ESDM Kaji Dasar Hukum Konversi Solar ke BBG
Utama

ESDM Kaji Dasar Hukum Konversi Solar ke BBG

Bahan bakar perahu nelayan bermesin 15 pk rencananya akan dialihkan dari solar ke gas.

CR15
Bacaan 2 Menit
Kementerian ESDM. Foto: SGP
Kementerian ESDM. Foto: SGP

Dalam rangka pengurangan konsumsi BBM, pemerintah mencanangkan percepatan konversi BBM ke BBG. Percepatan tersebut dimulai dengan menyasar kalangan nelayan miskin. Rencananya, nelayan yang menangkap ikan dengan menggunakan perahu bermesin 15 pk akan dialihkan dari solar untuk menggunakan gas.

''Kita telah merancang bagaimana teknologi mesin dan gasnya bisa sederhana sehingga tidak merepotkan nelayan. Jadi, cukup diganti saja tanki solar dengan tabung gas LPG 3 kg dan disambungkan dengan converter ke mesinnya,'' jelas Staf Ahli Menteri ESDM Bidang Kelembagaan dan Perencanaan Strategis Ign. Wiratmaja Puja di Jakarta, Jumat (5/7).

Sayangnya, penggunaan LPG 3 kg bersubsidi tersebut diatur di dalam Perpres No. 104 Tahun 2007 hanya untuk penggunaan rumah tangga. Puja khawatir penggunaan gas LPG 3 kg untuk kebutuhan perikanan bisa menyalahi aturan karena dianggap bukan untuk rumah tangga. Oleh karena itu,pihaknya masih mengkaji apakah perlu dibuat Peraturan Menteri (Permen) sebagai dasar hukum baru untuk memberikan LPG bersubsidi bagi nelayan ataukah tidak.

''Meskipun dasar hukumnya masih dikaji kita tetap jalankan program percepatan ini. Antara lain kita siapkan converter dan tabung gas untuk nelayan. Sebanyak 800 untuk nelayan di Tanjung Jabung Barat, Jambi dan 300 untuk wilayah Pacitan, Jawa Timur,'' jelas Puja.

Ahli Ilmu Perundang-undangan Universitas Indonesia, Sony Maulana Sikumbang, mengingatkan bahwa persoalan substansial dasar hukum konversi BBM ke BBG untuk para nelayan bukanlah pada tataran istilah rumah tangga. Lebih jauh Sony mengkritisi materi yang diatur dalam Perpres.

"Perpres itu mengatur konversi dari minyak tanah ke gas, jadi kalau mau konversi dari solar ke gas harus ada dasar hukum baru," tegas Sony.

Namun demikian, kekosongan hukum dalam pengaturan konversi solar ke gas tidak serta merta dapat diselesaikan dengan mengeluarkan Permen. Sony menjelaskan ada perbedaan tingkatan antara Perpres dan Permen dalam struktur peraturan perundang-undangan.

Menurut Sony, jika Perpres tersebut mengatur konversi minyak tanah atas pertimbangan banyak dasar faktual maka peraturan tersebut lahir dari wewenang atribusian. Kewenangan tersebut hanya milik Presiden berdasarkan amanat Pasal 4 ayat 1 UUD 1945.

Sedangkan menteri, kata Sony, hanya dapat membuat aturan yang sifatnya delegasian, bukan atribusian. Artinya ada pasal dalam sebuah undang-undang yang memerintah menteri untuk membuat peraturan. "Paling tidak, menurut UU No. 12 Tahun 2011, ada undang-undang yang jadi dasar hukum bagi menteri," tutur Sony.

"Maka dalam pandangan ilmu perundan konversi solar ke gas harus diatur dalam Keputusan Presiden, bukan Peraturan Menteri," tambah Sony.

Tags: