E-Court, Prospek Cemerlang Masa Depan Peradilan Indonesia
Kolom

E-Court, Prospek Cemerlang Masa Depan Peradilan Indonesia

Sebagai aplikasi yang memulai debut pertamanya di kancah institusi resmi, E-Court dalam perkembangannya tentu butuh penyempurnaan.

Bacaan 2 Menit
Rafli Fadilah Achmad. Foto: Istimewa
Rafli Fadilah Achmad. Foto: Istimewa

Tidak jarang masyarakat merasa “jengah” untuk berproses di Pengadilan karena prosesnya yang berbelit-belit. Penilaian prematur tersebut pada akhirnya meruntuhkan eksistensi hukum itu sendiri seolah-olah akses mendapatkan keadilan sangat sulit untuk digapai masyarakat.

 

Celakanya situasi seperti ini membuka ruang bagi masyarakat untuk mengambil jalan pintas dalam menyelesaikan masalah hukumnya secara terburu-buru, seperti main hakim sendiri, civil disobedience ataupun persekusi. Berdasarkan skema di atas, Penulis dapat menyimpulkan bahwa prosedur birokrasi yang berbelit-belit berpotensi untuk membuat masyarakat malas memperjuangkan haknya melalui institusi formal penegak hukum.

 

Untungnya Mahkamah Agung tidak menutup mata dalam melihat masalah sehingga terus menyederhanakan akses keadilan bagi semua kalangan. Perkembangan pesat dari teknologi dan informasi membuka peluang bagi Mahkamah Agung untuk berbenah diri dalam memberikan pelayanan yang berbasis elektronik.

 

Sejalan dengan itu tantangan untuk menciptakan peradilan yang sederhana, cepat dan berbiaya ringan juga menjadi motivasi bagi pemegang kebijakan di Mahkamah Agung untuk menciptakan inovasi yang dinamakan Electronic Court (E-Court). Mewujudkan proses peradilan yang efektif dan efisien tentunya merupakan dambaan setiap stakeholder.

 

Melalui Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018 bahwa E-Court resmi memiliki payung hukum di Indonesia. Dengan demikian Mahkamah Agung Republik Indonesia kini telah sejajar dalam hal memberikan pelayanan dengan Supreme Court Amerika Serikat, Supreme Court Inggris, dan Supreme Court Singapura yang terlebih dahulu menerapkan Electronic Filing System.

 

Pada praktiknya, E-Court dilakukan secara bertahap di beberapa Pengadilan Negeri Kelas I seperti Pengadilan Negeri se-Jakarta, Pengadilan Negeri Tangerang, Pengadilan Negeri Bekasi dan Pengadilan Negeri Bandung. Aplikasi yang secara resmi diluncurkan pada 29 Maret 2018 silam oleh Ketua Mahkamah Agung RI Prof. M. Hatta Ali ini dipercaya dapat menyederhanakan proses persidangan yang berbelit-belit dari aspek waktu, tenaga, dan uang. Maka dari itu agar tidak bingung dengan fitur-fitur fresh dari E-Court ini, mari kita simak alur dan syarat-syarat yang harus disiapkan oleh Advokat untuk mendaftarkan gugatannya secara online.

 

Pada fase satu tahun pertama Mahkamah Agung menghadirkan empat fitur E-Court yaitu E-Filing, E-Skum, E-Payment dan E-Summons. Pertama E-Filling merupakan pendaftaran perkara secara online sehingga Advokat tidak perlu repot-repot datang ke Pengadilan untuk mengantri dan mendaftarkan permasalahan hukumnya.

 

Caranya adalah advokat mendaftarkan akun-nya terlebih dahulu pada laman ecourt.mahkamahagung.go.id dengan menekan tombol Register Pengguna Terdaftar. Setelah melakukan verifikasi email dan mengisi data umum advokat secara benar, advokat sudah dapat melakukan pendaftaran perkara secara online. Adapun cara mendaftarkan gugatan secara online yakni memilih tempat pengadilan tujuan mendaftar perkara sesuai dengan ketentuan kompetensi relatif sebagaimana diatur dalam Pasal 118 HIR/Pasal 142 Rbg.

 

Proses selanjutnya advokat akan mendapatkan nomor register online berupa fitur barcode disusul dengan melakukan pendaftaran surat kuasa dengan cara mengupload Surat Kuasa. Setelah itu advokat diwajibkan untuk mengisi data para pihak secara lengkap dan benar serta mengupload berkas gugatannya. Bagaimana? Mudah bukan? Sekarang mendaftarkan gugatan sudah cukup di depan laptop saja.

 

Untuk berjalannya suatu perkara pasti membutuhkan biaya administrasi yang salah satunya dipergunakan untuk membiayai pemanggilan para pihak. Biaya administrasi tersebut dikenal dengan istilah Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM). Penghitungan SKUM yang rumit dengan rumus radius yang membingungkan sekarang sudah tidak perlu dirasakan oleh para pihak.

 

Pasalnya, fitur E-Skum akan secara otomatis menghitung biaya panjar perkara sesuai dengan radius para pihak bertempat tinggal. Sehingga advokat hanya cukup menginput data tempat tinggal para pihak lalu mesin secara otomatis akan menampilkan jumlah panjar biaya perkara yang harus dibayarkan. Panjar biaya perkara merupakan uang down payment untuk berjalannya suatu persidangan sebab tidak menutup kemungkinan pihak akan menambah uang biaya perkara apabila para pihak tidak kunjung hadir meskipun sudah dipanggil secara sah dan patut.

 

Penambahan panjar biaya perkara wajib hukumnya, sebab apabila tidak dilakukan akan membuat gugatan menjadi gugur. Pihak juga tidak perlu khawatir akan kehilangan uangnya, sebab segala transaksi mengenai perkara tersebut akan tercatat dan apabila uang tersisa pasti akan dikembalikan lagi.

 

Setelah mengetahui jumlah panjar biaya perkara yang harus dibayarkan, advokat wajib membayar melalui bank yang telah ditunjuk guna mendapatkan nomor perkara. Informasi mengenai taksiran nominal panjar biaya perkara diketahui lewat email pemberitahuan dan tagihan.

 

E-Payment juga kini telah mensimplifikasi kerja advokat karena pembayaran panjar biaya perkara sudah dapat dilakukan dengan menggunakan internet banking, SMS banking, dan mobile banking. Setelah melakukan pembayaran, Pengadilan akan memverifikasi dan memvalidasi gugatan tersebut dengan dilanjutkan untuk mendaftarkannya dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara. Dengan demikian Pendaftaran Gugatan Secara Online sudah berhasil dilakukan!

 

Terakhir adalah fitur E-Summons, yakni pemanggilan para pihak yang dilakukan secara korespondensi email. Para pihak kini tidak perlu lagi menunggu kedatangan juru sita untuk mengirimkan relaas panggilan. Pemberitahuan jadwal sidang akan dilakukan melalui E-Mail yang sudah terdaftar, sehingga dapat menghemat waktu dan biaya.

 

Bukan Tanpa Masalah

Sejak peluncurannya, kehadiran E-Court mendapatkan respon positif dari kalangan advokat dan justitiabellen.Sebagai aplikasi yang memulai debut pertamanya di kancah institusi resmi, E-Court dalam perkembangannya tentu butuh penyempurnaan. Pertama, E-Court masih sepi peminat. Permasalahan ini disinyalir karena masih banyak advokat yang kebingungan mengenai fitur-fitur di E-Court dan cara menggunakannya.

 

Kedua, belum dilaksanakan secara universal. Keterbatasan sumber daya manusia dan fasilitas yang belum merata di seluruh pengadilan di Indonesia menjadi akar permasalahan belum dapat dilaksanakannya E-Court secara serentak.

 

Pengadilan Negeri Dumai selaku Pengadilan Negeri Kelas I A, melalui Kasubag PTIP mencanangkan pelaksanaan E-Court dapat diberlakukan dalam waktu dekat di Pengadilan Negeri Dumai. Sekarang Pengadilan Negeri Dumai sudah dalam proses untuk mendapatkan Akun E-Court dari Mahkamah Agung. Selagi menunggu proses tersebut Pengadilan Negeri Dumai perlu adanya peningkatan infrastruktur agar dapat menyesuaikan dengan standar Mahkamah Agung yaitu peningkatan koneksi yang semula 30 MBPS menjadi 50 MPBS.

 

Sosialisasi dan Bimbingan Teknis

Fenomena kemajuan zaman sudah tidak dapat dielakkan lagi oleh manusia. Perubahan koran kertas menjadi koran elektronik dan ojek pangkalan menjadi ojek online adalah salah satu bukti kemajuan zaman yang tidak terbendung. Manusia milenial pada akhirnya harus beradaptasi dengan perubahan-perubahan tersebut sebab Great Things Never Came From Comfort Zones, “perubahan pada akhirnya akan mengusik zona nyaman.”

 

Acara seperti sosialisasi aplikasi E-Court merupakan suatu keharusan. Sosialisasi dapat dimulai dari internal pengadilan itu sendiri agar para hakim, panitera, dan pegawai dapat memahami perubahan prosedur karena adanya E-Court. Sosialisasi juga perlu digaungkan kepada para advokat yang merupakan ujung tombak keberhasilan E-Court.

 

Pemahaman yang utuh dan kesadaran akan kelebihan fitur-fitur E-Court dari Para Advokat pada akhirnya akan menciptakan nuansa pengadilan baru yang berbasis teknologi. Terakhir adalah sosialisasi kepada para pihak bahwa mencari keadilan kini sudah tidak zaman lagi untuk mengantri lama-lama di kantor, tetapi cukup dengan gadget masing-masing yang dapat dikerjakan pada sudut ternyaman rumah-mu.

 

*)Rafli Fadilah Achmad, S.H, M.H adalah calon hakim

 

Catatan Redaksi:

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline

Tags:

Berita Terkait