Fenomena Postingan 'Peringatan Darurat' Pasca Putusan MK Soal Pilkada
Terbaru

Fenomena Postingan 'Peringatan Darurat' Pasca Putusan MK Soal Pilkada

Kesepakatan revisi UU Pilkada akan disahkan dalam Rapat Paripurna, Kamis (22/8/2024) besok.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Mendagri Tito Karnavian, Menkumham Supratman Andi Agtas bersama sejumlah anggota Baleg DPR melambaikan tangan kepada wartawan usai rapat kerja terkait pembahasan RUU Pilkada di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024). Foto: RES
Mendagri Tito Karnavian, Menkumham Supratman Andi Agtas bersama sejumlah anggota Baleg DPR melambaikan tangan kepada wartawan usai rapat kerja terkait pembahasan RUU Pilkada di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024). Foto: RES

Dunia media sosial sedang viral postingan gambar bertuliskan “Peringatan Darurat” dengan lambang garuda berwarna biru sebagai tanda bahaya. Postingan itu muncul bertepatan dengan tingginya tensi politik di Indonesia. Sebabnya, secara kilat Badan Legislasi DPR bersama pemerintah sepakat merevisi UU Pilkada dengan mengadopsi aturan batas usia calon kepala daerah sesuai Putusan MA No. 23/P/HUM/2024 yang menyebutkan syarat minimal usia 30 tahun bagi calon gubernur dihitung sejak pelantikan, bukan saat penetapan paslon, Rabu (21/8/2024). Kesepakatan revisi UU Pilkada itu akan disahkan dalam Rapat Paripurna, Kamis (22/8/2024) besok.

Padahal, keputusan itu bertentangan dengan Putusan MK No. 70/PUU-XXII/2024 yang menyatakan semua persyaratan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah termasuk syarat usia minimal harus ditentukan sebelum tahapan penetapan pasangan calon kepala daerah. Putusan MK ini baru saja dibacakan sehari sebelumnya pada Selasa (20/8/2024), yang menolak permohonan pengujian Pasal 7 Pasal ayat (2) huruf e UU Pilkada.   

Postingan tersebut bermula dari Jurnalis Senior Najwa Shihab dalam akun Instagram-nya. Dalam postingan tersebut, dia memberikan keterangan gambar atau caption “hanya ada satu kata...”. Postingan Najwa tersebut viral dan diikuti pengguna Instagram lain termasuk para pengamat hukum dan akademisi yang berisi nada kritikan tajam. Salah seorang yang memposting hal serupa yaitu Aktivis HAM Haris Azhar.

“Begal demokrasi depan mata demi anak bungsu,” tulis Haris dalam akunnya.

Baca Juga:

Kemudian, Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar juga mengunggah hal serupa. Dalam postingannya tersebut dia menuliskan “Mari nyalakan tanda bahaya. Terima kasih @matanajwa yg menaikkan ini. Memang, ini harus dinaikkan,” kutip Zainal Arifin Mochtar melalui akun pribadinya.

Dosen Hukum Tata Negara ini juga menulis dalam akun X-nya mengkritik langkah Baleg dan pemerintah. “Dear Pak dan Mas, Mbok ya kalo bermufakat jahat menipu rakyat cukup sekali di Pilpres-lah. Saat itu kami tolak, tapi karena sudah putusan MK ya gimana lagi. Masa di Pilkada, kalian mau menipu lagi dengan permufakatan jahat lainnya. Masa jatuh di dua lubang yang sama sih...,” kutip Zainal.

Tak ketinggalan Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Fathul Wahid turut memposting gambar bertuliskan “Peringatan Darurat” dengan lambang garuda berwarna biru diiringi bunyi alarm tanda darurat di akun instagramnya. Postingan ini dikomentari ratusan follower-nya yang isinya memberi dukungan moral untuk mengajak khalayak turun ke jalan memperjuangkan kepentingan rakyat.     

Lalu, Dosen Hukum Tata Negara FH Hukum Universitas Andalas sekaligus Managing Partner Themis Indonesia, Feri Amsari mengunggah postingan serupa dalam story Instagram-nya. Sebelumnya, dia juga menyampaikan kritiknya terhadap Baleg dan pemerintah.

“Analogi: MK itu adalah satpam komplek bernegara. Setelah banyak maling konstitusi, satpam menangkap maling dan membuat aturan baru keamanan. Eh Malingnya berasa berwenang merevisi aturan itu agar tetap bisa maling. Begitulah maling-maling di Baleg dan Presiden hari ini!” tulis Feri.

Tidak hanya perorangan, Indonesia Corruption Watch juga memposting gambar serupa dengan keterangan #ReformasiDihabisi #DaruratDemokrasi #kawalputusanmk. Kemudian, YLBH Indonesia juga menyampaikan aspirasinya terhadap kondisi saat ini. “Indonesia Darurat Demokrasi Jokowi-sekali lagi- secara terang-terangan membangun Dinastinya lewat pembajakan hukum. Demokrasi Indonesia telah dihabisi. Indonesia sudah kehilangan marwah Kenegaraannya. Masih ada yang nggak marah melihat negaranya di obrak abrik hari ini?” kritik YLBHI.

Sebelumnya, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi mengatakan putusan MA lebih jelas dan detail mengatur ketentuan tentang syarat usia pencalonan kepala daerah. Sementara putusan MK hanya menolak seluruh permohonan. Semua yang disampaikan anggota Baleg DPR terkait 2 putusan itu menurut Baidowi secara logika sudah benar, tapi ada norma hukum yang harus dirujuk.

“Mayoritas fraksi merujuk pada putusan MA, DPD juga begitu, pemerintah menyesuaikan (setuju dengan Baleg, red),” kata politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu saat memimpin rapat Panja RUU Pilkada, Rabu (21/8/2024).

Tags:

Berita Terkait