Dunia Advokat Tak Boleh Dikontrol Secara Absolut
Berita

Dunia Advokat Tak Boleh Dikontrol Secara Absolut

Memberikan kebebasan para advokat memilih organisasi. Yang terpenting, organisasi advokat memikirkan cara meningkatkan kualitas dan integritas dengan standar kompetensi advokat, tidak berkutat pada polemik sistem single bar atau multi bar.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Menurutnya, amanat wadah tunggal dari Pasal 28 UU 18/2003 secara tak langsung telah direvisi melalui putusan MK No.112/PUU-XII/2014 dan Putusan No.36/PUU-XIII/2015. Begitupula dengan terbitnya Surat Keputusan (SK) Ketua Mahkamah Agung (KMA) No.73/KMA/HK.01/IX/2015 tentang Penyumpahan Advokat.

Pria yang sudah malang melintang puluhan tahun sebagai advokat itu menilai organisasi advokat sebagai mandat UU 18/2003 adalah bebas dan mandiri dengan tujuan meningkatkan kualitas profesi advokat. Baginya organisasi advokat yang ada semestinya duduk bersama bermusyawarah merumuskan ke depan kewenangan advokat dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum.

Tjoetjoe memang orang di balik revisi UU 18/2003 pada beberapa tahun lalu. Meski kandas di penghujung di DPR periode 2009-2014, tak menyurutkannya untuk melakukan perbaikan aturan profesi advokat. Dia pun enggan mendorong soal singlebar atau multibar karena fakta di lapangan, organisasi advokat telah multi bar.

Ketimbang membahas soal single bar atau multi bar dalam perubahan UU 18/2003, justru yang prioritas dikedepankan soal kewenangan profesi advokat. Begitu pula pengaturan kewenangan advokat dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (R-KUHAP). “Masak kita mengundang saksi untuk hadir di persidangan saja tak ada upaya paksanya. Semua penegak hukum punya kewenangan itu, kecuali advokat,” katanya.

Ketua Umum Peradi Rumah Bersama Advokat (Peradi RBA), Luhut MP Pangaribuan, mengingatkan MK menyindir organisasi advokat lewat beberapa putusannya terkait uji materi UU Advokat. Intinya, advokat kerap menyebut profesional dan independen. Selain itu, advokat kerap menyelesaikan perkara yang dihadapi orang lain. Untuk itu, MK mengembalikan persoalan organisasi advokat ini kepada advokat itu sendiri.

Menurut Luhut, sudah tersedia berbagai pilihan bagi advokat untuk menuntaskan persoalan kisruh organisasi advokat. Misalnya, ada Kode Etik Advokat yang digunakan bersama, dan perlu ada satu Dewan Kehormatan Profesi Advokat yang dibentuk bersama. Ada juga pilihan untuk merevisi UU Advokat.

Luhut berpendapat organisasi advokat bisa berbentuk single bar, tapi bukan berarti kewenangannya hanya pada satu organisasi advokat. Single bar ini dalam hal menetapkan standar profesi, misalnya kode etik. Selain itu, diperlukan satu Dewan Kehormatan Profesi Advokat tingkat pusat dan untuk menyelesaikan masalah organisasi advokat tidak melulu hanya Peradi, tapi juga (melibatkan, red) organisasi advokat selain Peradi.

Tags:

Berita Terkait