Eks Karyawan Menangkan Hak Desain Melawan Perusahaan
Berita

Eks Karyawan Menangkan Hak Desain Melawan Perusahaan

Iktikad baik membayar kompensasi kepada eks karyawan justru jadi bumerang.

HRS
Bacaan 2 Menit
Eks Karyawan Menangkan Hak Desain Melawan Perusahaan
Hukumonline

Keberuntungan menghampiri Rimba Aritonang. Meskipun putusan majelis belum berkekuatan hukum tetap, perjuangan Rimba tidak sia-sia. Gugatannya terhadap PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk dikabulkan sebagian. Majelis hakim niaga PN Jakarta Pusat menghukum perusahaan plat merah itu membayar ganti rugi 180 juta rupiah kepada Rimba. Selama puluhan tahun Rimba pernah bekerja di PGN, hingga pensiun beberapa tahun lalu.

“Menghukum tergugat membayar ganti kerugian senilai Rp180 juta secara tunai dan sekaligus,” ujar ketua majelis hakim Amin Sutikno saat membacakan amar putusan, Rabu (3/4).

Bukan ganti rugi itu satu-satunya yang membuat Rimba beruntung. Majelis hakim juga menyatakan Rimba sebagai pemilik hak desain industri sock adaptor yang dipersengketakan kedua belah pihak. Ganti rugi 180 juta rupiah itu harus dibayar karena –menurut majelis—PGN telah menggunakan sock adaptor buatan Rimba tanpa izin.

Sebenarnya Rimba mengajukan ganti rugi materil lebih dari 32 miliar dan immateril 100 miliar rupiah. Tetapi majelis hanya mengabulkan jauh dari angka yang diminta. Angka 180 juta adalah nilai kompensasi yang pernah ditawarkan PGN terhadap Rimba.

Dalam pertimbangannya, majelis menyatakan Rimba Aritonang adalah pendesain dan pemegang hak desain industri atas sock adaptor yang terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI) pada 28 Agustus 2006. Majelis merujuk pada Pasal 6  UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, yang mengatur pemegang hak desain industri pendesain atau penerima hak. Adapun yang dimaksud dengan pendesain adalah seseorang atau beberapa orang yang menghasilkan desain industri itu.

Bukankah desain itu dibuat ketika Rimba masih tercatat sebagai karyawan PGN? Menjawab pertanyaan ini, majelis merujuk Pasal 7 UU Desain Industri. Terhadap desain industri yang dibuat dalam hubungan dinas, pemegang hak desain industri adalah pihak yang untuk desain industri itu dikerjakan, kecuali diperjanjikan lain. Merujuk pada pasal ini, majelis berpendapat Rimba adalah pendesain sock adaptor yang dinamakan dengan “Desain Sambungan Pelindung Pipa” meskipun desain itu dikerjakan saat ia masih menjadi karyawan di Perusahaan Gas Negara. Namun, faktanya, pendaftaran hak desain baru dilakukan setelah Rimba tidak lagi bekerja di PGN.

Lebih lagi, ketika Rimba Aritonang mendaftarkan desain tersebut ke Ditjen HKI, PGN tidak pernah membantah atau mengajukan keberatan atas pendaftaran tersebut. Padahal, UU Desain Industri telah memberikan kesempatan kepada para pihak yang merasa keberatan atas suatu pendaftaran desain industri untuk mengajukan keberatan paling lambat tiga bulan setelah desain tersebut diumumkan. Namun, kesempatan ini tidak digunakan PGN.

Memperkuat dalil majelis yang mengatakan Rimba sebagai pendesain adalah mengenai unsur kebaruan suatu desain. Menurut majelis, ‘Desain Sambungan Pelindung Pipa’ milik Rimba Aritonang memiliki unsur kebaruan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 2 UU Desain Industri. Berdasarkan bukti-bukti yang telah ditunjukkan di muka persidangan, majelis berpendapat bahwa desain industri yang dibuat Rimba Aritonang tidak sama dengan desain industri yang telah digunakan PGN sejak 1990 sebagaimana yang didalilkan PGN.

Majelis memutuskan bahwa suatu desain tetap dianggap baru apabila pada tanggal penerimaan, desain tersebut tidak sama dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya. Untuk anasir “sama” ini, majelis menyatakan bahwa selama desain industri tersebut tetap memiliki perbedaan dengan desain yang ada, desain itu tidak masuk dalam kategori ‘sama’.“Mirip tetap dikategorikan baru dalam desain industri ini,” urai majelis Hakim Amin Sutikno.

Lebih lagi, desain industri tidak menekankan persamaan pada fungsinya. Hak atas desain industri ini hanya menekankan pada suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna yang memberikan kesan estetis. Jadi, jika desain industri Rimba memiliki persamaan pada fungsinya dengan yang digunakan PGN sejak 1990, Rimba tidak kehilangan hak atas desainnya.

Mendengar putusan majelis, kuasa hukum PGN Andreas Nahot Silitonga belum memastikan kasasi atau tidak. Ia mengatakan masih akan mengkomunikasikan putusan majelis dengan PGN.

Andreas tetap kurang sependapat dengan majelis. Apabila majelis mengatakan desain industri yang didaftarkan Rimba adalah baru, artinya desain yang dimiliki Rimba berbeda dengan yang digunakan PGN. Sehingga, PGN tidak dihukum membayar desain yang dimiliki Rimba. “Kalau berbeda, ya berbeda. Mengapa PGN dihukum membayar desain itu,” imbuhnya.

Terkait pernyataan majelis yang mengatakan PGN pernah menawarkan kompensasi kepada Rimba sejumlah Rp180 juta, Andreas kembali tegas mengatakan itu bukanlah bentuk pengakuan Rimba sebagai pendesain, tetapi iktikad baik PGN dalam merangkul mantan karyawannya. “Iktikad baik kamijustru digunakan sebagai perlawanan,” tandasnya.

Tags:

Berita Terkait