Dyah Mariana Widayati: Membangun Database Peraturan Perlu Komitmen
Profil

Dyah Mariana Widayati: Membangun Database Peraturan Perlu Komitmen

Membangun database peraturan perundang-undangan sudah lama menjadi problem bagi Indonesia. Sejak program Sistem Jaringan Informasi dan Dokumentasi Hukum diperkenalkan puluhan tahun silam, database yang lengkap tak kunjung ada.

Mvt
Bacaan 2 Menit
Dyah Mariana Widayanti Membangun database<br> peraturan perundang-undangan perlu komitmen. Foto: Sgp
Dyah Mariana Widayanti Membangun database<br> peraturan perundang-undangan perlu komitmen. Foto: Sgp

Inkonsitensi dan disharmoni peraturan menjadi gambaran klasik tentang hukum di Indonesia. Peraturan tumpang tindih karena para pembuatnya tak merujuk dan membaca peraturan lain yang sudah mengatur lebih dahulu. Problemnya, akses terhadap peraturan lama juga terbentur. Hingga kini, tak ada database peraturan yang lengkap. Lembaga pusat saja tidak ada, apalagi daerah.

 

Diantara kelangkaan itu, Jawa Timur menjadi contoh yang menarik. Pada saat Bappenas menyelenggarakan studi kelayakan dan grand design database peraturan perundang-undangan, 15 Desember lalu, pengelolaan jaringan dokumentasi dan informasi hukum (JDIH) Provinsi Jawa Timur dijadikan salah satu contoh keberhasilan.

 

Keberhasilan Jawa Timur, khususnya Biro Hukum Sekretariat Daerah, tak lepas dari tangan dingin Dyah Mariana Widayati. Di depan sejumlah petinggi Bappenas dan lembaga negara lain, Kepala Bagian Dokumentasi dan Perpustakaan Biro Hukum Setda Jawa Timur itu memaparkan kunci keberhasilannya.

 

Arif Christiono Soebroto, Direktur Analisa Peraturan Perundang-Undangan Bappenas, memuji Dyah. “Beliau sangat baik dalam mengelola data dan informasi perpustakaan pemerintah. Dengan jumlah personil yang minim, perpustakaan Biro Hukum Pemprov Jatim mampu memberikan layanan pencarian peraturan perundang-undangan yang lengkap untuk tingkat provinsi,” puji Arif.

 

Karena itu pula, Bappenas sengaja mengundah Dyah berbicara pada lokakarya 15 Desember lalu. Dikatakan Arif, Dyah dan rekan-rekan juga memuat panduan  pembuatan peraturan daerah untuk pemerintah kota/kabupaten di Provinsi Jawa Timur pada laman. “Ini patut jadi acuan pemerintah daerah lainnya,” ujarnya.

 

Untuk mengetahui apa yang dilakukan perempuan bergelar sarjana hukum itu dalam mengelola JDIH di Jawa Timur dan problematika yang dihadapi, Muhammad Vareno dari hukumonline berkesempatan mewawancarai Dyah di sela-sela acara lokakarya tersebut. Berikut petikannya.

 

Bagaimana pengelolaan jaringan data dan informasi hukum yang Anda lakukan di Jawa Timur?

Kami mengusahakan database yang lengkap dan terkomputerisasi untuk semua produk hukum pemerintah provinsi Jatim. Selama ini banyak keluhan dari pembuat produk hukum dalam mengelola data yang cukup banyak dan sulit mencari data yang diperlukan. Karena itu, kita memperbaiki sistem database di perpustakaan biro hukum. Setelah ada database, kita kemudian berpikir kalau dibiarkan seperti itu saja kan sayang. Perlu diinformasikan secara luas dan mudah diakses. Maka kita buat database itu terintegrasi dalam web (jaringan internet, red). Sekarang semuanya bisa diakses di situs http://www. jdih.jatimprov.go.id.

 

Sejak kapan program JDIH Pemprov Jatim dimulai?

Sejak 2006, saat itu saya mulai jadi kepala bagian. Kita mulai perbaiki database dan mulai melakukan komputersasi database itu.

 

Perpustakaannya sendiri sudah ada sejak kapan?

Oh, kalau itu sudah lama. Saya sudah pegawai perpustakaan Biro Hukum Setda Provinsi Jatim sejak 1990. Tapi saat itu pengelolaannya masih belum baik.

 

Lalu mengapa baru mulai tahun 2006 ada perbaikan database dan program komputerisasi?

Semua masalah itu sebenarnya tergantung kemauan dan komitmen. Kendala teknis saya rasa tidak ada. Apalagi mulai akhir 1990-an kan sistem informasi dan internet sudah maju. Jadi, semua tergantung mindset. Kalau pimpinannya tidak punya pemahaman yang baik tentang pentingnya pengelolaan database ini, sama sekali tidak akan berjalan. Selama ini memang masalah database dan jaringan informasi data hukum belum dianggap penting.

 

Dukungan dari pimpinan di Pemprov Jatim?

(Terkekeh) Saya agak tidak enak ngomongnya. Dukungan sebenarnya lebih banyak datang dari bagian perencanaan daerah (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah/Bappeda, red). Pemprov sendiri sepertinya belum punya gambaran bahwa pengelolaan database yang terkomputerisasi ini penting. Jadinya, dukungan dana juga minim.

 

Meski demikian, saat ini kendala utama yang kita rasakan adalah ketersediaan SDM. Kondisinya, saya hanya punya 3 orang pengelola, terdiri dari 1 orang sarjana hukum dan dua lainnya lulusan SMU. Apalagi, yang dua orang itu sudah mulai mendekati masa pensiun. Mereka baru dipindahkan ke bagian perpustakaan ini.

 

Sebenarnya berapa jumlah ideal petugas pengelolaan jaringan data dan informasi?

Menurut saya paling tidak 7 orang. Mereka terdiri dari 1 orang penanggungjawab pengelola aplikasi, lulusan sarjana S1 komputer. Lalu 2 orang tenaga filterisasi informasi hukum dan layanan pertanyaan pengguna informasi hukum, mereka harus sarjana S1 hukum. Kemudian untuk tenaga pengelola aplikasi perlu 3 orang lulusan D3 komputer. Terakhir, diperlukan paling tidak 3 orang tenaga operator pengisian konten aplikasi.

 

Selain menyediakan database peraturan perudang-undangan, situs JDIH Setda Pemprov Jatim juga menyediakan layanan panduan pembuatan peraturan perundang-undangan. Hal ini ditujukan terutama untuk pengelola database dan penyusun peraturan daerah tingkat kabupaten/kota.

 

Dalam lokakarya Bappenas, Anda mengeluhkan banyak permasalahan harmonisasi dan sinkronisasi pembuatan Perda di Jawa Timur. Apa masalahnya?

Masalahnya dalam pembentukan produk hukum di tingkat kabupaten dan kota itu, bahkan di atas 50 persen. Kesalahannya baik pada teknik pembuatan maupun subtansi. Teknik pembuatan ini kan sebenarnya sudah ada aturannya, tapi masih saja ada kesalahan. Berulang terus.

 

Kalau substansi, masalahnya ada di harmonisasi dan sinkronisasi dengan aturan lain. Banyak yang berbenturan atau tidak sesuai dengan yang sudah ada. Ini masalahnya, pemahamannya kurang atau tidak sama. Karena itu kita sediakan informasinya di situs. Jadi mereka punya panduan untuk membuat aturan. Makanya database ini penting sekali. Meski demikian, saya akui masih banyak perlu perbaikan di perpustakaan yang saya kelola. Database kita masih cukup sederhana.

 

Berapa banyak tingkat pemakaian dan pengunjung di situs?

Lumayan, satu bulan sekitar 11 sampai 12 ribu pengunjung di situs.

 

Bisa ada permintaan dari pengguna atau pembuat perda yang butuh informasi cepat dan khusus?

Bisa. Bahkan kami juga sediakan konsultasi jarak jauh langsung kepada perpustakaan kabupaten/kota. Ada teknologi yang dapat digunakan sehingga kita dapat tatap muka, meski tidak bertemu langsung. Ini sudah sering, kita bimbing petugas di kab/kota untuk merapikan data dan informasinya. Untuk pembuat perda, kita juga bisa konsultasi teknis.

 

Apa harapan Anda untuk pengelolaan data dan informasi hukum baik di Jatim maupun secara nasional?

Saya berharap agar data dan informasi hukum ini bisa terintegrasi dengan pusat. Hal ini akan jauh lebih baik. Walaupun dikelola masing-masing provinsi dan kabupaten/kota, sistem yang dibangun akan sama. Jadinya, ketika ada kendala, bisa saling membantu.

 

Butuh berapa lama membangun jaringan data dan informasi hukum seperti itu?

Untuk tingkat nasional, saya rasa sekitar lima sampai sepuluh tahun. Sementara untuk tingkat provinsi, paling lama dua tahun. Sekali lagi, yang diperlukan adalah pemahaman dan komitmen pimpinan untuk mendukung pengembangan data dan informasi hukum ini. Dengan demikian, ketersediaan anggaran dan kebijakan lebih dimudahkan.

Tags:

Berita Terkait