Baramuli juga menolak kalau kredit diberikan karena ada kedekatan dirinya dengan Soedrajad Djiwandono, Gubernur BI pada saat itu atau pihak-pihak lain. "Ini kredit biasa, normal-normal saja," tandasnya.
Ketika ditanyai wartawan tentang kapan kredit suatu perusahaan jatuh tempo, Baramuli menjawab,"Biasanya sampai lima tahun. Namun sekarang perusahaan sedang direstrukturisasi. Kalau mau tanyakan direkturnya."
Baramuli akan bayar
Seandainya kredit yang ditanyakan macet? Baramuli kembali menegaskan pernyataan sebelumnya: "Kalau macet, saya yang bayar. Jadi kalau kapan-kapan perusahaan tidak bisa, saya yang bayar."
Seakan merasa pernyataan komitmennya tersebut kurang kuat, Baramuli kembali berucap: "Saya diperiksa sebagai saksi untuk perkara Bank Indover dan saya bukan direksi, bukan pula anggota direktur dan komisaris. Saya hanya pemegang saham. Dan kalau ternyata PT Unicotin tidak mampu membayarnya, saya selaku personal guarantee akan membayarnya karena kekayaan saya sepuluh kali lipat dari yang dipinjam PT Unicotin."
Tentu menarik pernyataan Baramuli yang terakhir itu. Jika kredit PT Unicotin berjumlah AS$1,5 juta, berarti kekayaan Baramuli berjumlah AS$1,5 juta dikalikan 10. Totalnya AS$15 juta atau sekitar Rp135 miliar. Bagaimana, KPKPN?