Eks Walkot Gunakan Putusan MK untuk Ajukan Praperadilan
Berita

Eks Walkot Gunakan Putusan MK untuk Ajukan Praperadilan

Ilham Sirajudin, Wali Kota Makasar gunakan putusan MK sebagai dasar Permohonan Praperadilan atas penetapannya sebagai tersangka.

HAG
Bacaan 2 Menit
Gedung PN Jaksel. Foto: SGP
Gedung PN Jaksel. Foto: SGP

Sidang praperadilan atas Ilham Arif Sirajudin, Wali Kota Makasar Periode 2009-2014, Senin (4/5), digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan agenda pembacaan permohonan.

Melalui permohonan yang dibacakan dalam persidangan oleh kuasa hukumnya Robinson, Ilham meminta agar hakim menyatakan penetapan tersangka atas Ilham yang ditetapkan oleh KPK tidak sah. Dalam dasar hukum permohonan, Ilham menggunakan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.21/PUU-XII/2014 yang menyatakan penetepan tersangka, penyitaan dan penggeledahan masuk objek praperadilan.

Putusan MK tersebut sebelumnya belum masuk dalam permohonan yang didaftarkan kepada panitera. Namun dalam sidang tersebut Robinson mengajukan perbaikan atas permohonan, salah satunya dengan memasukan putusan MK tersebut sebagai dasar hukum.

“Perbaikan Permohonan Yang Mulia, penambahan angka 1 huruf f yaitu Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai dasar hukum karena sebelum permohonan ini didaftarkan putusan tersebut belum ada, sehingga kami ajukan perbaikan,” ujar Robinson.

Kemudian Hakim Tunggal, Yuningtyas Upiek menerima perbaikan dengan meminta pemohon membacakan perbaikan tersebut. “Ya, perbaikannya dibacakan saja,” ujar Yuningtyas.

Perbaikan permohonan tersebut mendapat tanggapan dari Tim Kuasa Hukum KPK (Termohon), Rasamala Aritonang. Rasamala meminta pemohon mengajukan permohonan ulang dikarenakan ada banyak perbaikan yang dilakukan oleh Pemohon. “Sebaiknya pemohon mengajukan permohonan ulang dikarenakan banyaknya perbaikan permohonan, selain itu kami hanya menyiapkan jawaban atas permohonan yang sebelumnya bukan permohonan atas perbaikan ini,” pinta Rasamala.

Untuk diketahui, Pemohon meminta penetapannya sebagai tersangka tidak sah dikarenakan penetapan tersangka atas pemohon dilakukan sebelum termohon melakukan penyidikan yang pemeriksaan saksi. "Bahwa pemohon pada hari Rabu tanghal 7 Mei 2014, yakni sekitar 18 jam sebelum berakhir masa jabatan sebagai walikota Makasar ditetapkan sebagai tersangka dengan sangkaan melakukan tindak pidana korupsi, barulah dilakukan tindakan penyidikan berupa pemeriksaan saksi- saksi,” ujar Robinson.

Selain itu, Ilham membuktikan kesalahan prosedur dalam penetapannya sebagai tersangka. Ada dua sprindik yang terbit dan dalam kedua sprindik tersebut keganjilan, Sprindik rtanggal 2 Mei 2014 dan sprindik tertanggal 20 November 2014. Pihak Ilham menilai adanya proses yang tidak berjalan berdasarkan hukum dalam penetapan tersangka.

Aliyas Ismail, Kuasa Hukum Ilham mengatakan, sprindik tertanggal 2 Mei, sangat aneh. Alasannya, karena hanya berjarak lima hari setelahnya sudah ditetapkan tersangka pada 7 Mei. “Untuk mendapatkan dua alat bukti yang cukup itu kan harus ada langkah-langkah sebelumnya. Harus ada penyelidikan dulu, pengumpulan data, pemeriksaan ahli, saksi, atau penggeledahan. Nah, bagaimana caranya kalau sprindik saja baru 2 Mei dikeluarkan. Itu belum bicara sprindik yang bulan November. Lebih kacau lagi,” ujar Aliyas.

Ilham ditetapkan sebagai tersangka  oleh Lembaga Antirasuah atas kasus dugaan korupsi terkait kerja sama kelola dan transfer untuk instalasi PDAM Kota Makassar pada tahun 2006-2012. Selain Ilham, KPK juga menetapkan Dirut PT Traya Tirta Hengki Widjadja sebagai tersangka dari pihak swasta.

Dari perhitungan sementara akibat perbuatan tersangka, negara diduga mengalami kerugian sekitar Rp 38,1 miliar. Baik Ilham maupun Hengki diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke satu KUHP‎.

Tags:

Berita Terkait