Eksepsi Ditolak Fredrich Bertindak
Berita

Eksepsi Ditolak Fredrich Bertindak

Fredrich ajukan banding (keberatan) putusan sela, hingga ancaman tidak hadir dan mogok bicara di persidangan berikutnya.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Fredrich Yunadi. Foto: RES
Fredrich Yunadi. Foto: RES

Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menolak nota keberatan atau eksepsi yang diajukan Fredrich Yunadi atas surat dakwaan penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Majelis dalam putusan selanya, memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan pokok perkara.

"Mengadili menyatakan keberatan atau eksepsi penasihat hukum dan terdakwa tidak diterima, memerintahkan penuntut umum pada KPK untuk melanjutkan pemeriksaan perkara atas nama terdakwa Fredrich Yunadi, menangguhkan biaya perkara sampai dengan putusan akhir," kata Hakim Ketua Syaifudin Zuhri di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (5/3/2018).  

Dalam eksepsinya, Fredrich menganggap Pengadilan Tipikor tidak berwenang memeriksa perkara ini karena Pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor bukanlah kasus korupsi dan masuk dalam ranah pengadilan umum. Namun menurut hakim, Pasal 21 yang didakwakan tidak bisa terpisah dari bagian UU Pemberantasan Tipikor meskipun sebelumnya merupakan delik umum, sehingga Pengadilan Tipikor berhak menyidangkan perkara ini.

Kemudian terkait advokat mempunyai hak imunitas yang menurut majelis bisa hilang ketika tidak memiliki iktikad baik. "Apakah terdakwa dalam membela Setya Novanto sebagai kliennya beritikad baik atau tidak harus diperiksa dalam saksi-saksi pemeriksaan pokok perkara," terang hakim.

 

Hakim juga tidak sependapat dengan Fredrich melalui eksepsinya yang menyebut surat dakwaan jaksa tidak jelas dan juga tidak lengkap. Menurut majelis dakwaan penuntut umum sudah memenuhi syarat sebagaimana Pasal 143 KUHAP dengan mencantumkan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal dan juga agama Fredrich sebagai terdakwa dan juga telah mencantumkan waktu dan tempat terjadinya dugaan tindak pidana.

 

"Eksepsi pribadi yang terdiri dari 80 poin pada pokoknya sama dengan yang diajukan kuasa hukumnya, sehingga majelis hakim tidak akan mempertimbangkan lagi," jelas hakim. Baca Juga: Tak Ada Putusa Etik Peradi, Jadi Salah Satu Materi Eksepsi Fredrich Yunadi

 

Dalam eksepsi pribadinya majelis menceritakan kronologis perkara sejak keluarnya Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Setya Novanto dalam kasus e-KTP mulai dari pendampingan, hingga dirinya tidak lagi menjadi kuasa hukum, menurut majelis telah masuk dalam pokok perkara. Sehingga perlu pemeriksaan lebih lanjut dalam sidang materi pokok perkara untuk membuktikan hal tersebut.

 

“Eksepsi terdakwa pribadi dalam poin 1-75 yang menceritakan kronologis perkara, sejak keluarnya sprindik Setnov dalam kasus korupsi e-KTP, terdakwa melakukan pendampingan, membantu mencarikan RS, dan seterusnya, eksepsi tersebut telah masuk ke ruang lingkup pokok perkara.”

 

Perihal dugaan penyalahgunaan wewenang pimpinan dan penyidik KPK yang tertera dalam eksepsi pribadinya dianggap hakim bukan merupakan ruang lingkup dari nota keberatan. Karena itu, keberatan Fredrich dan penasehat hukumnya dianggap tidak mempunyai alasan hukum yang kuat, sehingga tidak dapat diterima. Dan sidang dengan agenda pokok perkara haruslah dilanjutkan.

 

Ajukan banding

Mendengar putusan sela, Fredrich tidak terima begitu saja dan langsung mengajukan banding. "Siap, kami mengerti dan kami langsung menyatakan banding atas putusan sela tersebut," kata Fredrich dalam persidangan.

 

Hakim menyatakan sebenarnya tidak ada aturan hukum yang jelas mengenai banding putusan sela, (tetapi perlawanan). Meskipun begitu, ia menyarankan upaya perlawanan tersebut bisa dilakukan dengan berpedoman pada Pasal 156 KUHAP dengan catatan menunggu proses pemeriksaan perkara selesai dilakukan.

 

Pasal 156 KUHAP

(4) Dalam hal perlawanan yang diajukan oleh terdakwa atau penasihat hukumnya diterima oleh pengadilan tinggi, maka dalam waktu empat belas hari, pengadilan tinggi dengan surat penetapannya membatalkan putusan pengadilan negeri dan memerintahkan pengadilan negeri yang berwenang untuk memeriksa perkara itu;

(5) a. Dalam hal perlawanan diajukan bersama-sama dengan permintaan banding oleh terdakwa atau penasihat hukumnya kepada pengadilan tinggi, maka dalam waktu empat belas hari sejak ia menerima perkara dan membenarkan perlawanan terdakwa, pengadilan tinggi dengan keputusan membatalkan keputusan pengadilan negeri yang bersangkutan dan menunjuk pengadilan negeri yang berwenang;

b. Pengadilan tinggi menyampaikan salinan keputusan tersebut kepada pengadilan negeri yang berwenang dan kepada pengadilan negeri yang semula mengadili perkara yang bersangkutan dengan disertai berkas perkara untuk diteruskan kepada kejaksaan negeri yang telah melimpahkan perkara itu.

 

Fredrich juga meminta majelis untuk memeriksa keabsahan penyidik KPK sebelum masuk dalam pokok perkara. Mantan kuasa hukum Novanto ini juga meminta majelis memanggil Direktut Penyidikan KPK Aris Budiman dan Deputi Penyidikan yang saat ini telah menjabat sebagai Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Heru Winarko.

 

"Terdakwa sudah sampaikan tadi, kami akan ambil sikap, permohonan periksa materi praperadilan dinyatakan gugur, kami tidak terima dalam praktek tidak pernah ada, hukum acara tidak mengatur itu," jawab majelis merespon permintaan tersebut.

 

Permintaan Fredrich lainnya untuk menghadirkan komisioner dan penyidik karena dianggap memalsukan surat juga tidak dapat diterima oleh majelis. Hakim menyarankan Fredrich meyakini adanya pemalsuan, maka ia bisa menempuh jalur hukum sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku.

 

"Kami berpegang pada putusan sela, perkara ini kami perintahkan dilanjutkan dengan pemeriksaan pokok perkara," tegasnya.

 

"Jadi kalau memang majelis hakim berpendapat begini kami tidak akan menghadiri sidang lagi Pak. Silakan Pak. Ini hak saya sebagian terdakwa. Saya punya Hak Asasi Manusia. Mohon saya dihormati. Bapak punya hak menolak tetapi saya punya landasan hukum bahwa saya minta supaya majelis hakim ini mempertimbangkan. Kalau sekarang bapak memaksakan dari kehendak bapak. Kami menyatakan sidang selanjutnya saya tidak akan hadir," jawab Fredrich yang tampak kecewa dengan putusan hakim.

 

Majelis hakim pun coba menenangkan Fredrich dengan berharap ia akan tetap hadir pada sidang lanjutan berikutnya. Namun Fredrich bersikeras ia menolak hadir dalam persidangan berikutnya, meskipun jika ia dipaksa hadir, maka dirinya enggan mendengar dan memberi komentar. "Saya akan tetap gak. Meskipun saya dipaksakan hadir saya tidak akan bicara dan saya tidak akan mendengarkan. Silakan. Karena itu Hak Asasi Manusia.”

 

Sempat terjadi sahut menyahut antara Fredrich yang tetap bersikukuh dengan permintaannya dan majelis dengan keputusannya. Meskipun pada akhirnya sidang ini tetap dilanjutkan dengan pemeriksaan pokok perkara pada 15 Maret 2018 mendatang.

Tags:

Berita Terkait