Empat Langkah Pemerintah Hapus Penggunaan Merkuri
Berita

Empat Langkah Pemerintah Hapus Penggunaan Merkuri

Selain meminta penghapusan penggunaan merkuri untuk penambangan emas skala besar, Jatam mengusulkan pemerintah melakukan moratorium pembangunan PLTU batubara dan pabrik semen serta izin tambang emas baru.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Sejumlah massa yang tergabung dalam Aliansi Indonesia menggelar aksi budaya di kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Jakarta, Kamis (6/4). Foto (ilustrasI)
Sejumlah massa yang tergabung dalam Aliansi Indonesia menggelar aksi budaya di kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Jakarta, Kamis (6/4). Foto (ilustrasI)

Pemerintah berupaya mengurangi dan menghapus penggunaan merkuri sebagai zat/bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar menegaskan pemerintah berkomitmen mengatur merkuri sebagaimana tertuang antara lain melalui Peraturan Presiden (Perpres) No.21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri.

 

Siti menjelaskan Indonesia telah meratifikasi Konvensi Minamata pada 22 September 2017 dan menjadi salah satu negara pihak yang paling awal meratifikasi konvensi. Tercatat ada 5 negara di Asia Tenggara yang meratifikasi Konvensi Minamata yaitu Indonesia, Laos, Singapura, Thailand dan Vietnam. Pemerintah juga aktif dalam forum internasional seperti Konferensi The 3rd Meeting of the Conference of the Parties to the Minamata Convention on Mercury (COP-3 Minamata) yang akan berlangsung di Jenewa dalam waktu dekat.

 

''Pemerintah Indonesia sangat mementingkan masalah merkuri. Melalui Peraturan Presiden No. 21 Tahun 2019, Indonesia menjadi salah satu negara pertama yang mengumumkan rencana nasional untuk menghapus merkuri,'' kata Siti sebagaimana dikutip laman menlhk.go.id, Senin (25/11/2019). Baca Juga: Perpres Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri  

 

Siti memaparkan merkuri merupakan persoalan serius yang dihadapi Indonesia. Pertambangan emas skala kecil di daerah masih menggunakan merkuri, misalnya di gunung Botak Maluku, Lore Rindu, Papua, NTB, Jawa Barat, Jawa tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, dan Sumatera Barat.

 

Perpres No.21 Tahun 2019 menargetkan pengurangan penggunaan merkuri di sektor manufaktur sebesar 50 persen dan 33,2 persen di sektor energi pada tahun 2030. Kemudian penghapusan merkuri 100 persen tahun 2025 untuk pertambangan emas skala kecil dan tahun 2020 untuk bidang kesehatan. Siti menekankan sebagai bukti keseriusan pemerintah untuk menghilangkan merkuri tahun 2021, Indonesia akan menjadi tuan rumah COP-4 yang akan digelar di Bali.

 

''Ini juga menjadi cerminan dari komitmen serius Indonesia untuk menghilangkan merkuri. Dengan menjadi tuan rumah COP 4 di Bali, diharapkan sejumlah besar negara pihak, masyarakat sipil, industri, komunitas akademik, dan pemangku kepentingan lainnya termasuk media dapat berbagi pengalaman, bertukar pandangan, dan mengumpulkan dukungan global sebanyak mungkin untuk mengatasi merkuri,'' jelas Menteri Siti.

 

Lebih lanjut, Siti menguraikan sedikitnya ada 4 langkah atau tahapan yang dilakukan pemerintah untuk menghapus penggunaan merkuri. Pertama, pada alat kesehatan seperti termometer, pengukur tekanan darah, dan tambal gigi amalgama, serta alat medis lain yang menggunakan merkuri secara bertahap dilarang masuk fasilitas kesehatan mulai tahun 2020.

 

Kedua, pemerintah menggulirkan program transformasi sosial, ekonomi, dan lingkungan bagi komunitas pertambangan emas skala kecil untuk beralih ke pekerjaan baru. Pemerintah akan menyediakan alternatif pekerjaan baru serta konfigurasi bisnisnya. Seperti di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, penambang telah dialihkan ke praktik pertanian agroforestri dan agrosilvopasture.

 

Ketiga, pemerintah terus melakukan sosialisasi penerapan teknologi sebagai proses alternatif dalam kegiatan pertambangan emas skala kecil untuk menghilangkan penggunaan merkuri. Siti mengatakan telah dilaksanakan 9 proyek percontohan di 9 provinsi dengan dukungan Kanada.

 

Keempat, pemerintah terus melakukan penegakan hukum pada praktik penggunaan merkuri ilegal. Penegakan hukum dilakukan Ditjen Gakkum KLHK bekerja sama dengan Polri, Kejaksaan, dan pemerintah daerah.

 

Target rendah

Koordinator Jatam Merah Johansyah berpendapat Perpres No.21 Tahun 2019 merupakan mandat UU No.11 Tahun 2017 tentang Pengesahan Ratifikasi Konvensi Minamata. Tapi, target yang ditetapkan dalam Perpres itu sangat rendah, terutama untuk penghapusan merkuri sektor energi hanya 33,2 persen pada 2030. Baginya, ini tidak seimbang dengan bahaya merkuri yang dipaparkan melalui PLTU Batubara dan pabrik Semen.

 

“Kedua industri itu merupakan 3 besar penghasil emisi merkuri selain penambangan emas,” kata Merah Johansyah ketika dikonfirmasi, Selasa (26/11).

 

Merah mengusulkan target yang ditetapkan Perpres No.21 Tahun 2019 harusnya lebih besar. Target yang rendah justru tidak sesuai dengan komitmen konvensi Minamata. Selain itu, Perpres hanya menargetkan penurunan emisi merkuri dari penambangan emas skala kecil, sementara tidak ada target untuk penambangan emas skala besar yang terbukti menggunakan merkuri.

 

“Bagaimana penambangan emas skala besar yang menggunakan merkuri seperti kasus di Poboya, Palu yang diduga menggunakan merkuri dan Sianida dan menadah bahan tambang dari penambangan emas skala kecil,” ungkap Merah.

 

Selain meminta penghapusan penggunaan merkuri untuk penambangan emas skala besar, Merah mengusulkan pemerintah melakukan moratorium pembangunan PLTU batubara dan pabrik semen serta izin tambang emas baru. “Ini solusi yang tepat dengan komitmen ratifikasi konvensi Minamata. Bukan sekedar membuat Perpres yang isinya “diskon” kepada pelaku usaha pengguna merkuri,” katanya.

Tags:

Berita Terkait