Final dan Binding, Seluruh Pihak Wajib Patuhi Putusan MK
Terbaru

Final dan Binding, Seluruh Pihak Wajib Patuhi Putusan MK

Terkait hierarki putusan MA dan MK, batasnya sudah jelas. Secara kelembagaan, MA maupun MK merupakan lembaga yang sejajar. Namun untuk melihat hierarki putusan, tak bisa dilihat dari posisi lembaga, melainkan objek yang menjadi kewenangan MA dan MK.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Partner Taufiq Karsayuda Nasef Priyanka (TKNP) Lawfirm, Muhammad Imam Nasef saat menjadi narasumber dalam IG Live Hukumonline bertajuk 'Membedah Rasionalitas Putusan MK yang Ubah Ambang Batas Pencalonan Kepala Daerah', Jumat (23/8/2024). Foto: IG Live
Partner Taufiq Karsayuda Nasef Priyanka (TKNP) Lawfirm, Muhammad Imam Nasef saat menjadi narasumber dalam IG Live Hukumonline bertajuk 'Membedah Rasionalitas Putusan MK yang Ubah Ambang Batas Pencalonan Kepala Daerah', Jumat (23/8/2024). Foto: IG Live

Dua putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang mengubah ambang batas pencalonan calon kepala dan wakil kepala daerah di pilkada, dan Nomor 70/PUU-XXII/2024 mengenai syarat usia calon kepala daerah, menjadi trending topik dalam waktu sepekan. Respons DPR atas dua putusan ini pun memicu amarah publik lantaran dinilai bertentangan dengan konstitusi.

Mahasiswa dan masyarakat di berbagai daerah berbondong-bondong melakukan demonstrasi kepada DPR agar RUU tentang Perubahan Keempat atas UU No.1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu No.1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi UU dibatalkan. Tak ketinggalan pula kalangan akademisi turut menyatakan sikap atas pengabaian putusan MK oleh DPR. Akibat desakan dari berbagai pihak, DPR pun akhirnya memutuskan membatalkan pengambilan keputusan persetujuan RUU Pilkada menjadi UU.

Partner Taufiq Karsayuda Nasef Priyanka (TKNP) Lawfirm, Muhammad Imam Nasef mengatakan seluruh warga negara, termasuk lembaga negara seperti DPR dan KPU, wajib mentaati putusan MK. Karena putusan MK bersifat Erga Omnes, final dan binding, mengikat seluruh pihak, tidak hanya pihak yang berperkara saja.

Jika DPR dan pemerintah ingin melakukan revisi terhadap UU Pilkada, maka sudah semestinya menyesuaikan dari amar putusan MK. Dia mengingatkan, meski memiliki kewenangan melakukan revisi, tapi DPR tak boleh mengabaikan praktik legislasi yang baik dan benar. Di mana harus melibatkan partisipasi publik, bukan dengan pembahasan yang sangat cepat dan kilat.

“Putusan MK sifatnya jelas Erga Omnes, berlaku bagi seluruh warga negara termasuk lembaga negara. Selain itu di dalam UUD 1945 dijelaskan putusan MK adalah final and binding, mengikat saat dibacakan. Semua stakeholder terkait penyelenggara Pilkada wajib mematuhi dan mentaati apa yang diputus MK,” ujar Imam dalam IG Live Hukumonline bertajuk “Membedah Rasionalitas Putusan MK yang Ubah Ambang Batas Pencalonan Kepala Daerah,” Jumat (23/8/2024).

Baca juga:

Terkait hierarki putusan Mahkamah Agung (MA) dan MK yang sejauh ini masih menjadi perdebatan, Imam menegaskan bahwa batasnya sudah jelas. Secara kelembagaan, baik MA maupun MK merupakan lembaga yang sejajar. Namun untuk melihat hierarki putusan, tak bisa dilihat dari posisi lembaga, melainkan objek yang menjadi kewenangan MA dan MK.

Dalam konteks MA yang mengubah batas usia pencalonan kepala daerah dihitung saat pelantikan, objek yang menjadi dasar putusan tersebut adalah Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). Artinya, MA berwenang menangani perkara judicial review untuk peraturan dibawah UU. Sementara objek judicial review yang ditangani oleh MK adalah UU yang secara hierarki berada di atas aturan KPU.

“Kalau sesuai teori norma yang berlaku harusnya DPR ketika menyusun aturan batas usia merujuk putusan MK bukan MA. jangan kemudian dipertentangkan mana yang lebih tinggi. Dari sisi kelembagaan keduanya berdiri sejajar. Tapi bukan itu yang dilihat, objek kewenangan masing-masing dalam hal  judicial review,” jelas Imam.

Pria yang juga dosen Hukum Tata Negara pada Fakultas Hukum Universitas Trisakti itu berpendapat, dengan melihat dari sisi objek maka jelas UU berada di atas Peraturan KPU. Dengan demikian tidak ada alasan bagi DPR dan pemerintah untuk tidak mengikuti putusan MK dan tidak ada perdebatan terkait dua putusan MK tersebut.

Sebelumnya mayoritas fraksi dalam rapat Panja RUU Pilkada sepakat memilih syarat usia calon kepala daerah sebagaimana putusan MA No.23P/HUM/2024. Hanya fraksi PDIP yang memilih putusan MK No.70/PUU-XXII/2024 sebagai acuan syarat usia calon kepala daerah dalam RUU Pilkada.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Achmad Baidowi mengatakan putusan MA lebih jelas dan detail mengatur ketentuan tentang syarat usia pencalonan kepala daerah. Sementara putusan MK hanya menolak seluruh permohonan. Semua yang disampaikan anggota Baleg DPR terkait 2 putusan itu menurut Baidowi secara logika sudah benar, tapi ada norma hukum yang harus dirujuk.

Tags:

Berita Terkait