Filosofi UU ITE Mestinya Dikembalikan Awal Pembentukan
Berita

Filosofi UU ITE Mestinya Dikembalikan Awal Pembentukan

Pemerintah diminta untuk segera mengajukan usulan revisi UU ITE kepada DPR agar dibahas secara bersama-sama.

Agus Sahbani
Bacaan 4 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus menilai filosofi dan tujuan dibuatnya UU No.19 tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) perlu dikembalikan pada niat awal pembentukannya.

"Filosofi dan tujuan dibuatnya UU ITE semestinya perlu dikembalikan pada niat awal pembentukannya yaitu memastikan transaksi elektronik atau e-commerce berjalan dengan baik dan hak-hak konsumen terlindungi," kata Guspardi dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (19/2/2021) seperti dikutip Antara.

Menurut dia, filosofi dibuatnya UU ITE untuk menjaga ruang digital Indonesia agar bersih, sehat, beretika, dan bisa dimanfaatkan secara produktif. Namun, dia menilai dalam pelaksanaannya UU ITE justru menimbulkan rasa ketidakadilan sebagaimana yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo.

"Saya menyambut baik usulan Presiden untuk merevisi UU ITE karena banyak pasal karet dan tidak berkeadilan serta penerapannya sering menuai kontra dan menimbulkan kegamangan dan kecemasan di tengah masyarakat," ujarnya.

Dia menilai keberadaan UU ITE selama ini sering dimanfaatkan untuk menjerat orang atau kelompok masyarakat kapan saja atas alasan yang subjektif. Menurut dia, penerapannya cenderung dijadikan alat membungkam daya kritis dari masyarakat yang berbeda pendapat.

"Sehingga penegakan hukum penerapan UU ITE selama ini menimbulkan kekhawatiran, kegamangan, dan kecemasan di tengah masyarakat dalam menyampaikan pendapatnya," kata dia. (Baca Juga: Sejumlah Alasan Pencemaran Nama Baik di Dunia Maya Perlu Dicabut dari UU ITE)

Politikus PAN itu menilai sejumlah pasal karet dalam UU ITE juga multitafsir dan lebih sering diinterpretasikan secara sepihak. Selain itu, pasal-pasal tersebut berpotensi digunakan untuk melaporkan atau saling lapor dan lebih dikenal dengan istilah "mengkriminalisasikan" dengan menggunakan UU ITE.

Karena itu, dia berharap hasil revisi UU ITE dalam penerapannya nanti jangan lagi membuat rasa khawatir dan kegamangan serta tidak menuai kontra di masyarakat. "Prinsip menjunjung tinggi rasa keadilan untuk masyarakat guna menjamin kebebasan menyampaikan pendapat harus menjadi nilai yang dikedepankan," kata Guspardi.

Buat kajian komprehensif

Menurutnya, arahan Presiden Joko Widodo untuk merevisi UU ITE harus ditindaklanjuti jajaran pemerintahan dengan membuat kajian komprehensif terhadap revisi UU tersebut. "Sebaiknya arahan Presiden tersebut ditindaklanjuti pemerintah dengan membuat kajian yang komprehensif terhadap revisi UU ITE. Hendaknya ruang aspirasi dan diskusi dari berbagai pakar dan elemen bangsa lainnya dibuka secara luas untuk mendapatkan masukan.”

Usulan revisi UU ITE yang disampaikan secara terbuka dan tegas oleh Presiden Jokowi harus direspons secara positif oleh DPR. Hal itu terutama untuk menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda, sehingga mudah diinterpretasikan secara sepihak. Guspardi meminta pemerintah untuk segera mengajukan usulan revisi UU ITE kepada DPR agar dibahas secara bersama-sama.  

"Prinsipnya kami di DPR menunggu usulan dari pemerintah, karena memang begitu mekanismenya," ujarnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo saat memberi arahan kepada Kapolri dan Panglima TNI, mengatakan banyaknya laporan masyarakat yang menjadikan UU ITE sebagai rujukan untuk memproses hukum seseorang berujung tak memenuhi rasa keadilan. Padahal, semangat dibentuknya UU ITE ini untuk menjaga ruang dunia maya agar tetap bersih, beretika, dan produktif.

“Penerapan UU ITE tak boleh menimbulkan rasa ketidakadilan bagi masyarakat,” ujar Presiden Jokowi di Istana Negara, sebagaimana disiarkan di Youtube Sekretariat Presiden, Senin (15/2) malam kemarin.

Untuk itu, jajaran Polri mesti menerjemahkan jerat pasal-pasal UU ITE secara hati-hati bila ingin menindaklanjuti laporan masyarakat. “Boleh jadi pasal-pasal dalam UU ITE yang dijadikan rujukan terhadap pelaporan bersifat multitafsir. Karenanya, perlu dibuat pedoman interpretasi resmi terhadap pasal-pasal dalam UU ITE biar jelas.”

Presiden juga meminta Kapolri sebagai pucuk pimpinan meningkatkan pengawasan terhadap jajaran di bawahnya agar penerapan UU ITE tetap konsisten, akuntabel, dan memberikan rasa keadilan bagi masyarakat. Dengan begitu, ruang dunia maya sebagai media dalam menyampaikan pendapat sebagai bagian dari demokrasi tetap terjaga.

“Negara kita adalah negara hukum yang harus menjalankan hukum yang seadil-adilnya, melindungi kepentingan yang lebih luas dan sekaligus menjamin rasa keadilan masyarakat,” pintanya.  

Apabila keberadaan UU ITE tersebut dirasakan belum dapat memberikan rasa keadilan, Presiden akan meminta kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk bersama merevisi UU ITE, sehingga dapat menjamin rasa keadilan di masyarakat. 

“Kalau Undang-Undang ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan, ya saya akan minta kepada DPR untuk bersama-sama merevisi Undang-Undang ITE ini karena di sinilah hulunya. Terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda yang mudah diinterpretasikan secara sepihak,” kata dia.

Dia menilai banyaknya laporan masyarakat yang menjadikan UU ITE sebagai rujukan untuk memproses hukum seseorang berujung tak memenuhi rasa keadilan. Padahal, semangat dibentuknya UU ITE ini untuk menjaga ruang dunia maya agar tetap bersih, beretika, dan produktif. “Penerapan UU ITE tak boleh menimbulkan rasa ketidakadilan bagi masyarakat,” tegasnya.

Untuk itu, jajaran Polri mesti menerjemahkan pasal-pasal UU ITE secara hati-hati bila ingin menindaklanjuti laporan masyarakat. “Boleh jadi pasal-pasal dalam UU ITE yang dijadikan rujukan terhadap pelaporan bersifat multitafsir. Karenanya, perlu dibuat pedoman interpretasi resmi terhadap pasal-pasal dalam UU ITE biar jelas.” (ANT)

Tags:

Berita Terkait