Gara-gara Pungutan Minyak Tanah, Mendagri Diadukan ke KPK
Berita

Gara-gara Pungutan Minyak Tanah, Mendagri Diadukan ke KPK

Pungutan tersebut termasuk dalam PNBP yang seharusnya tercantum dalam APBN.

CR-1
Bacaan 2 Menit
Gara-gara Pungutan Minyak Tanah, Mendagri Diadukan ke KPK
Hukumonline

 

Menanggapi permintaan fraksi PDI Perjuangan, Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas menyatakan lembaganya meminta waktu untuk menelaah laporan ini terlebih dahulu.

 

Berdasarkan perhitungan PDI Perjuangan, pungutan tersebut jika dijumlahkan dengan konsumsi minyak tanah sekitar 900.000 kilo liter perbulan untuk tahun 2005, maka untuk Oktober dan Nopember 2005 saja potensi dana yang terkumpul dari rakyat pengguna minyak tanah sekitar Rp90 miliar.

 

Melanggar UU

Dimintai pendapatnya, ahli keuangan negara dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia Arifin P. Soeria Atmadja berpandangan pungutan yang dilakukan oleh Mendagri tersebut pada dasarnya tidak diperlukan. Ia khawatir pungutan tersebut akan menjadi kebiasaan pemerintah dalam kebijakannya.

 

Arifin berpendapat, jika pungutan tersebut termasuk PNBP, maka seharusnya dicantumkan dalam APBN. Jika tidak dicantumkan dalam APBN, maka itu melanggar ketentuan. Karena sebagai penerimaan negara, maka PNBP harus dimasukkan kedalam APBN sebagai pencerminan pembukuan keuangan negara, tuturnya.

 

Lagi pula di mata Arifin, setiap PNBP harus diatur secara detil dalam Keputusan Presiden (Keppres) dan Peraturan Pemerintah (PP). Dikatakannya, ada satu prinsip dalam pengelolaan keuangan negara, dimana tidak boleh menggunakan penerimaan langsung untuk pengeluaran. Jadi setiap penerimaan itu harus secepatnya masuk kas negara. Hal tersebut, lanjutnya, diatur dalam UU No.1/2004 tentang Perbendaharaan Negara.

 

Pungutan yang dipermasalahkan tersebut diatur dalam Surat edaran Mendagri No. 541/2523/SJ tertanggal 3 Oktober 2005. Dalam surat itu, diatur hal penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak tanah nasional tahun 2005.

 

Dalam surat tersebut diatur adanya pungutan biaya pengawasan, pemantauan dan penyelesian pengaduan masyarakat serta biaya peralatan dan administrasi pengawasan minyak tanah untuk rumah tangga dan usaha kecil sebesar Rp50 perliter sebagai tambahan harga minyak tanah yang dibebankan terhadap konsumen minyak tanah.

Jangan main-main dengan uang Rp50. Meski jumlahnya mungkin oleh sebagian orang dinilai tidak ada artinya, itu dijadikan bahan bagi fraksi PDI Perjuangan untuk melaporkan Mendagri ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Adalah Ketua Fraksi PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo yang melaporkan Mendagri M. Ma'ruf ke KPK akibat pemungutan Rp50 setiap liter minyak tanah.

 

Menurut Tjahjo, berdasarkan pengamatan fraksinya pungutan tersebut melanggar UU No.20/1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara, UU No.22/2001 tentang Migas serta UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah.

 

Sebab, menurut analisa mereka, pungutan tersebut tidak dicantumkan di dalam APBN Tahun Anggaran 2005, APBN Tahun Anggaran 2006, dan APBD daerah yang melakukan pungutan sesuai Surat Edaran Mendagri tersebut. Oleh karena itulah, Tjahjo melihat adanya indikasi pelanggaran sejumlah UU tersebut.

 

Lantas, untuk mengurangi beban rakyat kecil konsumen minyak tanah, dan mencegah terjadinya pungutan-pungutan yang bersifat non-budgeter kepada rakyat, maka Fraksi PDI Perjuangan melaporkan pungutan ini ke KPK.

 

Tjahjo berharap dengan laporan ini KPK segera menelusuri dan melakukan penyelidikan terhadap jumlah, alur dan penggunaan dana pungutan, dengan prioritas memeriksa Mendagri.

Tags: