“Fee Lawyer” Hotma Sitompul di Kasus Bansos Ditelisik KPK
Utama

“Fee Lawyer” Hotma Sitompul di Kasus Bansos Ditelisik KPK

Hotma mengaku “fee lawyer” telah dikembalikan.

Aji Prasetyo
Bacaan 4 Menit
Pengacara Hotma Sitompul diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kemensos Matheus Joko Santoso dalam penyidikan kasus dugaan suap pengadaan bansos untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020. Foto: RES
Pengacara Hotma Sitompul diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kemensos Matheus Joko Santoso dalam penyidikan kasus dugaan suap pengadaan bansos untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020. Foto: RES

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kemarin memeriksa advokat senior Hotma Sitompul dalam perkara dugaan korupsi dana Bantuan Sosial yang juga menjerat mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara. Pelaksana tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan Hotma diperiksa berkaitan dengan profesinya sebagai advokat dan dugaan pemberian “fee lawyer”.

“Hotma Sitompul (Pengacara) didalami oleh tim penyidik KPK mengenai pengetahuannya terkait dengan adanya pembayaran sejumlah uang sebagai "fee lawyer" karena adanya bantuan penanganan perkara hukum di Kemensos saat itu.

Ali mengatakan “fee lawyer” tersebut diberikan oleh salah satu tersangka dalam perkara ini yaitu Adi Wahyono yang merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam kasus dana Bansos tersebut. Adi diduga sempat melarikan diri, namun beberapa hari kemudian ia menyerahkan diri kepada penyidik dan mengikuti proses hukum yang berlaku.

Hotma mengatakan bahwa Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mawar Sharon yang dikelolanya pernah diminta mantan Menteri Sosial Juliari P Batubara menangani kasus yang menyangkut anak di bawah umur. Menurutnya, anak tersebut menjadi korban kekerasan seksual. (Baca: Menanti Keseriusan KPK Terapkan Hukuman Mati Bagi 2 Mantan Menteri)

“Jadi Pak Menteri (Juliari Batubara) sangat perhatian pada kasus itu, dimintalah membantu di saat bansos-bansos ini saya mondar-mandir di Kemensos. Ngapain saya mondar-mandir di situ? Saya jelaskan semua demi kepentingan anak di bawah umur. Di mana pak menteri menaruh perhatian terhadap anak di bawah umur ini,” kata Hotma di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (19/2).

Hotma memang mengakui jika pihaknya menerima honor dari penanganan perkara tersebut. Namun ia mengklaim honorarium itu telah dikembalikan ke Kemensos. “Saya dengan jujur setelah selesai dapat honorarium Rp5 juta, Rp3 juta, Rp2 juta untuk 3 lawyer kita, kami kembalikan kepada anak di bawah umur itu,” katanya.

Selain Hotma, kemarin KPK juga memeriksa Elfrida Gusti Gultom         (Istri Matheus Joko Santoso). Menurut Ali Fikri ia penyidik melakukan penyitaan berbagai dokumen yang terkait dengan perkara sekaligus dikonfirmasi perihal perolehan harta dari suaminya di tahun 2020. Matheus juga merupakan salah satu tersangka dalam perkara ini.

Kemudian pihak lain yang juga diperiksa adalah Akhmat Suyuti (Ketua DPC PDIP Kab. Kendal). “(Saksi) didalami pengetahuannya terkait dengan adanya pengembalian sejumlah uang oleh saksi yang diduga diterima dari Tsk JPB (Juliari Peter Batubara) melalui perantaraan pihak lain,” terangnya.

Terkait perkara ini Ali juga menjelaskan pada Kamis (18/2), Tim Penyidik KPK telah selesai melakukan penggeledahan di dua lokasi berbeda terkait penyidikan perkara dugaan TPK suap dalam Pengadaan Bantuan Sosial Untuk Wilayah Jabodetabek Tahun 2020. Adapun lokasi penggeledahan bertempat di dua kantor perusahaan swasta  yang terletak di Bekasi Jawa Barat dan Jakarta.

“Barang bukti yang diamankan diantaranya berbagai dokumen dan alat elekronik  yang terkait dengan perkara. Selanjutnya barang bukti tersebut akan dilakukan analisa dan verifikasi mendalam untuk dilakukan penyitaan,” jelas Ali.

Sebelumnya KPK menetapkan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan sesuatu oleh Penyelenggara Negara atau yang mewakilinya di Kementerian Sosial RI terkait bantuan sosial (bansos) untuk wilayah Jabodetabek 2020.

“KPK menetapkan lima orang tersangka, sebagai penerima JPB (Juliari Peter Batubara), MJS (Matheus Joko Santoso), AW (Adi Wahyono) dan sebagai pemberi AIM (Ardian IM) dan HS (Harry Sidabuke)," kata Ketua KPK Firli Bahuri ketika itu.

Menurut Firli, pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama diduga diterima fee Rp12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari melalui AW dengan nilai sekitar Rp8,2 miliar. Pemberian uang tersebut, selanjutnya dikelola oleh Eko dan orang kepercayaan Juliari bernama Shelvy untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi Juliari.

Untuk periode kedua pelaksanaan paket bansos sembako, terkumpul uang fee dari Bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari.

Tersangka penerima Matheus dan Adi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Kepada Juliari disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sementara kepada tersangka pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Tags:

Berita Terkait