G-20 Fokus Lindungi Kelompok Rentan
Berita

G-20 Fokus Lindungi Kelompok Rentan

Komitmen pada masyarakat miskin digaungkan dengan memperluas program jaring pengaman sosial.

Bacaan 2 Menit
Meneg PPN/Kepala Bappenas, Armida Alisjahbana, katakan perlindungan masyarakat miskin sangat mendesak. Foto: SGP
Meneg PPN/Kepala Bappenas, Armida Alisjahbana, katakan perlindungan masyarakat miskin sangat mendesak. Foto: SGP
Angin segar bagi penduduk miskin di penjuru dunia datang dari pertemuan negara G-20 di Washington DC, Amerika Serikat, akhir pekan lalu. Pembahasan kali itu mencapai kesepakatan, G-20 akan fokus utama adalah perlindungan kelompok rentan akibat krisis ekonomi global belakangan ini.

 

Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Armida Alisjahbana, mengatakan perlindungan kelompok rentan, yaitu masyarakat miskin dan hampir miskin, sangat mendesak dengan memperluas program jaring pengaman sosial.

 

Hasil sensus Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 menunjukkan jumlah penduduk miskin di Indonesia sekitar 31,9 juta orang atau 13 persen dari total jumlah penduduk. Bank Dunia bahkan mencatat jumlah lebih tinggi, yaitu sekitar 100 juta orang. Standar kemiskinan yang dipakai BPS adalah pendapatan AS$1 PPP (purchasing power parity/paritas daya beli) per hari. Sementara patokanBank Dunia AS$2 PPP per hari.

 

Armida menjelaskan, ada kesepakatan disebut Komunike Bersama yang dihasilkan pertemuan ini. Perlindungan sosial bagi kelompok rentan termasuk dalam hasil kesepakatan komunike tersebut.

 

Peningkatan program perlindungan sosial bagi masyarakat rentan terutama difokuskan pada negara berkembang, agar pertumbuhan ekonominya semakin meningkat. “Harus ada jaring pengaman sosial dalam satu sistem jaring pengaman sosial,” katanya dalam konferensi pers di kantor Bappenas, Jakarta, Jumat (30/9).

 

Armida mengatakan, program jaring pengaman sosial ini dimaksudkan untuk mencakup program pendidikan, kesehatan, dan program langsung pada rumah tangga berbasis masyarakat. “Ada yang sifatnya pemenuhan akses pendidikan dan kesehatan dasar. Ada yang bertujuan agar masyarakat miskin mendapat akses pada kehidupan perekonomian,” jelasnya.

 

Menurut Armida, kesepakatan Komunike Bersama ini akan jadi bahan untuk ditindaklanjuti dalam Konferensi Tingkat Tinggi G-20 di Prancis, awal November 2011 mendatang.

 

Pemerintah sendiri dalam Rancangan APBN 2012 akan melanjutkan program pemberian beras bagi rakyat miskin dan setengah miskin dengan alokasi anggaran senilai Rp15,6 triliun kepada 17,5 juta rumah tinggal sasaran.

 

Bagi nelayan, pemerintah menyediakan modal kerja untuk 3.340 kelompok nelayan, pengembangan usaha penangkapan ikan dan pemberdayaan nelayan skala kecil untuk membangun kawasan minapolitan bagi 3.700 kelompok nelayan serta pembangunan pembinaan pelabuhan perikanan pada 816 pelabuhan.

 

Selain itu, negara G20 berkomitmen mendorong peningkatan akses masyarakat miskin kepada fasilitas modal perbankan (bankable), dengan peningkatan skema kredit mikro. Indonesia sendiri telah meluncurkan program National Strategy Financial Inclusion (NSFI), akhir tahun lalu sebagai upaya untuk memperluas akses masyarakat terhadap jasa keuangan. Selama ini, 32 persen atau 76 juta penduduk sama sekali belum tersentuh jasa keuangan.

 

Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution, dalam sambutannnya saat peluncuran program ini mengatakan, dalam lima tahun terakhir financial inclusion merupakan cara utama untuk mengurangi kemiskinan, yakni melalui peningkatan kemampuan individu dalam mengelola keuangannya.

Program financial inclusion dimulai dari sektor perbankan karena mayoritas kegiatan jasa keuangan di Indonesia tergantung pada bank. Ada lima pilar dalam strategi financial inclusion ini. Kelimanya adalah edukasi keuangan, meningkatkan eligibilitas keuangan, regulasi yang mendukung, peningkatan fasilitasi intermediasi, serta reformasi kebijakan yang meliputi perlindungan nasabah, agent banking, dan phone banking


Mantan Direktur Jenderal Pajak ini menyampaikan, BI meluncurkan program perluasan akses kepada lembaga keuangan guna mendukung program pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. “Kebijakan tersebut bertujuan untuk meniadakan hambatan akses masyarakat dalam memanfaatkan layanan jasa keuangan, baik yang bersifat harga maupun non-harga,” katanya.

 

Apabila berfungsi dengan baik, lanjut Darmin, lembaga dan pasar keuangan diyakini dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat. “Sebab dana mereka akan disalurkan pada kegiatan produktif, sehingga mendorong pertumbuhan, meningkatkan distribusi pendapatan, dan mengurangi angka kemiskinan,” pungkasnya.

Tags: