Diskusi Jakarta Lawyers Club
Niat Membersihkan Pengadilan dan Debat Panas Soal Judicial Watch
Berita

Diskusi Jakarta Lawyers Club
Niat Membersihkan Pengadilan dan Debat Panas Soal Judicial Watch

Jakarta, hukumonline. Dunia hukum Indonesia dalam prakteknya dinilai sudah sedemikian bobrok, sehingga sulit dicari cara penanggulangannya. Menyikapi hal tersebut, Jakarta Lawyers Club menyelenggarakan diskusi bertema Era Baru Bersihkan Pengadilan. Namun, ajang diskusi berubah jadi debat panas para lawyers soal judicial watch.

Nay/Zae
Bacaan 2 Menit
<font size='1' color='#FF0000'><b> Diskusi Jakarta Lawyers Club </b></font><BR> Niat Membersihkan Pengadilan dan Debat Panas Soal <i>Judicial Watch</i>
Hukumonline

Acara diskusi yang diselenggarakan di Hotel Aryaduta, Jakarta, itu menghadirkan narasumber Bagir Manan, Ketua mahkamah Agung (MA) yang baru dilantik pada pagi harinya; JE Sahetapy, anggota komisi II DPR: dan Todung Mulya Lubis, praktisi hukum. Namun karena Todung datang terlambat, dihadirkan Hotma Sitompoel sebagai wakil dari pengacara.

Pada bagian awal diskusi ini, sesuai dengan temanya, para pembicara berusaha mengupas langkah-langkah yang akan dilakukan untuk membersihkan peradilan. Mulanya diskusi berjalan biasa-biasa saja. Namun, di tengah jalan acara seakan berubah menjadi suatu diskusi panas.

Diskusi panas terjadi saat Hotma mempermasalahkan Judicial Watch yang didirikan oleh Todung. Menurut Hotma, seorang pengacara tidak seharusnya membuat lembaga yang mengawasi hakim. Pasalnya, hakim-hakim yang akan diawasi tersebut bisa saja memutus perkara yang ditangani oleh pengacara tersebut. "Sehingga akan ada conflict of interest dari judicial watch itu," ucap Hotma.

Namun, Todung tidak terima dengan tanggapan Hotma. Bahkan, Todung, balik menyatakan bahwa justru pemikiran sesat seperti pemikiran Hotma tersebutlah yang mesti dihilangkan. Todung menganggap kecurigaan Hotma sebagai kecurigaan yang berlebihan. Menurutnya, pengacara terikat dengan kode etik, sehingga tidak akan bebuat demikian.

Mempertanyakan netralitas

Suasana semakin memanas ketika para peserta yang mayoritas pengacara diberikan kesempatan bertanya. Beberapa pengacara menyatakan mendukung sikap Hotma. Selain para pengacara, hakim agung Abdurrahman Saleh yang mantan pengacara, mempertanyakan netralitas pengawasan dari lembaga yang dipimpin oleh seorang pengacara.

Menurut Abdurrahman, jika pengacara mengawasi hakim, lalu siapa yang harus mengawasi pengacara yang mengawasi hakim tersebut. Menurutnya, jika LBH yang nonprofit melakukan pengawasan, maka hal tersebut bisa dimengerti. "Namun jika yang melakukan adalah pengacara kelas konglomerat maka siapa yang harus mengawasi," ujar Abdurrahman.

Hotma Sitoempoel kemudian mengatakan bahwa pengawasan oleh pengacara harus dimulai dari lingkungan profesinya sendiri. Ia mencontohkan adanya pengacara yang mengomentari kasus pengacara lain, seperti kasus Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Andi Ghalib, yang merupakan kliennya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: