Enam Kesalahan Penerapan Bahasa dalam Peraturan
Berita

Enam Kesalahan Penerapan Bahasa dalam Peraturan

Bahasa peraturan harus ditulis dengan teliti dan hati-hati melebihi penulisan untuk kepentingan lain.

Inu
Bacaan 2 Menit
Enam Kesalahan Penerapan Bahasa dalam Peraturan
Hukumonline

Setidaknya ada enam ketidaktepatan penerapan kaidah bahasa yang ditemukan dalam peraturan-perundangan di Indonesia. Keenamnya adalah pemakaian huruf kapital, penulisan kata, dan pemakaian tanda baca. Kemudian, pemilihan kata, pemakaian ungkapan penghubung, dan perincian yang tidak sejajar.

 

Demikian bahan pemaparan Ebah Suhaebah dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional kala pendalaman materi di Direktorat Jenderal Perancangan Perundang-undangan, awal Desember 2011. “Bahasa Indonesia harus digunakan dalam peraturan perundang-undangan,” katanya seperti dikutip dari makalah.

 

Merujuk pada UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Ebah sampaikan bahasa peraturan perundang-undangan pada dasarnya tunduk pada kaidah tata bahasa Indonesia. Baik pembentukan kata, penyusunan kalimat, teknik penulisan, maupun pengejaannya.

 

Namun, kata Ebah, bahasa peraturan perundang-undangan memiliki corak tersendiri yang bercirikan kejernihan atau kejelasan pengertian, kelugasan, kebakuan, keserasian, dan ketaatan asas sesuai dengan kebutuhan hukum. “Baik dalam perumusan maupun cara penulisan,” imbuhnya.

 

Penjelasan Ebah mengacu pada UU No.24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan.

 

Pasal 26

Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 27

Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam dokumen resmi.

 

Pasal 31

(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia atau perseorangan warga negara Indonesia. 

(2) Nota kesepahaman atau perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang melibatkan pihak asing ditulis juga dalam bahasa nasional pihak asing tersebut dan/atau bahasa Inggris.

 

Ebah, lalu mencontohkan, kesalahan pemakaian huruf kapital. Seperti kerapnya menulis ‘Pengadilan Niaga’, yang seharusnya tidak ditulis dengan huruf kapital. Begitu pula dengan penulisan ‘Pemerintah Daerah’. Huruf kapital digunakan jika diikuti dengan nama tempat.

 

Kemudian, penulisan kata yang salah seperti, ‘kerjasama’ yang seharusnya ditulis ‘kerja sama’. Kemudian, salah menuliskan ‘antar daerah’ yang semestinya ditulis ‘antardaerah’. Lalu, penulisan ‘sumberdaya’ karena yang benar adalah ‘sumber daya’.

 

Dicontohkan Ebah mengenai pemilihan kata yang kerap tidak tepat dalam peraturan perundang-undangan. Seperti kalimat ‘Setiap orang yang membangun tanpa izin dikenakan sanksi administratif berupa …’

 

Kata dikenakan seharusnya ditulis dikenai. Sedangkan penulisan ‘dikenakan’ yang tepat seperti, ‘Sanksi administratif berupa … dikenakan kepada setiap orang yang membangun tanpa izin’.

 

Uniknya, lanjut Ebah, ditemukan dalam banyak peraturan, penulisan kata dengan asal kata ‘ubah’ sulit diganti. Seperti, penulisan ‘merubah’, yang seharusnya ditulis ‘mengubah’. Atau, kerap ditemukan penulisan kata ‘rubah’. Lalu, disoroti pula penulisan penyerapan kata atau frasa bahasa asing.

 

Menanggapi itu, pengajar ilmu perundang-undangan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Sony Maulana Sikumbang memberikan komentar. Pada prinsipnya, bahasa peraturan perundang-undangan menggunakan bahasa Indonesia. “Itu syarat dasar,” tuturnya ketika dihubungi, Kamis (8/12).

 

Bahasa perundang-undangan dia sampaikan menuntut kehati-hatian dan ketelitian melebihi penulisan untuk kepentingan lain. Namun, Sony menyatakan ada beberapa pasal yang rumusan-rumusan memang sulit untuk mengikuti kaedah bahasa Indonesia. Pasalnya, sudah menjadi kebiasaan dan jadi rumusan baku.

 

Dia teruskan, dalam batang tubuh satu peraturan perundang-undangan, memuat ketentuan umum, ketentuan materi, ketentuan pidana, ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup. Namun, ketentuan substanstif dalam satu peraturan perundang-undangan adalah pada ketentuan materi.

 

Oleh sebab itu, prasyarat kaedah bahasa yang baik dan benar berada di bagian ketentuan materi. Karena dalam ketentuan materi, menguraikan perintah-perintah, larangan yang ditujukan pada orang.

Tags: