitas Rekrutmen Advokat
Berita

Gelar Rakernas, AAI Ingin Tingkatkan Kualitas Rekrutmen Advokat

Bakal diikuti penandatanganan nota kesepahaman dengan Universitas Padjadjaran.

Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Rakernas AAI ke-18 tahun lalu. Tahun ini AAI akan menggelar Rakernas di Bandung. Foto: HOL/HAG
Rakernas AAI ke-18 tahun lalu. Tahun ini AAI akan menggelar Rakernas di Bandung. Foto: HOL/HAG

Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) bakal menggelar Rapat Kerja Nasional XIX di Bandung pada 8-10 Desember 2017. Salah satu fokus pembahasan dalam Rakernas ini adalah peningkatan kualitas rekrutmen advokat. AAI menginginkan ada upaya-upaya yang dilakukan agar kualitas rekrutmen advokat semakin tinggi, termasuk kualitas Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA).

 

AAI merupakan salah satu dari delapan organisasi pendiri Perhimpunan Advokat Indonesia. Didirikan pada awal 1990-an, anggota AAI telah tersebar di 124 cabang seluruh Indonesia, dan organisasinya terus berkembang.

 

Ketua Panitia Pelaksana Rakernas Bandung, Bahyuni Zaili, menjelaskan kepada hukumonline diperkirakan 300 orang anggota AAI ditambah peninjau akan menghadiri Rakernas. Mereka akan mewakili sekitar 8.000 anggota AAI seluruh Indonesia. Rakernas mengambil tema ‘Revitalisasi Peran dan Kedudukan Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Sebagai Organisasi Advokat yang Bermartabat dan Berwibawa’. “Akan dibahas evaluasi program kerja dan (mengeluarkan) bebagai rekomendasi,” jelasnya saat dihubungi via telepon, Rabu (06/12).

 

Di sela-sela penyelenggaraan Rakernas, jelas Bahyuni, akan dilaksanakan pula penandatanganan nota kesepahaman (memorandum of understanding) antara AAI dengan Universitas Padjadjaran. Nota kesepahaman ini masih menjadi bagian dari upaya meningkatkan kualitas rekrutmen advokat. “Penandatanganan MoU AAI dengan Unpad tentang pelaksanaan Pendidikan Profesi Advokat, secara mandiri,” terangnya.

 

Bahyuni menambahkan MoU kerjasama penyelenggaraan pendidikan advokat tersebut bukan yang pertama. Bahkan tidak hanya itu, AAI juga akan mengadakan ujian advokat mandiri. “Sejak tahun 2017, pertama di Bali. Kita akan selenggarakan sendiri (ujian),” ujar Bahyuni.

 

Baca juga:

 

Ketua Umum DPP AAI, Muhammad Ismak membenarkan ketarangan Bahyuni. Dihubungi secara terpisah, Ismak menjelaskan bahwa AAI sangat khawatir dengan kondisi dunia profesi advokat yang kembali tidak solid. “Kita memikirkan bagaimana peran dan fungsi organisasi advokat di tengah keterpurukan,” katanya kepada hukumonline.

 

Ismak menyoroti peringatan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD. yang pernah mengungkapkan agar advokat berbenah dari sisi rekrutmen. Terutama karena profesi advokat  menjadi pihak yang ikut berperan dalam pemberantasan korupsi. “Malu kalau bicara keluar tentang pemberantasan korupsi sedangkan rumah tangganya kacau balau,” ujarnya.

 

Untuk itulah AAI mantap menyelenggarakan sistem rekrutmennya sendiri sejak tahun 2017. Apalagi penyelenggaraan  sistem pendidikan dan ujian advokat mandiri ini merupakan mandat rekomendasi Rakernas XVIII tahun 2016 lalu. AAI juga akan mengajukan permohonan penyumpahan kepada Pengadilan Tinggi terhadap peserta pendidikan advokat AAI yang teleh melaksanakan magang. “Ke depannya AAI akan melakukan perekrutan dengan cara bekerja sama  dengan Universitas. Kita tidak akan ikut-ikutan dengan cara yang instan, kita lebih kepada kualitas,” tambah Ismak.

 

Ismak menambahkan AAI telah membuat MoU dengan sejumlah perguruan tinggi di Medan, Yogyakarta, Bali, Bandung, dan Palembang. Di Yogyakarta, AAI berhasil menggandeng nama besar Universitas Gadjah Mada. “Dan kini disusul Universitas Padjajaran di Bandung,” ujarnya.

 

Langkah AAI ini menurut Ismak sebagai kampanye AAI untuk mendorong perbaikan kualitas rekrutmen advokat agar lebih menyesuaikan dengan standardardisasi kualifikasi nasional yang telah digagas Pemerintah untuk kalangan profesional. “Kurikulum yang kita godok sendiri, ini kampanye dari kita. Kita sudah mengajak yang lain memikirkan hal ini, pernah mengadakan diskusi kelompok terfokus (FGD), fokusnya pendidikan dan kode etik, tapi perlu waktu ya,” lanjutnya.

 

Ketika ditanya soal dasar pijakan penyelenggaraan pendidikan advokat dan ujian advokat yang dilakukan secara mandiri ini, Ismak menjelaskan bahwa putusan MK, surat Ketua MA, dan UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) membolehkan hal tersebut. Surat Ketua MA No. 73/KMA/HK.01/IX/2015 menyatakan bahwa Ketua Pengadilan Tinggi (KPT) memiliki kewenangan untuk melakukan penyumpahan terhadap advokat yang memenuhi syarat dari organisasi manapun. Ditambah dengan putusan MK Nomor 95/PUU-XIV/2016, selama dilaksanakan dengen perguruan tinggi maka organisasi advokat manapun dapat membuat pendidikan dan ujian advokat sendiri. “Pijakannya dengan UU Advokat, Putusan, MK dan Surat Mahkamah Agung,” tutupnya.

Tags:

Berita Terkait