Gara-gara SMS, Pekerja Ramayana Dipecat
Berita

Gara-gara SMS, Pekerja Ramayana Dipecat

Isi SMS dianggap mencemarkan nama baik perusahaan.

CR-12
Bacaan 2 Menit
Dipecat dari PT Ramayana Lestari Sentosa (Ramayana) atas pesan pendek (SMS) yang dikirim. Foto: SGP
Dipecat dari PT Ramayana Lestari Sentosa (Ramayana) atas pesan pendek (SMS) yang dikirim. Foto: SGP

Menjawab pesan singkat (short message service, SMS) kepada teman adalah hal biasa. Namun bagi Neneng Hasanah, hal ini menjadi luar biasa karena dia akhirnya dipecat dari PT Ramayana Lestari Sentosa (Ramayana) atas pesan pendek yang ia kirim. Isi SMS Neneng dianggap mencemarkan nama baik perusahaan ritel yang menyediakan segala macam barang itu. Tak terima dengan pemecatan ini, Neneng menggugat ke Pengadilan Hubungan Industrial Jakarta.

 

Peristiwa bermula ketika pada Maret 2011 rekan kerja Neneng menanyakan apakah bantuan hukum bagi anggota Serikat Pekerja Ramayana Lestari Sentosa (SPRALS) gratis atau tidak. Neneng memang tercatat sebagai anggota SPRALS.

 

Perempuan yang sudah bekerja 11 tahun di Ramayana itu menjawab bahwa bantuan hukum yang diberikan SPRALS adalah gratis. Di bagian akhir SMS, Neneng menambahkan kalimat yang isinya menyatakan perusahaan sedang goyah secara finansial.

 

Kalimat terakhir itu yang menjadi sorotan perusahaan dan langsung memicu terbitnya surat PHK di bulan berikutnya, April 2011. "Nggak ada kabar apa-apa, tahu-tahu dapat surat PHK," tutur Neneng kepada hukumonline di PHI Jakarta, Selasa (8/11).

 

Menurut kuasa hukum Neneng, tindakan PHK yang dilakukan perusahaan bertentangan dengan Pasal 151 ayat (2) UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan). Pasal itu menentukan bahwa PHK dilakukan setelah ada perundingan terlebih dulu dengan pekerja atau serikat pekerja. "Secara prosedural, proses PHK ini sudah salah kok," ujar Ahmad Fauzi, kuasa hukum SPRALS dari LBH Aspek Indonesia.

 

Terpisah, kuasa hukum perusahaan, Ruslan Efendy menyatakan bahwa Neneng tak dipecat semata karena masalah SMS yang dianggap mencemarkan nama baik perusahaan. Sebelumnya, pada Desember 2010 perusahaan pernah memberikan surat peringatan kedua (SP2) kepada Neneng karena Neneng yang saat itu sebagai kasir salah memasukkan harga diskon kepada konsumen.

 

Perbuatan Neneng itu dinilai melanggar Pasal 21 ayat (35) Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang melarang karyawan untuk memberi diskon tanpa izin. "Surat SP2 sudah dilayangkan, pekerja (Neneng) sudah menerimanya, dengan bukti ada tandatangan dia," kata Ruslan.

 

Sampai kemudian pada Maret 2011, lanjut Ruslan, Neneng mengirimkan SMS yang dianggap menyebarkan berita bohong dan membuat kondisi bekerja di perusahaan menjadi tidak nyaman. Menurut Ruslan, SMS Neneng dikategorikan sebagai bentuk pencemaran nama baik perusahaan.

 

Neneng sendiri tak mengelak bahwa ia pernah salah dalam memasukkan harga diskon. Namun sebelumnya, ia telah mendapat ijin dari supervisor kasir. "Sebenarnya hal begini sudah biasa (memberi diskon), waktu itu supervisor kasir mengijinkan. Memang kepala toko tidak ada waktu itu, mungkin karena saya anggota serikat (SPRALS) jadi mereka mempermasalahkan," akunya.

 

Pada Januari 2011 posisi Neneng diturunkan menjadi pramuniaga. Di bulan yang sama, terjadi kenaikan gaji. Neneng mengaku mendapat nominal kenaikan yang lebih rendah dibanding rekan kerja lainnya. Padahal, masa kerja rekan-rekannya itu sama dengan dirinya.

 

Sebelum masuk ke PHI Jakarta, proses perundingan tripartit sudah menghasilkan anjuran. Disnaker Jakarta Timur menganjurkan agar Neneng diberi pesangon satu kali ketentuan Pasal 156 UU Ketenagakerjaan. Dalam proses mediasi pihak pekerja tidak pernah hadir. "Tiga kali mediasi mereka (pihak pekerja) tidak datang," tutur Ruslan.

 

Pihak Neneng beralasan belum pernah menerima surat undangan mediasi dari disnaker. Tapi mereka mengakui bahwa surat anjuran yang dikirim Disnaker Jaktim sampai ke tangan mereka. Pihak pekerja merasa keberatan atas anjuran itu dan ingin dipekerjakan kembali. Atas dasar itu, maka Neneng langsung mengajukan gugatan dan meminta dipekerjakan kembali.

 

Keberadaan dua SP

Neneng menuturkan, terdapat dua serikat pekerja di Ramayana yaitu Forum Komunikasi Serikat Pekerja (FKSP) dan SPRALS. FKSP berdiri lebih dulu dari SPRALS yang terbentuk pada Januari 2010. Neneng mengaku bahwa pihak manajemen mengharuskan setiap pekerja untuk menandatangani sebuah surat yang menyatakan bergabung dengan FKSP. Karena ketidaktahuannya mengenai surat itu, Neneng beserta pekerja lainnya menandatangani begitu saja. "SDM yang ngasih surat itu, kita cuma disuruh tandatangan," heran Neneng.

 

PKB yang menjadi dalih manajemen untuk memecat Neneng adalah PKB hasil kesepakatan antara FKSP dan manajemen. Neneng tidak mengetahui banyak mengenai struktur organisasi FKSP. Ia dan pekerja lainnya menganggap FKSP tak melakukan pembelaan apa-apa terhadap pekerja.

 

Neneng aktif berserikat sejak SPRALS berdiri di lokasi kerjanya yaitu di Ramayana cabang Cijantung. Serikat Pekerja dinilai sebagai tempat bagi pekerja untuk melindungi kepentingannya. Maka dari itu ia aktif mendorong pekerja lainnya untuk ikut berserikat bersama SPRALS. “Kita mau mencari keadilan, tapi dibilang pembangkang (oleh manajemen),” tegas Neneng.

 

SPRALS menargetkan untuk membentuk PKB baru. Mereka beranggapan bahwa PKB yang digunakan saat ini tidak mengakomodir kepentingan pekerja. Selain itu pihak manajemen dirasa tidak mematuhi PKB yang sudah ada. Salah satu contohnya adalah pelaksanaan cuti haid bagi pekerja wanita. “Cuti haid ada di PKB, tapi pelaksaannya di toko tidak ada,” tutur Neneng.

Tags: