Efektivitas PP Ganti Rugi Masih Dipertanyakan
Berita

Efektivitas PP Ganti Rugi Masih Dipertanyakan

Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pembayaran Ganti Kerugian perlu direvisi.

ADY
Bacaan 2 Menit
Acara jumpa pers terkait efektivitas PP No. 92 Tahun 2015, Selasa (23/2). Foto: www.icjr.or.id
Acara jumpa pers terkait efektivitas PP No. 92 Tahun 2015, Selasa (23/2). Foto: www.icjr.or.id
Peraturan Pemerintah No. 92 Tahun 2015 (PP 92) dianggap memberi angin segar kepada korban salah tangkap atau peradilan sesat. Beleid itu diapresiasi karena revisi PP No. 27 Tahun 1983 itu menaikkan besaran ganti rugi yang dapat diperoleh korban.

Cuma, berdasarkan pengamatan Anggara Suwahyu, penerapan PP Ganti Rugi yang diterbitkan pada peringatan hari HAM tahun 2015 itu belum tentu efektif di lapangan. Ketua Badan Pengurus Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) ini menjelaskan masih ada sejumlah hal yang patut dikritik dari PP 92. Misalnya, korban harus mengurus sendiri ganti kerugian. Mengacu KUHAP, korban perlu mengajukan praperadilan untuk memperoleh penetapan.

Setelah itu korban mengajukan kepada Kepala Pengadilan Negeri dan menyambangi kantor perbendaharaan negara. Prosedur teknis pembayaran ganti kerugian itu juga mengacu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.983/KMK.01/1983. Anggara memperkirakan prosesnya paling cepat empat bulan.

Anggara mengusulkan agar PMK No.983 itu direvisi agar mampu memberi kemudahan kepada korban untuk mendapat ganti kerugian. Prosedurnya tidak perlu berbelit; sebaliknya harus dibuat sederhana, cepat, mudah dan satu pintu. Bisa saja pengadilan yang memproses ganti kerugian itu, sehingga korban tidak perlu mengurus sendiri. Kemudian harus ada batas waktu terhadap setiap proses birokrasi yang dilalui.

Untuk mempercepat proses pembayaran ganti kerugian Anggara mengusulkan permohonan penyediaan dana dari Ketua PN langsung kepada Kementerian Keuangan. Pembayaran dilakukan lewat bank dan tidak ada pemotongan pajak baik resmi atau tidak resmi. “Prosedur yang diatur dalam PMK itu harus memberi kemudahan kepada korban untuk memperoleh ganti kerugian,” kata Anggara dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (23/2).

PP Ganti Rugi menurut Anggara juga punya persoalan, misalnya ada ketentuan yang menyebut salinan putusan bisa digunakan korban untuk mengajukan ganti kerugian. Tapi KUHAP mengatur harus lewat penetapan hakim praperadilan. Lalu, belum ada rumus untuk menghitung kerugian yang dialami korban. Misalnya, korban sebelumnya buruh di sebuah perusahaan, ketika ditahan dia diputus hubungan kerjanya. Harus ada rumus yang bisa digunakan untuk menghitung berapa jumlah kerugian yang dialami korban.

Wakil Ketua LPSK, Lili Pintauli Siregar, mengatakan PP Ganti Rugi mengamanatkan batas waktu pembayaran ganti rugi 14 hari sejak dokumen diterima kementerian keuangan. Namun, implementasinya masih tergantung dari pengadilan yang bersangkutan. Sebab standar pengadilan di Indonesia belum merata.

Lili melihat ada hal yang belum rinci diatur dalam PP Ganti Rugi. Misalnya, bagaimana jika korban mengalami cacat atau meninggal dunia. Apakah korban bisa memberi kuasa kepada orang lain untuk mengajukan ganti kerugian atau diwariskan. Guna memberi rasa keadilan bagi korban salah tangkap, ia mengusulkan agar kerugian korban di masa depan ikut dihitung. “Bisa saja diatur agar korban mendapat asuransi yang ditanggung negara setiap bulan,” usulnya.

Deputi Direktur LeIP, Arsil, menilai PMK No. 983 itu memang perlu direvisi. Namun, ia juga menilai PP Ganti Rugi masih memiliki kelemahan. Dalam KUHAP korban salah tangkap bisa terjadi karena dua hal yakni kesalahan aparat atau orang diproses hukum secara benar lalu diputus bebas. Harusnya, PP mengatur lebih rinci ketentuan Pasal 95 KUHAP.

Sampai sekarang Arsil melihat orang yang ditangkap polisi kemudian diproses hukum sampai dipenjara, lalu diputus bebas ditingkat MA, orang tersebut tidak bisa mendapat ganti kerugian. Menurutnya orang tersebut bisa mengajukan ganti kerugian, tapi sayang hal itu tidak diatur dalam PP Ganti Rugi. “Perspektif yang digunakan masih melihat korban salah tangkap akibat kesalahan aparat penegak hukum,” ujarnya.
Tags:

Berita Terkait