E-Voting untuk Pilkada Butuh Kajian Serius
Berita

E-Voting untuk Pilkada Butuh Kajian Serius

Salah satu prasyaratnya: mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi.

ADY
Bacaan 2 Menit
E-Voting untuk Pilkada Butuh Kajian Serius
Hukumonline
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 147/PUU-VII/2009 memperbolehkan penggunaan e-voting dalam Pilkada. Tinggal bagaimana penyelenggara pemilu memanfaatkan perangkat teknologinya.

Direktur Eksekutif Perhimpunan Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengingatkan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) terlebih dahulu melakukan kajian mendalam tentang efektivitas pemungutan suara Pilkada secara elektronik alias e-voting. Terutama dalam pelaksanaan Pilkada serentak 2015 mendatang.

Studi kelayakan yang komprehensif bisa mengurangi resiko pemanfaatan teknologi pemungutan suara. Salah satu yang harus dikaji mendalam adalah prasyarat yang diberikan Mahkamah Konstitusi agar e-voting bisa digunakan. “Seluruh prasyarat yang diberikan MK ketika membolehkan penerapan e-voting benar-benar harus dipenuhi penyelenggara. E-voting harus jadi penyelesaian masalah dan bukan menambah masalah baru,” katanya kepada hukumonline lewat pesan singkat, Jumat (24/10).

Titi berpendapat, rekapitulasi elektronik atau e-counting lebih dibutuhkan dibanding e-voting. Teknologi perhitungan atau rekapitulasi suara lebih mendesak saat ini. Namun, teknologi apapun yang dipilih dan tahap apapun digunakan, yang penting dikelola dengan baik dan akuntabel. Juga dapat diaudit untuk menghindari kecurigaan dan prasangka adanya manipulasi.

Titi mengapresiasi langkah KPU memindai Formulir C1 saat Pemilu 2014 sebagai langkah transparan dan akuntabel. Langkah serupa perlu ditiru saat pelaksanaan Pilkada serentak. Cuma, ya itu tadi, butuh persiapan dan kajian mendalam. Kalaupun belum bisa dilaksanakan serentak karena biasa mahal, penggunaan e-voting bisa bertahap. “E-voting dapat dilakukan bertahap,” tukasnya.

Ketua KPU, Husni Kamil Manik, mengatakan Perppu No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota memberi ruang untuk penggunaan teknologi informasi. Karena itu KPU berencana mulai menggunakannya pada pilkada serentak 2015.

KPU harus menyiapkan banyak hal dan proses. “Proses itu kami upayakan bersifat inklusif sehingga kepercayaan publik terbangun terhadap penggunaan teknologi itu. Terutama pemangku kepentingan yaitu peserta dan pemilih,” urainya.

KPU memang belum memutuskan secara resmi apakah teknologi itu akan digunakan atau tidak dalam menyelenggarakan Pilkada langsung serentak 2015. Keputusan itu akan diterbitkan setelah dihasilkan kajian yang mendalam.

Komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay, menyebut ada proses yang harus dilakukan KPU sebelum menggunakan teknologi dalam Pilkada langsung. Seperti membentuk tim kajian dan melakukan uji kelayakan terhadap penerapan teknologi tersebut. Kemudian, melakukan uji coba atau pilot project di beberapa daerah. Setelah itu KPU punya gambaran apakah e-voting itu dapat dilakukan atau tidak.

KPU juga akan melihat bagimana kesiapan daerah untuk menggunakan teknologi tersebut. Sebab, infrastruktur pendukung sangat dibutuhkan. “Intinya kami harus mempersiapkan dengan baik,” ujarnya.

Pilkada langsung 2015 nanti menurut Hadar diselenggarakan serentak di daerah yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir tahun 2015. KPU mencatat ada 188 daerah, terdiri dari 7 provinsi, dan sisanya kabupaten/kota.

Ketua Bawaslu, Muhammad, mengingatkan e-voting belum memungkinkan untuk diterapkan di seluruh Indonesia, terutama di wilayah yang terpencil. Ia setuju penerapan e-voting harus dikaji secara serius. Komisioner Bawaslu, Daniel Zuchron, mengingatkan KPU agar merumuskan secara teknis pelaksanaan penggunaan teknologi tersebut. Itu perlu diatur dalam peraturan KPU. Termasuk mengantisipasi dampak hukum yang akan muncul ketika teknologi itu digunakan. “Karena nanti menyangkut sengketa hasil Pemilukada,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait