FPPTHI: Kasus Malapraktik Jangan Langsung Ditangani Polisi
Aktual

FPPTHI: Kasus Malapraktik Jangan Langsung Ditangani Polisi

ANT
Bacaan 2 Menit
FPPTHI: Kasus Malapraktik Jangan Langsung Ditangani Polisi
Hukumonline
Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (FPPTHI) menyatakan polisi sebaiknya tidak langsung menangani kasus malapraktik kedokteran.

"Kami akan perkuat kelembagaan Peradilan Majelis Kode Etik Dewan Kedokteran Indonesia agar setiap ada pengaduan terkait dengan malapraktik kedokteran tidak langsung ditangani polisi, tetapi terlebih dahulu diajukan ke lembaga tersebut," kata pengamat hukum yang juga Wakil Ketua FPPTHI Dr. Laksanto Utomo di Jakarta, Kamis.

Ia memperkirakan kasus malapraktik kedokteran di Indonesia pada masa depan akan terus naik, menyusul pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), sementara peningkatan profesionalisme para dokter belum berbanding lurus dengan kebutuhan jumlah pasien dan jenis penyakitnya.

"Kondisi itu saya perkirakan akan meningkatkan jumlah kasus malapraktik kedokteran pada masa depan," katanya.

Laksanto Utomo memandang perlu ada "training corporate and medical lawyers" guna mengantisipasi masalah tersebut.

Di negara-negara maju, seperti di Australia, Inggris, dan Amerika Serikat, kasus malapraktik biasa terjadi. Pada tahun 1970-an, kata Laksanto, kasus malapraktik naik tiga kali lipat dari tahun sebelumnya. Keadaan itu terus naik hingga 1990-an.

Di Indonesia, sejak 2006 hingga 2012, tercatat 183 kasus pengaduan malapraktik atau kelalaian medik. Dari kejadian itu, Majelis Etik Kedokteran telah menjatuhkan sanksi bervariasi, mulai dari skors hingga pencabutan izin.

Pada tahun 2013, lanjut dia, terdapat ratusan kasus malapraktik, atau naik dari tahun sebelumnya, sedangkan pada tahun 2009 sekitar 49 kasus.

Menurut Laksanto, para dokter Indonesia mendatang dituntut tidak hanya mengerti soal dunianya, tetapi juga soal pengertian janji, cara berkomunikasi yang dapat mempunyai hukum dan pengertian lainnya terkait dengan profesinalisme seorang dokter.

Dengan adanya pemahaman para dokter lewat adanya pelatihan itu, Laksanto berharap tidak akan terjadi adanya dokter dijadikan daftar pencarian orang (DPO) seperti yang dialami dr. Ayu yang sempat diburu oleh tim kejaksaan di Gorontolo tahun silam.

"Kejadian itu sempat terjadi silang pendapat sesama penegak hukum dan kalangan profesi lainnya," kata Laksanto.

Menjawab pertanyaan, dia mengatakan bahwa medical lawyer kemungkinan akan dilaksanakan pada bulan September dan Oktober 2014 di Hotel Grand Sahid dengan pembicara, antara lain Dr. Dini Iwandari, dari Dewan Kedokteran Indonesia, Dr. Andi Abu Ayub, S.H. Hakim Agung RI, dan Lutfie Hakim serta advokat senior Leny Nadriana, S.H., M.H.
Tags: