Gandeng FHUI, ASPERHUPIKI Gelar Refleksi Pendidikan Tinggi Hukum Pidana
Terbaru

Gandeng FHUI, ASPERHUPIKI Gelar Refleksi Pendidikan Tinggi Hukum Pidana

Kegiatan ini bertujuan sebagai refleksi pendidikan tinggi Hukum Pidana sebelum pemberlakuan KUHP Nasional pada 2026 mendatang.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
ASPERHUPIKI menggelar Kuliah Umum 10 Tahun Guru Besar Prof. Topo Santoso dan Penutupan dan Pertemuan Refleksi TERAPI HAM, pada Kamis (18/7), di Kampus UI Depok. Foto: Istimewa
ASPERHUPIKI menggelar Kuliah Umum 10 Tahun Guru Besar Prof. Topo Santoso dan Penutupan dan Pertemuan Refleksi TERAPI HAM, pada Kamis (18/7), di Kampus UI Depok. Foto: Istimewa

Asosiasi Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi (ASPERHUPIKI) menggelar “Kuliah Umum 10 Tahun Guru Besar Prof. Topo Santoso dan Penutupan dan Pertemuan Refleksi TERAPI HAM, pada Kamis (18/7), di Ruang Multimedia Soemadipradja dan Taher (S&T) Gedung C Lantai 1, Fakultas Hukum UI, Kampus UI Depok.

Acara ini diselenggarakan bekerja sama dengan Bidang Studi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Pusat Riset Sistem Peradilan Pidana Universitas Brawijaya (PERSADA UB), serta didukung oleh The Asia Foundation (TAF).

Ketua Umum ASPERHUPIKI Fachrizal Afandi mengatakan bahwa kegiatan ini bertujuan sebagai refleksi pendidikan tinggi Hukum Pidana sebelum pemberlakuan KUHP Nasional pada 2026 mendatang.

Baca juga:

"Oleh karenanya kegiatan ini dibuka dengan kuliah umum tentang refleksi terkait pendidikan tinggi hukum pidana dari Prof. Topo Santoso yang merayakan pengukuhan Guru Besar Hukum Pidana ke 10 tahun," kata Fachrizal dalam keterangan resmi, Jumat (19/7). 

Kemudian kegiatan dilanjutkan dengan Pertemuan Refleksi para peserta Training Tingkat Lanjut Pengajaran Hukum Pidana Berbasis Hak Asasi Manusia (TERAPI HAM) terkait pengalaman mereka melakukan diseminasi pengajaran Hukum Pidana berbasis HAM di 11 kampus terpilih dari seluruh Indonesia dan ditutup dengan Launching Jurnal Hukum Pidana Indonesia terbitan ASPERHUPIKI. 

Sementara itu, dosen FHUI Febby M Nelson menerangkan bahwa rangkaian kegiatan TERAPI HAM ini bertujuan untuk memberikan para akademisi hukum pidana keterampilan dalam metode pengajaran yang mengutamakan hak asasi manusia Dalam rangka merespon pemberlakuan UU No.1 Tahun 2023 tentang KUHP, yang mana memiliki banyak fitur-fitur baru di dalamnya. 

Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai kalangan, mulai dari kalangan Guru Besar dan akademisi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, mahasiswa, awak media, serta peserta delegasi dari TERAPI HAM Batch 1 yang terdiri dari pengajar hukum pidana dari berbagai fakultas hukum di Indonesia. 

Ketua Dewan Guru Besar Universitas Indonesia, Prof. Harkristuti Harkrisnowo pun menyambut baik kegiatan ini. Dia memberikan pengantar singkat tentang kewajiban-kewajiban negara dalam menjamin HAM, terutama mengenai kewajiban negara untuk memenuhi hak-hak ekonomi, sosial, politik, dan budaya.

"Kewajiban untuk melindungi hak-hak semua warganya dapat dilakukan melalui penegakan hhukum pidana yang efektif, yang mana mana hal ini sering dikaitkan dengan isu pengawasan dan akuntabilitas," ujarnya. 

Dekan FHUI, Parulian Aritonang turut memberikan sambutannya dalam pembukaan kegiatan ini. Dia menyatakan bahwa kegiatan ini merupakan pencapaian positif dalam bidang hukum pidana. Parulian mengungkapkan apresiasi dan dukungan penuh terhadap penyelenggaraan acara tersebut. Selain itu, ia menyoroti bahwa tema yang akan disampaikan dalam kuliah umum oleh Prof. Topo memiliki relevansi yang besar dalam konteks hukum pidana dan Hak Asasi Manusia.

Dan tak kalah penting dan menarik adalah kuliah umum yang disampaikan oleh Guru Besar FHUI, Prof. Topo. yang berjudul "Hukum Pidana: Tameng atau Pedang bagi HAM?". Prof. Topo mengangkat isu dalam film Vina, yang berasal dari kisah kasus yang nyata. 

Prof. Topo menyoroti terkait insiden salah tangkap yang dilakukan oleh Aparat Penegak Hukum (APH). Selain itu, Prof. Topo juga menguraikan berbagai wawasan mengenai hubungan antara hukum pidana dan HAM di Indonesia.

Dalam Pertemuan Refleksi Program TERAPI HAM, para delegasi dari 11 FH diberikan kesempatan untuk menyampaikan hasil diseminasi di masing-masing kampus yang telah dilakukan sebelumnya.

Terdapat 8 perwakilan dari fakultas hukum yang memaparkan hasil diseminasinya, secara lansung yakni perwakilan dari Universitas Negeri Islam Sunan Gunung Djati, Universitas Lambung Mangkurat, Universitas Sriwijaya, Universitas Diponegoro, Universitas Sumatera Utara, Universitas Padjadjaran, Universitas Brawijaya, dan Universitas Cenderawasih, sedangkan perwakilan dari Universitas Hasanuddin, Univeristas Gadjah Mada, dan Universitas Airlangga mengirimkan laporan dalam bentuk dokumen tertulis

Para peserta diseminasi, baik dari kalangan dosen maupun mahasiswa memiliki antusias yang tinggi dalam menerapkan metode-metode pembelajaran terbaru yang diberikan kepada mereka, misalnya melalui metode active learning. Para peserta diseminasi tak menyangka bahwa mata kuliah hukum pidana, yang biasanya terkesan “menyeramkan”, menjadi lebih menyenangkan dan mudah dipahami dengan metode tersebut. 

Konsen terhadap isu HAM selama kegiatan juga membuka wawasan soal banyaknya kekurangan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia yang masih minim soal penegakan HAM baik dalam aturan-aturan yang telah ada maupun praktik. 

Bahkan menurut Ibu Isma Nurillah, perwakilan dari Universitas Sriwijaya, memaparkan bahwa beberapa peserta dalam kegiatan diseminasi yang telah diselenggarakan di Universitas Sriwijaya berasal dari kalangan dosen non-hukum. Namun mereka tetap antusias dengan metode-metode yang ditawarkan dalam TERAPI HAM ini. 

Dalam kesempatan ini pula dilakukan penandatangannan atas kerjasama Asosiasi Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi dan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran yang dilaksanakan antara Ketua Umum ASPERHUPIKI Fachrizal Afandi dengan Dekan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Sigid Suseno.

Tags:

Berita Terkait