Fintech Saling Berkolaborasi, OJK Mulai Antisipasi Risiko
Berita

Fintech Saling Berkolaborasi, OJK Mulai Antisipasi Risiko

Risiko tersebut antara lain fraud, perlindungan konsumen, prinsip anti pencucian uang dan pendanaan terorisme, serangan siber, tata kelola digital, dan penempatan data kritikal di Indonesia.

Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit

 

OJK tidak menutup mata bahwa perkembangan fintech sangat cepat. Selain itu, pemerintah punya target menjadikan Indonesia sebagai negara “Digital Economy” terbesar di Asia Tenggara tahun 2020 dengan memanfaatkan momentum bonus demografi pada tahun yang sama. OJK sangat serius menggarap potensi fintech dengan membentuk satuan kerja Grup Inovasi Keuangan Digital dan Pengembangan Keuangan Mikro yang tugasnya meneliti dan mengembangkan fintech di industri jasa keuangan.

 

Nurhaida melanjutkan, OJK tengah berusaha memformalkan konsep regulatory sandbox sebagai tempat eksperimen inovasi jasa keuangan bagi industri dan regulator mencari inovasi yang bernilai tambah dan tegas sekaligus cara mengawasi dan mengelola risiko secara terkendali, seperti fraud, perlindungan konsumen, prinsip anti pencuciang uang dan pendanaan terorisme, serangan siber, tata kelola digital, dan penempatan data kritikal di Indonesia. Melalui sandbox, diharapkan akan melahirkan inovasi baru sehingga industri siap menghadapi tantangan dalam 5 sampai 10 tahun ke depan.

 

“Kalau terlalu ketat, khawatir tidak mengembangkan industri tapi kalau loose (longgar), khawatir ada risiko-risiko,” kata Nurhaida.

 

Deputi Komisioner OJK Institute Sukarela Batunanggar mengatakan bahwa OJK tengah berusaha merumuskan regulasi agar menjadikan industri lebih kompetitif dalam arti tidak ada pemain fintech yang mendominasi terlalu besar. Dalam perkembangannya, tidak menjadi persoalan ketika 2-3 pemain fintech ‘mati’ di tengah jalan dibandingkan ketika mereka sudah punya pangsa yang besar namun ‘mati’ di tengah jalan lebih berpotensi mempengaruhi ekonomi secara umum.

 

“Biasanya gini kita mengatur dari risiko yang ada, semakin besar industri, akan semakin besar risikonya berarti kita lebih kuat mengaturnya, tapi kalau industrinya lebih kecil dan tidak terlalu besar, mungkin bisa diatur lebih simple, kembali lagi ke risiko,” kata Batunanggar.

 

Senada dengan Batunanggar, Direktur Eksekutif The Australian Centre for Financial Studies Monas, Edward Buckingham, mengatakan bahwa pasar finteh yang ideal adalah yang tidak dikuasai oleh sedikit pelaku fintech. Ia mendorong regulator seperti OJK dan BI agar membuat aturan yang bisa menghidupkan pemain pendatang baru dan yang telah lebih dulu eksis sehingga dalam pasar tercipta ratusan pemain dalam industri.

 

Jangan sampai dikuasai oleh 5 perusahaan yang besar. (kalau) gagal bikin ekonomi tidak berhasil,” kata Edward di tempat yang sama.

Tags:

Berita Terkait