Mereka mempersoalkan salah satu pasal dalam UU MK dan UU Grasi terkait larangan Warga Negara Asing (WNA) menguji undang-undang Indonesia dan kriteria/pertimbangan presiden dalam pemberian grasi yang dinilai belum komprehensif. Secara khusus, para memohon ini memohon pengujian Pasal 51 ayat (1) huruf a UU MK dan Pasal 11 ayat (1) dan (2) UU Grasi.
“Ada dua pasal yang diujikan, Pasal 51 ayat (1) huruf a UU MK dan Pasal 11 ayat (1) dan (2) UU Grasi. Intinya, kami mau mempertahankan hak terpidana, memperjuangkan hak mereka karena dalam putusan MK sebelumnya, WNA tidak bisa mengajukan uji materi,” ujar salah satu kuasa hukum para pemohon, Inneke Kusuma Dewi usai mendaftarkan pengujian UU ini di gedung MK, Kamis (09/4) kemarin.
Pasal 51 ayat (1) menyebutkan, “Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: a. perorangan warga negara Indonesia.” Sementara Pasal 11 (1) UU Grasi menyebutkan, “Presiden memberikan keputusan atas permohonan grasi setelah memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.” Ayat (2)-nya disebutkan “Keputusan Presiden dapat berupa pemberian atau penolakan grasi.”
Selain itu, para pemohon mempertanyakan mekanisme pemberian grasi oleh presiden. “Kita masih mempertanyakan keputusan grasi itu. Masih ada kekosongan di situ. Makanya kita minta sejelas-jelasnya. Bagaimana mekanisme dan pertimbangan pemberian grasi oleh presiden,” ujar advokat dari Firma Hukum Lubis, Santosa, dan Maramis ini.
Dia melanjutkan putusan MK yang memberi penegasan larangan WNA mempersoalkan undang-undang Indonesia sebenarnya bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945. “UUD 1945 itu kan menyebutkan ‘setiap orang’ ya, tidak sebutkan orang itu siapa, sukunya apa, rasnya apa. Seharusnya setiap orang bisa kalau kita mengacu ke UUD,” kata dia.
Inne sendiri membantah tudingan bahwa pengujian undang-undang ini untuk menghambat atau menunda proses pelaksanaan eksekusi mati gelombang kedua yang sudah direncanakan Kejaksaan Agung. Myuran dan Andrew termasuk yang terancam dieksekusi. Dia memahami kalau pengajuan permohonan ini tidak berpengaruh terhadap rencana pelaksanaan eksekusi terpidana mati.
“Ini tidak bisa men-delay sih. Tetapi setidaknya dengan ini kita bisa memperjuangkan hak mereka yang masih mengganjal ini loh. Masih ada proses yang belum selesai di sini, bukan untuk mencari-cari alasan untuk menunda,” ujar Inneke memastikan.