Enam Terpidana Mati Ini Akan Dieksekusi 18 Januari
Utama

Enam Terpidana Mati Ini Akan Dieksekusi 18 Januari

Keluarga dari Brasil hendak datang, tetapi terkendala waktu.

Ali Salmande
Bacaan 2 Menit
Kapuspenkum Tony Spontana (paling kanan) saat mendampingi Jaksa Agung HM Prasetyo. Foto: RES
Kapuspenkum Tony Spontana (paling kanan) saat mendampingi Jaksa Agung HM Prasetyo. Foto: RES

Jaksa Agung M Prasetyo mengatakan akan segera mengeksekusi enam terpidana mati kasus narkotika pada 18 Januari mendatang pasca ditolaknya grasi yang diajukan para terpidana oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Prasetyo menjelaskan lima terpidana mati akan dieksekusi di Nusa Kambangan, sedangkan seorang terpidana mati akan dieksekusi di Boyolali. “Waktunya Insya Allah 18 Januari yang akan datang. Eksekusi akan dilaksanakan serentak,” ujarnya saat konferensi pers di Sasana Pradana Kejaksaan Agung (Kejagung), Kamis (15/1).

Lebih lanjut, Prasetyo menjelaskan bahwa enam terpidana mati terdiri dari empat pria dan dua wanita. Siapa sajakah mereka?

Nama

Usia/Jenis Kelamin

Warga Negara

Vonis

Pekerjaan

Grasi Ditolak

Namaona Denis

48 tahun/pria

Malawi

-       PN 2001

-       PK 2009

Swasta

30 Desember 2014

Marco Archer Cardoso Moreira

53 tahun/pria

Brazil

-       PN 2004

Pilot

30 Desember 2014

Daniel Enemuo

38 tahun/pria

Nigeria

-       PN 2004

-       Kasasi 2005

-       PK 2009

Tidak jelas

30 Desember 2014

Ang Kiem Soei alias Kom Ho

52 tahun/pria

Tidak jelas (Lahir di Fakfak Papua)

-       PN 2003

-       Kasasi 2003

-       PK 2006

Tidak jelas

30 Desember 2014

Tran Thi Bich Hanh

27 tahun/wanita

Vietnam

-       PN 2011

-       PT 2012

Tidak kasasi, langsung grasi mengaku salah dan minta ampun

Wiraswasta

30 Desember 2014

Rani Andriani alias Melisa Aprilia

Wanita

WNI (Cianjur)

-       PN 2000

-       PT 2003

-       Kasasi 2011

-       PK 2012

Tidak Jelas

30 Desember 2014

Sumber: Kejagung

Prasetyo menjelaskan seluruh aspek yang berkenaan dengan eksekusi pidana mati sudah nyaris final. Aspek yuridis, dari hak hingga upaya hukum baik biasa maupun luar biasa para terpidana, sudah terpenuhi. “Dari aspek teknis, kami juga sudah melakukan langkah koordinasi dengan BNN, Polri, Kanwil Kesehatan, Kanwil Hukum dan HAM dan pihak lapas sendiri,” ujarnya. 

“Semua sudah dilakukan. Dan semua merespon secara positif. Kami juga sudah tinjau lokasi. Semua sudah siap,” tambahnya.

Lebih lanjut, Prasetyo menjelaskan bahwa para terpidana mati sudah diberikan notifikasi terkait pelaksanaan hukuman mati ini dan sudah disiapkan rohaniawan dan dokter agar mereka bisa siap secara mental. Seluruh langkah teknis itu mengacu kepada UU No.2/PNPS/1964.

“Mereka juga sudah diberi tahu sejak 14 Januari kemarin. Menurut UU No.2/PNPS/1964 terpidana harus diberitahu tiga hari sebelum hari H eksekusi. Kami mendengar permintaan terakhir mereka,” jelasnya.

Salah satu permintaan terakhir dari salah satu terpidana mati adalah agar jasad mereka dipulangkan ke negara asal. Pihak Kejaksaan pun akan mengirim jasad mereka ke bandara terdekat untuk dijemput oleh pihak Kedubes yang bersangkutan. Sedangkan, untuk terpidana yang tidak jelas kewarganegaraannya akan dikebumikan di Indonesia.

Lebih lanjut, Prasetyo mengungkapkan bahwa pihak pemerintah Indonesia sempat mendapat informasi bahwa Presiden Brasil meminta agar eksekusi mati terhadap salah seorang warga negaranya, Marco Moriera untuk ditinjau kembali. “Saya mendapat informasi itu dari Menlu,” ujarnya.

“Presiden Jokowi hormati permohonan mereka, tetapi kita mempertimbangkan bahayanya narkotika yang sudah demikian mengancam,” ujarnya sambil menegaskan bahwa permintaan itu tidak bisa diluluskan oleh pemerintah Indonesia.

Permintaan Terakhir

Pengacara salah seorang terpidana mati Marco, Utomo Karim terlihat menyambangi gedung Kejaksaan Agung (Kejagung) bersama seorang pria yang disebut sebagai konsuler dari Kedutaan Brasil. “Saya mau ketemu pak Tony (Kapuspenkum Tony Spontana,-red), kalau bisa ketemu jaksa agung lebih baik,” ujarnya kepada Hukumonline.com di Gedung Kapuspenkum Kejagung usai konferensi pers, Kamis (15/1).

“Saya terlambat karena baru dari Nusa Kambangan bersama dengan konsuler,” ujar Utomo yang sempat terlihat mengikuti di saat-saat akhir konferensi pers berlangsung.

Utomo menjelaskan bahwa tujuan kedatangannya ke Kejagung adalah ingin menyampaikan permintaan terakhir kliennya yang ingin bertemu dengan keluarga sebelum dieksekusi. “Keluarganya mungkin baru Sabtu besok, Sabtu sore (17/1) di Jakarta. Kalau dia ke nusa kambangan sudah nggak ngejar,” ujarnya.

“Mereka (konsuler Brasil,-red) mau bicara supaya (Marco) bisa ketemu dengan keluarganya,” tambah Utomo.

Utomo menilai permintaan kliennya untuk bertemu dengan keluarga merupakan hal yang wajar. “Bukan hal yang aneh. Cuma jadi masalah karena jauh (dari Brasil,-red). Makanya perlu waktu,” tambahnya.

Sedangkan, Utomo dari tim kuasa hukum mencoba meminta pihak Kejaksan untuk memeriksa secara medis kliennya terlebih dahulu. “Kita ingin (Marco) dapat pemeriksaan medis melalui psikiater. Kan ini, dia apakah dalam keadaan waras atau tidak,” tandasnya.

Tags:

Berita Terkait