Empat Kementerian Godok ToR Hilirisasi Tambang
Berita

Empat Kementerian Godok ToR Hilirisasi Tambang

Jika pemerintah serius hilirisasi dapat memberikan nilai tambah ekspor, lapangan pekerjaan dan memperkuat neraca perdagangan.

CR15
Bacaan 2 Menit
Empat Kementerian Godok ToR Hilirisasi Tambang
Hukumonline

Saat ini empat kementerian yang terkait dengan program hilirisasi tambang tengah menggodok Term of Reference (ToR) atau panduan implementasi UU No.4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Thamrin Sihite, mengatakan ToR tersebut nantinya menjadi sarana penyamaan persepsi sejumlah kementerian seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

"ToR ini untuk menentukan posisi kami, artinya agar satu suara," ujarnya.

Dalam ToR itu, akan diatur mengenai kewajiban memurnikan bijih logam dalam negeri dan pelarangan ekspor bijih pada 2014. UU Minerba menyatakan bahwa pemurnian logam merupakan kewajiban dan harus dilakukan di dalam negeri. Dengan demikian, menurut Thamrin, pengusaha dapat melakukan konsorsium untuk membangun pabrik pemurnian di dalam negeri.

Thamrin juga memastikan, pekan depan atau setidaknya pekan ini, empat kementerian akan membicarakan tentang renegosiasi yang salah satunya membahas mengenai pemurnian. "Pemurnian yang ada di dalam negeri artinya sampai menjadi logam," ujarnya.

Dengan adanya pengaturan mengenai kewajiban tersebut, nantinya terhitung mulai 12 Januari 2014 tidak ada perusahaan yang boleh mengekspor konsentrat lagi. Namun, sesuai dengan kebijakan ekspor tambang, perusahaan tambang yang belum bisa membangun pabrik pemurnian sendiri diperbolehkan untuk membentuk konsorsium.

“Pemerintah juga tengah menggodok wacana menaikkan bea keluar hingga 60% jika melakukan ekspor untuk pengusaha yang telah melakukan komitmen membuat smelter,” tambah Thamrin.

Selain pemurnian logam, di dalam ToR itu nantinya akan diatur ketentuan mengenai pengolahan batu bara. Pengolahan yang dimaksud antara lain, misalnya dengan menaikkan kadar kandungan batu baranya. Pengolahan batu bara juga dapat berupa pencucian atau mengubah ukuran batu bara.

Program hilirisasi tambang mineral telah dicanangkan sejak awal tahun ini. Presiden Susilo Bambang Yudyono telah meminta Kementerian Perindustrian (Kemenperin) agar menyusun cetak biru (blue print) dan peta jalan (roadmap) industri dan hilirisasi tambang mineral. Atas dasar roadmap itu, kementerian lain bisa menyusun programnya.

Namun, Anggota Fraksi Golkar dan Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Harry Azhar Azis menilai implementasi kebijakan hilirisasi industri telah jauh dari harapan. Menurutnya, hal ini menjadi faktor yang cukup berperan membuat bobroknya fundamental ekonomi Indonesia akhir-akhir ini.

“Bisa dikatakan hilirisasi ini sudah berantakan, karena tidak ada ketegasan. Kita sinyalir ada main mata antara pengambil kebijakan dan pengusaha industri hulu dan tambang. Makanya tarik ulur terus dan tidak ada yang jadi ini barang. Kementerian ESDM harus tegas terhadap pengusaha atau investor tambang,” tegas Harry.

Harry mengingatkan, batas waktu implementasi UU Minerba hanya tersisa empat bulan. Menurutnya, tidak mungkin pembangunan smelter dapat disulap dalam empat bulan ke depan. Berdasarkan perhitungan Harry, setidaknya proyek pembangunan smelter, membutuhkan waktu tiga tahun.

Pasal 170 UU Minerba menyebutkan, pemegang kontrak karya yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian selambat-lambatnya lima tahun sejak UU diberlakukan. Dengan UU Minerba diundangkan pada 12 Januari 2009, maka paling lambat pada 12 Januari 2014, pengusaha tambang sudah memulai operasional smelter-nya.

“Jika pemerintah serius, program ini dapat memberikan nilai tambah ekspor, lapangan pekerjaan, dapat memperkuat neraca perdagangan yang mengalami defisit sebesar US$1,33 miliar tahun 2012,” ucapnya.

Tags:

Berita Terkait