Filza Adwani, Career Switch dari Lawyer ke In-House Counsel
Utama

Filza Adwani, Career Switch dari Lawyer ke In-House Counsel

Kesempatan dan pembelajaran lebih banyak didapatkannya setelah berpindah karier dari lawyer menjadi in-house counsel sejak tiga tahun silam.

Willa Wahyuni
Bacaan 5 Menit
Hukumonline
Hukumonline

Setelah lulus menjadi sarjana hukum dari Universitas Indonesia pada tahun 2013 silam, Filza Adwani mengukuhkan niat untuk berkarier menjadi lawyer. Kurang lebih selama 7 tahun menjalani karier sebagai lawyer membuat Filza merasa cukup dan ingin melihat profesi hukum lebih luas dengan berpindah karier menjadi in-house counsel.

Meski baru tiga tahun ke belakang menjalankan profesi sebagai in-house counsel di perusahaan pertamanya, yaitu di PT Buku Usaha Digital, Filza tidak memerlukan waktu lama untuk beradaptasi meski bentuk pekerjaannya sebelumnya di kantor hukum cukup berbeda dengan yang ia lakukan di perusahaan saat ini.

“Saat di dunia lawyering itu sangat teoritikal dan tidak langsung berkecimpung di praktik karena klien yang menjalankan perusahaan dan sebagai lawyer kita hanya meng-advise saja. Sedangkan saat menjadi in-house counsel saya melihat dan berkecimpung langsung untuk menangani isu yang ada di perusahaan. Berbeda memang, tapi untungnya saya cepat beradaptasi,” cerita Filza saat ditemui Hukumonline, Senin (22/11).

Baca Juga:

Filza yang saat ini menjabat sebagai Head of Legal PT Buku Usaha Digital, bertangungjawab untuk memonitor regulasi, menganalisa produk dan business plan, melihat risiko hukum, memonitor kepatuhan, memberikan nasihat apabila terdapat isu yang menimpa partner perusahaan dan bagaimana implikasinya kepada perusahaan, hingga mengurus perizinan.

Baginya seorang in-house counsel salah satu tonggak perusahaan yang sangat penting keberadaannya. Perusahaan yang berjalan baik-baik saja merupakan dampak dari berjalannya pekerjaan in-house counsel yang baik.

Filza mengatakan, parameter kesuksesan seorang in-house counsel dilihat apabila perusahaan menjalankan kepatuhan dengan baik dan tidak terseret dalam sejumlah perkara. Kepatuhan menjadi parameter tertinggi, oleh karena itu seorang in-house counsel harus menyadari dengan cepat mengenai update regulasi.

Hukumonline.com

Bagi Filza seorang in-house counsel salah satu tonggak perusahaan yang sangat penting keberadaannya. Foto: RES

“In-house counsel kadang tidak punya banyak waktu, biasanya eksternal lawyer yang lebih dulu memberikan update soal regulasi terbaru dan membantu kami juga dalam menganalisis masalah. Untuk itu sangat penting menjaga relationship dengan eksternal lawyer untuk current update,” kata Filza.

Kehadiran eksternal lawyer sangat membantu timnya dalam melihat peraturan terbaru. Kecepatan informasi tersebut akan memudahkan timnya untuk memberikan awareness kepada pemangku kepentingan terkait peraturan terbaru maupun efek dan risikonya ke perusahaan sehingga dapat mengambil mitigasi risiko secepatnya.

Selain meminta bantuan eksternal lawyer untuk membantu pekerjaannya sebagai bagian dari tim legal di PT Buku Usaha Digital, saat ini Filza masih menggunakan cara manual dalam melaksanakan pekerjaan in-house-nya. Bukan tanpa alasan, hal tersebut dilakukannya karena ia menyadari pekerjaannya saat ini menuntutnya untuk teliti sehingga menggunakan teknologi seperti Artificial Intelligence belum menjadi pilihannya.

“Untuk tim kami saat ini masih manual, saya pun tidak memungkiri bahwa teknologi bermanfaat untuk pekerjaan in-house tetapi di tim kami belum bisa sepenuhnya percaya 100% dengan teknologi karena pekerjaan kami saat ini adalah case to case basis sehingga teknologi tidak bisa mengakomodir. Pemanfaatan teknologi saat ini yang kami gunakan hanya sebatas general template, itupun tidak terlalu sering karena balik lagi kami ingin setiap pekerjaan dilihat word by word dan diligence sehingga tidak rely on technology,” jelasnya.

Hukumonline.com

Filza tidak menyesali perpindahan kariernya yang berawal dari seorang lawyer di kantor hukum hingga menjadi in-house counsel di perusahaan. Foto: RES

Meski begitu, Filza tidak memungkiri teknologi akan menjadi masa depan baru meskipun tetap profesi lawyer tidak bisa digantikan sepenuhnya. Untuk persoalan internal perusahaan, Filza tidak ingin mengambil risiko dengan menyerahkan seluruhnya kepada teknologi untuk menghindari disinformasi, kalaupun ada tetap harus berdasarkan persetujuan in-house counsel-nya.

Perkembangan teknologi yang tidak dapat dibendung tetap tidak bisa menggantikan peran manusia. Meski teknologi akan menjadi tren dunia, belum tentu dapat menggantikan sumber daya manusia sepenuhnya, selama manusia juga terus membekali diri dengan ilmu pengetahuan dan empati yang tidak dimiliki oleh teknologi.

Begitupun menurut Filza, selama seseorang memiliki kemauan belajar yang tinggi dan mau meluangkan waktu untuk belajar lebih banyak, maka ia tidak akan merasa tersaingi dengan kehadiran teknologi karena akan terus berinovasi dan berempati yang tidak dimiliki oleh teknologi. Hal itu jugalah yang harus dimiliki oleh seorang in-house counsel dalam melakukan pekerjaannya.

“Pintar atau tidak itu adalah subjektif. Tidak semua orang diberikan gift berupa kepintaran, banyak juga orang rajin yang bisa mengalahkan orang pintar. Begitupun menjadi seorang in-house counsel, seseorang tidak perlu pintar melainkan harus update, memiliki willingness untuk belajar yang tinggi, punya kemauan dan spend time untuk mengerti dan memahami peraturan. Tidak lupa legal interpretation yang baik karena kalau tidak punya itu akan berbahaya yang nantinya akan menimbulkan masukan yang misleading,” ujar alumni magister hukum Leiden University ini.

Mengawali karier sebagai senior legal counsel hingga menempati posisi head of legal di Buku Warung membuat Filza tidak menyesali perpindahan kariernya yang berawal dari seorang lawyer di kantor hukum hingga menjadi in-house counsel di perusahaan.

Hukumonline.com

Pada gelaran Hukumonline In-House Counsel Awards 2023 lalu, Filza dinobatkan sebagai pemenang dalam kategori Indonesia’s Most Respected In-House Counsel 2023 bidang E-commerce & Internet. Foto: RES

Baginya, setiap hari melakukan pekerjaan sebagai in-house counsel adalah hari-hari di mana ia terus belajar. Ia banyak belajar secara holistik dan belajar mengenai bisnis dari bawah hingga atas berikut dengan risiko di lapangan.

“Ilmu menjadi in-house counsel ini mahal sekali, dulu saya tidak pernah merasa menjadi in-house akan se-rewarding ini. Kalau dilihat dari gengsi mungkin memang menjadi lawyer memang bergengsi tetapi in-house lebih rewarding dan ilmunya justru saya belajar lebih banyak. Saya di sini mendapat business knowledge dan business insight yang luar biasa,” kata dia.

Belajar dari Filza, tidak ada salahnya bertukar karier meski dirasa telah mapan pada karier sebelumnya. Lewat mencoba hal-hal baru, bukan tidak mungkin akan ada hal besar yang menanti dan lebih banyak didapat dari pada sebelumnya. Pada gelaran Hukumonline In-House Counsel Awards 2023 lalu, ia pun dinobatkan sebagai pemenang dalam kategori Indonesia’s Most Respected In-House Counsel 2023 bidang E-commerce & Internet.

“Jangan takut mencoba dan jangan memandang profesi itu kurang atau sebelah mata. Kalau kita belum mencoba kita belum tahu, jadi harus coba baru bisa kita melihat profesi ini. Selama menjadi in-house counsel selain update dari sisi hukum saya juga jadi sangat terbuka dengan pengetahuan bisnisnya. Bagi yang ingin memulai karier sebagai in-house counsel harus terbuka dengan banyak opsi yang ada dan jangan melimitkan diri sendiri,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait