Eks Wali Kota Makassar Didakwa Rugikan Negara Rp45,8 Miliar
Berita

Eks Wali Kota Makassar Didakwa Rugikan Negara Rp45,8 Miliar

Terdakwa akan mengajukan eksepsi.

NOV
Bacaan 2 Menit
Mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin saat menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (19/10). Foto: NOV
Mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin saat menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (19/10). Foto: NOV

Mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin bersama-sama Direktur Utama PT Traya dan PT Traya Tirta Makassar Hengky Widjaja didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam pembayaran air curah dan kelanjutan Kerja Sama Rehabilitasi, Operasi, dan Transfer Instalasi Pengolahan Air (ROT IPA) II di Panaikang tahun 2007-2013.

Penuntut umum KPK Rini Triningsih mengatakan Ilham telah mengarahkan Direksi PDAM Kota Makassar untuk menunjuk perusahaan tertentu, memerintahkan pembayaran air curah yang tidak dianggarkan dalam RKAP PDAM Kota Makassar, dan meminta untuk melanjutkan kerja sama ROT IPA meski diketahui mengakibatkan kerugian negara.

"Perbuatan itu telah memperkaya diri terdakwa sejumlah Rp5,505 miliar dan Hengky c.q PT Traya dan PT Traya Tirta Makassar sejumlah Rp40,339 miliar yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara sejumlah Rp45,844 miliar," katanya saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (19/10).

Peristiwa ini bermula sekitar awal Januari 2006. Rini menjelaskan, Ilham selaku Wali Kota Makassar bertemu dengan Hengky di kantornya. Hengky menyampaikan keinginannya agar PT Traya menjadi investor dalam rencana kerja sama pengelolaan IPA II Panaikang, Makassar. Dimana, pada akhirnya, Ilham menyetujui permintaan Hengky tersebut.

Menindaklanjuti hasil pertemuan, Ilham mengadakan pertemuan dengan Ketua Badan Pengawas PDAM Kota Makassar 2004-2005, M Tadjuddin Noor, Kabag Perencanaan PDAM Kota Makassar Abdul Rachmansyah, Direktur Utama PDAM Kota Makassar Ridwan Syahputra Musagani, dan Asisten II Ekonomi Pembangunan dan Sosial Sekda Kota Makassar Abdul Latif.

Ilham menyampaikan rencana kerja sama pengelolaan IPA II Panikang dan telah menunjuk PT Traya sebagai insvestornya. Kemudian, pada 5 Januari 2005, Hengky yang juga Direktur Utama PT Tirta Cisadane (anak usaha PT Traya) ingin mempresentasikan produk pengolaan instalasi PDAM yang sebelumnya pernah dilaksananan PT Tirta dengan PDAM Tangerang.

Setelah disetujui Ridwan, Hengky memerintahkan staf PT Tirta, Warta Sinulingga untuk melakukan presentasi di kantor PDAM Makassar. Lalu, pada Maret-April 2005, Ilham beberapa kali bertemu dengan Abdul Rachmansyah, Ridwan, Kabag Ekonomi dan Pembangunan Sekda Kota Makassar Armaya, Alimuddin Tarawe, dan Abdul Latief.

Rini melanjutkan, dalam pertemuan itu, Ilham memerintahkan penyusunan tahapan rencana kerja sama pengelolaan IPA II Panaikang serta melakukan proses lelang. Sebelum proses lelang, Ilham memperkenalkan Tadjuddin, Abdul Rachmansyah, dan Abdul Latief kepada Hengky dan staf PT Traya Michael Iskandar.

"Abdul Latief memerintahkan Abdul Rachmansyah berkoordinasi dengan Michael agar proses pelelangan diarahkan untuk memenangkan PT Traya sesuai perintah terdakwa. Abdul Latief beberapa kali memanggil Abdul Rachmansyah, Armaya, Alimuddin untuk memastikan pembobotan nilai PT Traya dibuat paling tinggi agar menjadi pemenang lelang," ujarnya.

Demi memenuhi kelengkapan administrasi, panitia lelang merekayasa dokumen pelelangan agar seolah-olah PT Traya memenuhi persyaratan sebagai pemenang lelang lelang. Bahkan, dalam dokumen lelang, panitia lelang telah meminta PT Traya menandatangani Memorandum of Understanding (MoU), meski belum ada penentapan pemenang lelang.

Pasca PT Traya dinyatakan sebagai pemenang lelang, menurut Rini, Ridwan meminta Hengky untuk melakukan pra studi kelayakan dan menyiapkan draf MoU. Selanjutnya, PT Traya menyampaikan hasil pra studi kelayakan seolah-olah dibuat oleh konsultan profesional, PT Kosindo Lestari, padahal PT Kosindo tidak pernah melaksanakan pra studi kelayakan.

Alhasil, pada Januari 2006, Ilham memerintahkan Ridwan segera membentuk Panitia Kerja Sama ROT IPA II Panaikang antara PDAM Makassar dengan PT Traya. Namun, Ridwan menolak perintah Ilham. Untuk mempercepat realisasi kerja sama tersebut, Ilham memberhentikan Ridwan dan menunjukan Gunyamin sebagai Pelaksana Tugas Direktur Utama PDAM Makassar.

Walau PT Traya belum dapat menyerahkan hasil studi kelayakan, Ilham memerintahkan Gunyamin melalui Abdul Rachmansyah untuk melaksanakan addendum MoU yang pada pokoknya memperpanjang jangka waktu MoU sampai dengan 19 Desember 2006 dan akan berakhir apabila perjanjian kerja sama telah ditandatangani.

Untuk lebih mempercepat kerja sama, Ilham menunjuk M Tadjuddin Noor menjadi Direktur Utama PDAM Makassar dan mengangkat Abdul Latief menjadi Ketua Badan Pengawas PDAM Makassar. Ilham memerintahkan Tadjuddin untuk menyetujui nilai investasi sebesar Rp73,053 miliar dan harga air curah sebesar Rp1350/meter kubik.

Atas percepatan realisasi kerja sama itu, sambung Rini, Ilham bersama Hengky membahas realisasi pemberian uang dari Hengky kepada Ilham. Kemudian, pada Januari 2007, Ilham memanggil Kepala Cabang Pembantu Bank Mega Panakkukang, Suhardi Hamid dan meminjam rekening Suhardi, Yusuf Arsuni, dan Hasnawati Salahuddin.

Selanjutnya, nomor-nomor rekening itu diserahkan kepada Ilham, sedangkan Hengky memerintahkan Elizabeth Charlie meminjam nomor rekening atas nama beberapa staf PT Traya untuk memberikan uang kepada Ilham yang seluruhnya berjumlah Rp2,5 miliar dalam rentang waktu 15 Januari 2007 sampai 18 Januari 2007.

Selain itu, Ilham menerima uang sejumlah Rp3,005 dari Hengky melalui beberapa rekening. Penerimaan tersebut sebagai imbalan karena Ilham telah memerintahkan pembayaran air curah yang tidak dianggarkan dalam RKAP PDAM Makassar dan melanjutkan kerja sama ROT IPA meski BPKP menyatakan PDAM Makassar mengalami kerugian negara Rp52,092 miliar.

Atas perbuatanya, Ilham didakwa penuntut umum KPK dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No.31 Tahun 1999  jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Meski mengerti apa yang didakwakan penuntut umum, Ilham menyatakan pihaknya akan mengajukan nota keberatan atau eksepsi. "Ada dasarnya dakwaan ini telah kami mengerti, tapi ada beberapa hal yang substansi akan kami sampaikan pada nota keberatan yang akan disampaikan penasihat hukum nanti," tuturnya.

Tags: