Efektivitas Pelaksanaan Rehabilitasi Narkotika
Utama

Efektivitas Pelaksanaan Rehabilitasi Narkotika

Tujuan utama rehabilitasi sebagai bagian dari upaya dekriminalisasi agar pecandu narkotika yang telah ketergantungan narkotika dapat pulih kembali dan mengurangi angka kekambuhan.

Willa Wahyuni
Bacaan 3 Menit
Acara Instagram Live Hukumonline bertema Penegakan Hukum dalam Penjatuhan Hukuman Terhadap Penyalah Guna Narkotika di Kota Kendari. Foto: WIL
Acara Instagram Live Hukumonline bertema Penegakan Hukum dalam Penjatuhan Hukuman Terhadap Penyalah Guna Narkotika di Kota Kendari. Foto: WIL

Pengguna narkotika dapat diklasifikasikan dalam berbagai kriteria, yakni sebagai pecandu narkotika dan korban kecanduan narkotika. Pengguna dan penyalahguna narkotika didefinisikan sebagai mereka yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika hingga ketergantungan secara fisik dan psikis.

Dijelaskan dalam UU Narkotika bahwa pecandu yang menggunakan narkotika atau yang pernah menjadi korban penyalahgunaan narkotika harus direhabilitasi. Hal ini sesuai dengan Pasal 54 UU Narkotika yang berbunyi, pecandu yang menggunakan narkoba atau yang pernah menjadi korban penyalahgunaan harus menjalani rehabilitasi medis maupun rehabilitasi sosial.

Baca Juga:

Prevalensi pengguna narkotika dari data Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan bahwa pada tahun 2021 pengguna narkotika meningkat menjadi 3,66 juta jiwa dibanding pada tahun 2019 yaitu pengguna narkotika sebanyak 3,41 juta jiwa.

Prevalensi jumlah orang yang menggunakan narkotika dalam kurun waktu tertentu dikaitkan dengan populasi dari kasus narkotika. Dari tren yang ada BNN menyebut terjadi penurunan angka prevalensi di wilayah pedesaan tetapi terjadi peningkatan di Indonesia secara umum.

Pengguna narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika yang harus dilakukan rehabilitasi nyatanya masih banyak aparat penegak hukum yang menjatuhkan hukum pidana. Khusus di wilaya Kota Kendari, pengguna narkotika didominasi oleh pengguna sabu-sabu.

Dalam hal ini aparat penegak hukum Kota Kendari selalu mendakwakan dan menjatuhkan kepada penyalahguna narkotika dengan Pasal 112 dan Pasal 114 UU Narkotika.

“Mengenai penyalahgunaan atau pecandu narkotika, dikuatkan dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) yang menyatakan bahwa narkotika dibawah satu gram wajib di rehabilitasi sosial maupun di rehabilitasi medis, tetapi faktanya untuk di Kota Kendari ada kecenderungan aparat penegak hukum seperti kejaksaan dan pengadilan selalu mengenyampingkan SEMA tersebut,” ujar Mansur selaku Plt Direktur LBH Kendari dalam acara Instagram Live Hukumonline, Rabu (31/8).

Ia juga melanjutkan, barang bukti narkotika seberat dibawah satu gram selalu dijerat dengan Pasal 112 padahal Mahkamah Agung sudah menjelaskan lewat SEMA menggunakan Pasal 127 dan Pasal 54 mengenai rehabilitasi sosial dan medis.

“Sebelum menentukan pengguna tersebut positif atau negatif mengkonsumsi sabu, diadakan tes urin. Akan tetapi untuk Kota Kendari selama saya menangani kasus penyalahgunaan narkotika, tes urin itu hanya memperlambat saja sehingga kepolisian langsung menerapkan Pasal 112 dan Pasal 114,” jelasnya.

Mansur menyebutkan bahwa tes urin yang tidak dilakukan oleh kepolisian akan merugikan pelaku, dan mengungkapan bahwa seringkali Pasal 112 ini merupakan pasal jebakan kepada penyalahguna narkotika.

Selanjutnya di tingkat aparat penegak hukum di kejaksaan dan hakim, Mansur menjelaskan perspektif kejaksaan terhadap rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial untuk kasus narkotika di Kota Kendari mengacu pada pedoman No. 18 Tahun 2021 yang diterbitkan oleh jaksa agung dan ditekankan oleh Keputusan Kapolri lewat UU No. 8 tahun 2001 mengenai rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

“Di tingkat kejaksaan juga sering ditemui pengenyampingan Pasal mengenai rehabilitasi, kalau pengalaman kami di tingkat kejaksaan itu tidak berlaku. Kejaksaan terkait pedoman No. 18 Tahun 2021 seharusnya kepolisian dan kejaksaan harus mempertimbangan hal tersebut,” lanjutnya.

Kemudian dalam perspektif advokat selaku pendamping klien, Mansur menyebutkan bahwa advokat harus membela kepentingan klien apapun kasusnya.

“kalau didapati barang bukti sabu diatas satu gram, pengacara bukan membebaskan. Namun harus dikenakan Pasal 127. Kita berpedoman pada SEMA dan melihat juga apakah klien kita benar-benar menggunakan sabu untuk dikonsumsi, atau pengedar atau bahkan hanya diperalat saja,” katanya.

Dalam kesempatan tersebut, Mansur juga mengatakan bahwa bagi korban ketergantungan dan penyalahgunaan narkoba seharusnya para pecandu direhabilitasi sesuai dengan SEMA dan bukan dijatuhkan hukuman pidana.

“Melihat kenaikan pengguna narkotika saat ini, di Kota Kendari sejauh ini penyalahgunaan narkotika belum cukup efektif jika dijatuhi hukuman pidana dan perlu dilakukannya rehabilitasi medis maupun rehabilitasi sosial,” tutupnya.

Tags:

Berita Terkait