Empat Problematika Notaris dalam Proses Gadai Saham
Utama

Empat Problematika Notaris dalam Proses Gadai Saham

Beberapa problematika yang ditemui dalam proses gadai saham dapat berisiko dilaporkannya notaris ke kepolisian ataupun pengadilan.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit
Seminar Online bertajuk 100 Pembicara Alumni Notariat UI, 100 Tahun Untuk Negeri, Jumat (28/6) lalu. Foto: FNH
Seminar Online bertajuk 100 Pembicara Alumni Notariat UI, 100 Tahun Untuk Negeri, Jumat (28/6) lalu. Foto: FNH

Salah satu cara untuk mendapatkan pinjaman secara cepat adalah gadai. Penjelasan mengenai gadai tertuang didalam Pasal 1150 KUHPerdata, yang menyatakan suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud, yang diserahkan kepadanya oleh seorang yang berutang atau oleh seorang lain yang bertindak atas nama orang yang berutang.

Salah satu benda tidak berwujud yang bisa digadaikan dalam saham. Notaris Anas Luthfi menjelaskan bahwa gadai saham diatur dalam Pasal 1153 KUHPerdata jo. Pasal 60 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT).

“Saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 UU PT kepada pemiliknya,” kata Anas dalam Seminar Online bertajuk “100 Pembicara Alumni Notariat UI, 100 Tahun Untuk Negeri,” Jumat (28/6) lalu.

Baca Juga:

Dia melanjutkan, saham dapat diagunkan dengan gadai atau fidusia sepanjang tidak ditentukan lain dalam AD PT. Gadai saham atau fidusia atas saham yang telah didaftarkan sesuai dg ketentuan UU wajib dicatat dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 UU PT.

Dalam gadai saham, kreditur pemegang gadai dilarang secara otomatis menjadi pemilik barang yang digadaikan jika debitur cidera janji (Pasal 1154 KUH Perdata), dan hak suara atas saham yang diagunkan dengan gadai atau fidusia tetap berada pada pemegang saham.

Gadai saham juga harus memenuhi dua syarat. Pertama, penyerahan barang gadai. Anas mengingatkan bahwa penyerahan barang-barang yang digadaikan kepada pemegang gadai bukan merupakan penyerahan yuridis atau bukan penyerahan yang mengakibatkan pemegang gadai menjadi pemilik.

“Pemegang gadai hanya berkedudukan sebagai pemegang saja, bukan sebagai pemilik (inbezitstelling). Jika saham yang digadaikan diperdagangkan dan tercatat di bursa, biasanya saham hanya dititipkan kepada pihak ketiga, yaitu lembaga Kustodian. Hal ini diatur dalam Pasal 1152 KUHPerdata),” imbuhnya.

Kedua, pemberitahuan dan pencatatan. Hak gadai atas benda-benda bergerak yang tak bertubuh, kecuali surat-surat tunjuk atau surat-surat bawa, diletakkan dengan pemberitahuan perihal penggadaiannya, kepada orang terhadap siapa hak yang digadaikan itu harus dilaksanakan.

Dalam hal objek gadai merupakan saham, lanjutnya, maka pemberitahuan itu ditujukan kepada perseroan yang mengeluarkan saham tersebut (Pasal 1153 KUH Perdata). Gadai saham wajib dicatat dalam daftar saham dan daftar khusus. Pendaftaran tersebut bertujuan agar pihak lain yang berkepentingan dapat mengetahui status saham yang digadaikan tersebut (Pasal 60 ayat (3) UU PT).

Namun dalam praktiknya, Anas mengaku notaris kerap menemui problematika dalam gadai saham. Problematika pertama adalah perjanjian gadai saham. Perjanjian gadai saham tidak diikuti dengan penyerahan fisik saham maupun resipis dan saham belum dicetak. Kemudian gadai saham tidak dicatat dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 UUPT, dan saham PT Tbk yang digadaikan belum ditarik dari perdagangan.

Selanjutnya adalah nilai saham mengalami penurunan yang sangat signifikan. Anas mengaku pertanyaan ini kerap disampaikan kepada notaris meskipun hal tersebut bukanlah domain dari notaris. Namun jika ini terjadi, biasanya pihak perbankan akan meminta jaminan pengganti atau jaminan tambahan.

Problematika dalam perjanjian gadai saham adalah terkait terkait eksekusi. Terdapat dua pilihan dalam eksekusi gadai yakni Parate Executie yang diatur dalam Pasal 1155 KUHPerdata, dan dengan perantara/izin hakim sebagaimana diatur dalam pasal 1156 KUHPerdata.

Saat melakukan eksekusi, yang terpenting adalah memperhatikan aturan yang berlaku dalam dua mekanisme eksekusi tersebut. Anas menegaskan bahwa parate executie berbeda dengan eksekusi yang diatur dalam hak tanggungan. Dalam eksekusi hak tanggungan, penjualan barang jaminan bisa dilakukan melalui lelang ataupun dibawah tangan.

“Kalau parate executie dalam Pasal 1155 KUHPerdata, kita bisa mengeksekusi tetapi harus melalui kantor lelang. Di lapangan problem ini muncul banyak sekali, dijual di bawah tangan,” jelasnya.

Problematika kedua adalah terkait kuasa memberikan suara saham dan menghadiri RUPS. Anas mengatakan tidak semua notaris mau membuatkan berita acara RUPS dengan kuasa seperti ini. praktik smacam ini rawan dan sangat sering digugat ke pengadilan bahkan dilaporkan ke kepolisian, mengingat yang digadaikan adalah saham, tapi hak suara tetap ada di tangan pemilik saham (Pasal 52 ayat (1) UU PT).

Ketiga, kuasa menjual saham. Sama halnya dengan kuasa memberikan saham, tidak semua notaris mau membuatkan berita acara jual beli saham dengan kuasa seperti ini. Pasalnya, hal ini rawan dan sangat sering digugat ke pengadilan bahkan dilaporkan ke kepolisian, mengingat penjualan saham sudah masuk ranah eksekusi.

Keempat, pengalihan hak atas dividen. Dalam praktik hal ini sulit dilakukan karena biasanya pemegang saham menjadi pengurus atau terafiliasi dengan pengurus PT.  

“Dalam beberapa kasus pelaksanaan pengalihan hak atas dividen justru berujung gugatan ke pengadilan bahkan dilaporkan ke kepolisian, mengingat dianggap sudah masuk ranah eksekusi,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait