Eksekusi Tuti, Arab Saudi Tak Patuhi Konvensi Wina
Pojok MPR-RI

Eksekusi Tuti, Arab Saudi Tak Patuhi Konvensi Wina

Karena lemahnya perlindungan pemerintah Indonesia kepada TKI.

RED
Bacaan 2 Menit
Foto: Humas MPR
Foto: Humas MPR

“Kita perlu menciptakan lapangan kerja agar pencari kerja tidak perlu mencari rejeki di luar negeri". Pernyataan itu meluncur dari bibir anggota MPR dari Fraksi PAN, Yandri Susanto dalam sebuah diskusi Empat Pilar bertema 'Tunik Tenaga Kerja Indonesia' di Komplek Gedung Parlemen, Senin (5/11). Menurutnya tak ada alasan pemerintah  memasukan tenaga kerja asing sepanjang masyarakat  dalam negeri masih membutuhkan lapangan kerja.

 

Yandri berpandangan hukuman mati yang menimpa Tuti Tursilawati di Arab Saudi mengagetkan semua pihak. Apalagi pemerintah tidak diberi notifikasi atau pemberitahuan. Padahal kasus yang menyandung Tuti sudah terbilang lama. Dirinya prihatin atas musibah yang menimpa TKI asal Majalengka, Jawa Barat, itu. Berdasarkan  kronologis sebenarnya, Tuti membela diri atas kejahatan yang dilakukan oleh majikannya.

 

“Dia membela diri karena diperkosa," katanya.

 

Menurut Yandri, Tuti pastinya tak akan melakukan hal yang demikian bila tidak ada sesuatu yang mengancam dirinya. Sebab TKI terkenal dengan kesantunannya, apalagi di negara orang. “Tuti tidak melakukan secara serta merta," katanya.

 

Anggota Komisi II DPR ini pun mengaku heran mengapa majikan yang melakukan tindakan seperti itu malah tidak diproses secara hukum. Oleh karena itu permasalahan tersebut tak boleh dianggap tinggal diam. Pemerintah mesti bergerak cepat dan protes keras terhadap pemerintah Saudi. “Arab Saudi sangat disayangkan tidak melihat asal muasal kejadian," katanya.

 

Eksekusi mati yang terjadi pada Tuti maupun TKI lainnya, disebut sebagai wujud lemahnya perlindungan pemerintah Indonesia kepada TKI. Kasus hukuman mati yang mengancam TKI menurutnya tak hanya terjadi di Arab Saudi namun juga di negara Arab lainnya, Malaysia, bahkan China, dengan berbagai kasus.

 

Agar perlindungan TKI bisa maksimal, Yandri menginginkan agar bangsa Indonesia meningkatkan daya tawarnya. “Kita berharap siapapun pemimpinnya bisa melindungi TKI. Agar kejadian tak terulang maka pemerintah diharap menginventarisir siapa-siapa lagi, TKI, yang akan terkena hukuman serupa dengan Tuti," ujarnya. 

 

Selanjutnya, masih kata Yandri, pemerintah harus berperan aktif. selain itu, pemerintah dalam melakukan perlindungan atau hubungan diplomasi, didorong tak hanya dilakukan secara formal, pertemuan tokoh informal seperti mempertemukan ulama besar juga merupakan salah satu siasat melindungi TKI.

 

Di tempat yang sama, anggota MPR dari Fraksi Partai Golkar, Ichsan Firdaus  berpandangan nota kesepemahaman Indonesia dengan Arab Saudi soal TKI sudah dijalin. Namun diakui negara kaya minyak itu tidak menjalankan hukum internasional, yakni ‘Konvensi Wina’. Untuk itu, perlunya koordinasi dengan semua pihak agar Arab Saudi mematuhi Konvensi Wina. Ichsan menyebut sebenarnya dalam masalah ancaman hukuman mati, di antara TKI ada yang dibebaskan sehingga lepas dari hukuman itu.

 

Diakui pemerintah saat ini tengah moratorium TKI namun kalau melihat fenomena masyarakat di Sukabumi, Indramayu, Cirebon, dan daerah lainnya, ada keinginan moratorium itu dicabut. Menanggapi yang demikian dirinya menegaskan moratorium jangan dicabut sebelum betul-betul ada perlindungan yang kuat. Untuk menciptakan kondisi yang demikian maka bangsa ini perlu mempunyai ’bargaining’ yang kuat. Untuk melindungi TKI tak hanya ada kepastian hukum namun juga mengubah pola pengiriman tenaga kerja dari yang unskill menjadi skill.

 

“Kita sudah mengirim tenaga kerja ke Korea Selatan dan Australia yang berdasarkan man power,” tuturnya.

 

Perwakilan BNP2TKI  Fredy Panggabean berpendapat, sebenarnya pemerintah telah melakukan banyak langkah untuk melindungi TKI. Sayangnya, kata Fredy, informasinya  tidak sampai kepada wartawan.Dirinya berharap agar kasus yang menimpa Tuti tak terulang. “Kita akan mendampingi agar tak kecolongan lagi," pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait