Kalau dalam proses permohonan pailit, ada kreditor dari kalangan buruh dan dari Ditjen Pajak, siapa yang harus didahulukan? Pertanyaan ini tak gampang dijawab. Ditjen Pajak pasti ingin piutangnya dikembalikan debitor. Demikian pula buruh, ingin gaji mereka dibayarkan dari boedel pailit.
Seminar kepailitan yang digelar Fakultas Hukum Universitas Surabaya (FH Ubaya) dan Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) di Surabaya, Jum’at (19/11) sengaja membahas “Utang Pajak vs Upah Buruh: Siapa Mendahulu?”. Berdasarkan rilis yang diterima Hukumonline, seminar ini sengaja digelar dilatarbelakangi adanya permasalahan dalam praktik antara Kreditor yang mempunyai kepentingan yang berbeda satu sama lain. Kondisi ini menuntut semua pihak (terutama kurator) harus mempunyai pengetahuan yang tepat dan benar untuk menentukan Kreditor mana yang harus didahulukan dalam pembayaran utang jika debitor pailit. Untuk itulah diperlukan penjelajahan kembali kepada pengaturan golongan Kreditor, yang tersebar dari Pasal 1311 sampai dengan Pasal 1138 KUH Perdata, UU No. 20 Tahun 2007 tentang Perpajakan, Putusan MK No. 67/PUU-XI/2013 Tahun 2013 hingga ke UU No. 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan.
Seminar ini akan berusaha memberikan uraian yang utuh dan sistematis mengenai urutan pembayaran terhadap Kreditor. Secara khusus akan memecahkan ketegangan yang sering terjadi dalam praktik kepailitan, yakni terjadinya „kompetisi tak sehat‟ antara utang pajak dengan upah buruh. Dengan terjawabnya permasalahan tersebut, maka diharapkan di masa-masa yang akan datang, ketengangan tersebut perlahan-lahan akan hilang sehingga proses kepailitan dapat berjalan lebih efektif dan efisien.
Hadir dalam seminar ini Ketua Umum AKPI, Jamaslin James Purba, Sekjen AKPI Imran Nating, dosen FH Ubaya Sudiman Sidabukke dan pengamat perpajakan Yustinus Prastowo.