Gagal Bayar Permintaan Redemption Reksa Dana yang Berujung Kepailitan Manajer Investasi
Kolom

Gagal Bayar Permintaan Redemption Reksa Dana yang Berujung Kepailitan Manajer Investasi

Bacaan 7 Menit
Irfan Triawan. Foto: Istimewa
Irfan Triawan. Foto: Istimewa

Reksa dana merupakan sarana investasi yang cocok bagi para investor yang memiliki keterbatasan, baik waktu, dana, informasi, dan pengetahuan investasi. Investor dapat berinvestasi pada berbagai instrumen yang tersedia di pasar tanpa perlu mengelola portofolio investasinya sendiri, sebab di dalam reksa dana terdapat peran manajer investasi yang profesional dalam mengelola portofolio investasi para investor.

Dengan kemudahan ini dan didukung adanya digitalisasi dalam mengakses produk reksa dana, perkembangan produk reksa dana di Indonesia relatif pesat. Berdasarkan data pada awal pandemi di tahun 2020, investor reksa dana berbondong-bondong masuk dengan total menembus 3,2 juta, yaitu 78% lebih banyak dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini juga dipicu dengan adanya faktor pembatasan kegiatan sosial dimana investor mencari investasi yang tidak perlu bertemu secara fisik.

Seiring dengan berkembangnya produk reksa dana, perlu adanya kesadaran bagi investor terkait dengan risiko produk investasi ini. Dengan produk yang terdiversifikasi, reksa dana tetap memiliki risiko investasi, antara lain keuntungan reksa dana tidak dijamin, nilai investasi tidak lepas dari risiko pasar, risiko dari jenis portofolio efek yang diinvestasikan oleh manajer investasi, risiko likuiditas, risiko inflasi, dan risiko ketidakpatuhan Manajer Investasi dalam pengelolaan investasi serta pemasaran produk.

Berbagai risiko investasi dalam reksa dana memicu potensi konflik bagi investor, misalnya isu gagal bayar atas permintaan redemption yang telah terjadi di beberapa reksa dana. Isu tersebut muncul akibat adanya janji fixed return yang merupakan kesalahan dalam pemasaran serta portofolio yang terdampak oleh risiko pasar yang mengakibatkan portofolio tersebut tidak dapat dijual. Akibat dari gagal bayar redemption tersebut, investor berinisiatif untuk mengajukan permohonan kepailitan terhadap manajer investasi selaku pengelola reksa dana mereka.

Padahal payung hukum kepailitan di Indonesia, UU No. 37 Tahun 2004 telah mengatur bahwa hanya Otoritas Jasa Keuangan yang dapat mengajukan permohonan kepailitan terhadap manajer investasi. Aturan tersebut disediakan dengan landasan filosofis dan sosiologis yang kuat. Dengan adanya pengajuan kepailitan manajer investasi tersebut, tentunya memunculkan isu hukum tersendiri dalam eksekusinya.

Baca juga:

Hubungan Hukum dalam Reksa Dana Berdasarkan UU Pasar Modal

Berdasarkan UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Reksa Dana diartikan sebagai wadah untuk mengumpulkan dana dari investor yang dikelola Manajer Investasi. Pengelolaan dana oleh Manajer Investasi dilakukan dengan cara membeli dan menjual saham, surat utang, dan surat berharga lainnya, termasuk deposito sebagai portofolio. Pengelolaan investasi tersebut dilakukan sesuai dengan proporsi yang sudah diatur dalam peraturan di pasar modal.

Dalam mengelola investasi, Manajer Investasi dapat membentuk reksa dana (RD) dalam dua jenis, yaitu bentuk hukum perseroan dan bentuk hukum kontrak investasi kolektif (KIK). KIK diartikan sebagai kontrak antara Manajer Investasi dan Bank Kustodian yang mengikat investor.

Dalam RD KIK, Manajer Investasi melakukan pengelolaan dana ke dalam portofolio Efek (saham, obligasi, dan efek lainnya) dan Bank Kustodian melaksanakan pencatatan atas kegiatan investasi yang dilakukan oleh Manajer Investasi. KIK dianggap sebagai suatu bentuk hukum yang memiliki harta sendiri. Contohnya, sesuai dengan ketentuan di bidang perpajakan, mengatur bahwa RD KIK merupakan wajib pajak tersendiri.

Dalam pengelolaan investasi, terdapat tanggung jawab bagi Manajer Investasi atas kerugian Reksa Dana yang timbul karena pengelolaan yang tidak dilakukan dengan itikad baik dan tidak penuh tanggung jawab untuk kepentingan Reksa Dana. Peraturan seperti POJK No. 43/POJK.04/2015 Tahun 2015 tentang Pedoman Perilaku Manajer Investasi serta peraturan lainnya yang berhubungan dengan produk pengelolaan investasi telah mengatur berbagai indikator dan pedoman Manajer Investasi dalam mengelola investasi nasabah.

Dari sisi investor, investor mendapatkan Unit Penyertaan (UP) yang diterbitkan oleh RD KIK sesuai dengan proporsi dana yang dititipkan. Salah satu hak yang diberikan oleh Pasal 20 UU Pasar Modal kepada investor adalah hak jual kembali (redemption) atas UP. Ketika investor melakukan redeem, Manajer Investasi wajib membeli kembali UP tersebut. Namun perlu diperhatikan bahwa pembelian kembali oleh Manajer Investasi dibebankan kepada rekening Reksa Dana. Hal ini dipertegas dengan Pasal 37 huruf a UU Pasar Modal dan penjelasannya, bahwa Efek nasabah yang dikelola oleh Perusahaan Efek (dalam hal ini Manajer Investasi) merupakan titipan nasabah, bukan merupakan bagian kekayaan dari Manajer Investasi. Sehingga dalam hal Perusahaan Efek yang bersangkutan pailit atau dilikuidasi, Efek nasabah tersebut bukan merupakan bagian dari harta kepailitan ataupun harta yang dilikuidasi.

Dengan demikian, hak investor yang muncul pada saat redemption tidak berkaitan dengan harta Manajer Investasi, namun harta RD KIK tersebut. Sehingga hubungan hukum investor tidak serta-merta didudukkan sebagai kreditur Manajer Investasi. Kerugian yang timbul akibat pengelolaan portofolio tersebut merupakan kerugian investasi, yaitu selisih jumlah dana pada saat dititipkan dengan dana pada saat pencairan UP. Hal ini tentunya yang menjadi titik perbedaan dengan perjanjian utang piutang, dimana pengembalian dana untuk utang piutang harus sama pada saat jatuh tempo dan pada saat peminjaman.

Kepailitan Perusahaan Efek Berdasarkan UU 37/2004

Pasal 2 ayat (4) UU 37/2004 mengatur bahwa pihak yang dapat mengajukan kepailitan atas Perusahaan Efek adalah OJK (d/h Badan Pengawas Pasar Modal). Mengingat perusahaan efek melakukan kegiatan yang berhubungan dengan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam Efek (saham, obligasi, dan efek lainnya) di bawah pengawasan OJK.

Di dalam penjelasan Pasal 2 ayat (4) juga menyebutkan bahwa OJK berwenang penuh dalam pengajuan permohonan pernyataan pailit, dengan salah satu indikator penilaian kondisi keuangan dan kondisi pasar modal secara keseluruhan. Berdasarkan hal tersebut, tidak dimungkinkan bagi nasabah/investor Manajer Investasi untuk mengajukan permohonan kepailitan terhadap Manajer Investasi tanpa melalui OJK.

Lebih lanjut, Pihak yang mengajukan kepailitan (dalam konteks ini kreditur) harus mengajukan permohonan kepailitan berdasarkan adanya hubungan utang-piutang yang timbul sebagai kewajiban yang harus dibayarkan oleh debitur. Dalam konteks gagal bayar atas klaim redemption, sesuai dengan hubungan hukum yang telah dijelaskan antara Manajer Investasi dan investor, gagal bayar atas klaim redemption seharusnya secara gramatikal diartikan bukanlah sebagai salah satu objek utang yang berdasar pada hubungan utang piutang. Klaim redemption seharusnya diartikan sebagai perjanjian investasi atas dasar hubungan investasi angata nasabah dan Manajer Investasi sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 20 dan Pasal 37 huruf a UUPM.

Di samping itu, berdasarkan kedudukan investor dalam RD KIK, klaim redemption merupakan hak yang seharusnya ditagih dari kekayaan reksa dana, bukan dari harta kekayaan Manajer Investasi.

Penyelesaian Gagal Bayar Permintaan Redemption Reksa Dana dari Sudut Pandang Hukum

Berdasarkan hubungan hukumnya, penyelesaian gagal bayar atas permintaan redemption RD KIK hendaknya tidak melalui upaya jalur kepailitan terhadap Manajer Investasi. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam kepailitan Manajer Investasi adalah sebagai berikut:

Pertama, OJK dapat menilai ada atau tidaknya unsur pelanggaran pengelolaan investasi yang dilakukan Manajer Investasi berdasarkan peraturan di pasar modal. Tidak terbayarnya redemption tidak selalu merupakan akibat dari kelalaian Manajer Investasi. Namun, dapat juga disebabkan oleh kondisi pasar yang membuat harga Efek jatuh sehingga tidak dapat dijual. Dalam kondisi ini terdapat potensi Efek tersebut mengalami koreksi atau perbaikan di kemudian hari. Jika investor bersabar, terdapat kemungkinan redemption dapat terbayar.

Selain itu, apabila dapat dibuktikan bahwa terdapat indikasi pelanggaran oleh Manajer Investasi yang menyebabkan harta RD KIK tidak cukup untuk pembayaran redemption, investor tetap dapat menuntut haknya. Sebagai tindakan awal penanganan pelanggaran, OJK dapat melakukan tindakan administratif terlebih dahulu. Antara lain dengan perintah kepada Manajer Investasi untuk melakukan upaya perbaikan atas pelanggaran tersebut, likuidasi RD KIK Manajer Investasi, menunjuk Manajer Investasi lain untuk pengurusan RD KIK, dan pemberian sanksi kepada Manajer Investasi.

Untuk jalur litigasi, investor juga dapat menempuh upaya hukum dengan beracara namun tidak melalui permohonan kepailitan Manajer Investasi. Mengingat hubungan hukum antara Manajer Investasi dan investor adalah perjanjian investasi, bukan utang piutang. Hak investor untuk menuntut dapat dilakukan dengan dasar perbuatan melawan hukum yang dilakukan Manajer Investasi melalui Pengadilan Negeri.

Kedua, pengajuan kepailitan Manajer Investasi hanya dapat dilakukan oleh OJK. Pengajuan kepailitan Manajer Investasi yang dilakukan oleh OJK berguna untuk menilai apakah dasar pengajuan tersebut telah sesuai dengan filosofi UU PM dan syarat utang sebagaimana dimaksud dalam UU 37/2004.

Dari segi hubungan hukum yang telah dijelaskan sebelumnya, pengajuan kepailitan oleh OJK tidak dapat dimaknai termasuk gagal bayar atas permintaan redemption oleh nasabah, mengingat redemption tersebut timbul akibat hubungan hukum investasi. Pengajuan kepailitan dapat dilakukan apabila Manajer Investasi memiliki utang yang sesuai dengan persyaratan UU 37/2004 dan atas dasar hubungan utang piutang yang sejalan dengan UU 37/2004. Tentunya, dengan pengajuan kepailitan melalui OJK, hal ini dapat diindentifikasi terlebih dahulu, termasuk pemisahan harta yang akan dilikuidasi.

Ketiga, sebagai jembatan antara filosofi dalam UU Kepailitan dengan UU Pasar Modal, perlu adanya penegasan filosofi Pasal 37 huruf a UU Pasar Modal. Di dalam RUU Kepailitan dibutuhkan ketentuan bahwa Efek para investor yang terdapat dalam reksa dana tidak dapat dilikuidasi dalam hal Manajer Investasi dipailitkan.

Lebih lanjut, perlu juga diatur dalam RUU Kepailitan bahwa KIK merupakan bentuk hukum yang dapat diajukan permohonan pailit, sehingga OJK dapat mengajukan kepailitan pada Pengadilan Niaga atas RD KIK tersebut dalam hal likuidasi atas RD KIK tidak dapat dilakukan di luar pengadilan. Namun, saat ini UU Kepailitan belum mengakomodir KIK sebagai bentuk hukum yang dapat dipailitkan. Hal ini disampaikan oleh Ahli Hukum Kepailitan yang terlibat dalam penyusunan RUU Kepailitan (Teddy Anggoro, 2022).

Sebagai penutup, permohonan kepailitan kepada Manajer Investasi atas dasar gagal bayar permintaan redemption Reksa Dana hendaknya tidak dilakukan oleh investor. Mekanisme penyelesaian gagal bayar tersebut telah diatur dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan dengan aspek perlindungan investor. Dari sisi Manajer Investasi itu sendiri, OJK dapat melakukan tindakan tegas kepada Manajer Investasi yang tidak melakukan upaya sebaik-baiknya dalam pemenuhan aturan pengelolaan investasi dan etika dalam penawaran produknya.

*)Irfan Triawan, Analis pada Departemen Hukum OJK. Artikel ini pendapat pribadi, tidak mewakili tempat penulis bekerja.

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait