Eks Bos Garuda dan Penyuapnya Akhirnya Ditahan KPK
Berita

Eks Bos Garuda dan Penyuapnya Akhirnya Ditahan KPK

Emirsyah dan Soetikno juga dijerat sangkaan TPPU. KPK juga menemukan adanya indikasi penerimaan lain dan menetapkan keduanya sebagai tersangka TPPU serta keterlibatan mantan pejabat Garuda lainnya.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Dirut PT Garuda Indonesia periode 2005-2014 Emirsyah Satar digiring ke tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK Jakarta, Rabu (7/8). Foto: RES
Dirut PT Garuda Indonesia periode 2005-2014 Emirsyah Satar digiring ke tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK Jakarta, Rabu (7/8). Foto: RES

Perjalanan kasus dugaan korupsi mesin Garuda Indonesia hampir mencapai titik temu dalam proses penyidikan. Setelah memakan waktu cukup lama, bahkan sempat vakum hampir setahun, dua tersangka dalam perkara ini yaitu mantan Dirut Garuda Emirsyah Satar dan bos MRA Soetikno Soedarjo ditahan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

 

Padahal, sebelumnya kasus ini sempat menghadapi tantangan karena Serious Fraud Office (SFO) menghentikan penyelidikan terhadap individu perusahaan Rolls Royce yang memasok mesin pesawat Garuda yang diduga dikorupsi Emirsyah. Alasannya tidak ada cukup bukti dan tidak ada kepentingan umum yang menjadi penyebab dilanjutkannya investigasi. Tetapi KPK jalan terus, hingga pada akhirnya Emirsyah dan Soetikno ditahan penyidik KPK.

 

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan keduanya ditahan selama 20 hari ke depan untuk kepentingan penyidikan. Soetikno ditahan di Rutan Guntur, sementara Emirsyah di Rutan C1 KPK. "Mohon doa restunya," ujar Soetikno, Rabu (7/8/2019). Baca Juga: Pemberhentian Kasus Rolls Royce di Inggris dan Dampaknya Terhadap KPK

 

Tak hanya ditahan, keduanya juga dijerat dengan sangkaan baru yaitu Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Terjawab sudah, salah satu alasan mengapa KPK cukup lama menangani perkara ini, karena selain merampungkan berkas perkara suap, penyidik juga menemukan dua bukti permulaan yang cukup untuk menyangka keduanya dengan tindak pidana lain yakni TPPU. 

 

"Tersangka ESA (Emirsyah Satar) dan SS (Soetikno Soedarjo) diduga melanggar Pasal 3 atau Pasal 4 UU No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," kata Wakil Ketua KPK Laode M.Syarif. 

 

Sangkaan TPPU ini juga tidak terlepas dari temuan KPK mengenai adanya dugaan penerimaan suap lain oleh Emirsyah dari Soetikno selain  sebesar 1,2 juta Euro dan USD180 ribu atau setara Rp20 miliar terkait mesin pesawat Rolls Royce. Bahkan temuan KPK ini juga mengungkap adanya keterlibatan mantan petinggi Garuda lainnya yaitu Hadinoto Soedigno (HDS) yang kala itu menjabat Direktur Teknik dan Pengelolaan periode 2007-2012.

 

Penerimaan lain

KPK pun mengungkap beberapa penerimaan lain seperti untuk program peremajaan pesawat, Emirsyah melakukan beberapa kontrak pembelian dengan empat pabrikan pesawat pada 2008-2013 dengan nilai miliaran dolar Amerika. Pertama, kontrak pembelian mesin Trent seri 700 dan perawatan mesin (Total Care Program) dengan perusahaan Rolls Royce.

 

Kedua, kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S. Ketiga, kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR) dan terakhir kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft.

 

Peran Soetikno dalam perkara baru ini menurut KPK yaitu selaku Konsultan Bisnis/Komersial dari Rolls-Royce, Airbus dan ATR. Ia diduga telah menerima komisi dari tiga pabrikan tersebut. Selain itu, Soetikno diduga menerima komisi dari perusahaan Hong Kong bernama Hollingsworth Management Limited International Ltd (HMI) yang menjadi Sales Representative dari Bombardier.

 

Pembayaran komisi tersebut menurut Syarif diduga terkait dengan keberhasilannya dalam membantu tercapainya kontrak antara PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan empat pabrikan itu. "SS selanjutnya memberikan sebagian dari komisi tersebut kepada ESA dan HDS sebagai hadiah atas dimenangkannya kontrak oleh empat pabrikan," terang Syarif. 

 

Rincian pemberian Soetikno kepada Emirsyah yaitu adanya pembayaran rumah seharga Rp5,79 miliar di Pondok Indah. Lalu uang AS$ 680 ribu dan EUR 1,02 juta yang dikirim ke rekening perusahaan milik Emirsyah di Singapura, dan Sing$ 1,2 juta untuk pelunasan Apartemen milik Emirsyah di Singapura. Sementara untuk Hadinoto, Soetikno diduga memberi AS$2,3 juta dan EUR477 ribu yang dikirim ke rekeningnya di Singapura.

 

Untuk memaksimalkan pengembalian ke negara, Syarif mengatakan KPK saat ini melakukan pelacakan aset seluruh uang suap beserta turunannya yang diduga telah diterima dan digunakan oleh tersangka Emirsyah dan tersangka Hadinoto baik yang berada di Indonesia maupun di luar negeri. 

 

"Sejauh ini, KPK telah berhasil melakukan penyitaan atas 1 unit rumah yang beralamat di Pondok Indah, Jakarta. Selain itu, otoritas penegak hukum di Singapura juga telah mengamankan 1 unit apartemen milik ESA dan melakukan pemblokiran atas beberapa rekening bank di Singapura," terang Syarif. 

 

Atas perbuatannya, Hadinoto disangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. 

 

Emirsyah akui

Kuasa hukum Emirsyah Luhut MP Pangaribuan mengakui kliennya memang menerima sesuatu terkait jabatannya pada saat menjabat sebagai Dirut Garuda. "Tadi pendalaman soal dugaan menerima sesuatu dari SS, SS mengatakan sebagai ucapan terima kasih dan ESA tidak menyangkal itu dan dia terima dan sebagai terima kasih dan itu sudah dikembalikan di SS," ujarnya. 

 

Luhut juga mengakui kliennya mempunyai rekening di Singapura, tetapi hanya satu rekening dan digunakan untuk investasi. Terkait dengan adanya sangkaan baru dan keterlibatan mantan kolega kliennya di Garuda, Luhut mengatakan hal itu memang ada di materi pemeriksaan, namun Emirsyah mengaku tidak mengetahui hal tersebut. 

 

Sementara tentang dugaan pencucian uang, Luhut mengakui kliennya memang pernah menggunakan uang dari Soetikno untuk membeli rumah, meskipun tidak semua pembelian rumah berasal dari uang tersebut. Dan rumah itu, kata Luhut, memang sudah disita KPK. 

 

"Ada sebagian uang yang dipakai untuk beli rumah itu dan sebagian uang istrinya Pak Emirsyah nanti pengadilan yang melihat ini seluruhnya atau sebagaian merupakan bagian dari uang itu. Tapi ESA sudah mengembalikan jadi tidak ada relevansinya. Untuk yang membeli rumah itu sudah dikembalikan ke SS," katanya. 

Tags:

Berita Terkait