Dulu Sarjana Hukum Begitu Bergengsi, Kini……
Berita

Dulu Sarjana Hukum Begitu Bergengsi, Kini……

Sudah terjadi erosi.

Ali
Bacaan 2 Menit

“Isi pendidikannya tidak menyinggung moral, integritas dan lain-lain. Tapi, hanya pengetahuan hukum. Jadinya kering,” ujarnya kepada hukumonline.

Seharusnya, lanjut Frans, pengetahuan hukum itu harus diimbangi dengan moral dan etika yang tinggi. Bila tidak ada salah satu dari itu, maka akan terjadi kepincangan. “Kalau ilmu hukum kurang, dan moralnya tinggi, ngga bisa, karena nanti dia kurang bisa memecahkan masalah hukum,” ujarnya.

Namun, sebaliknya, bila pengetahuan ilmu hukumnya tinggi, tetapi tidak didukung dengan moral yang tinggi maka akan terjadi kesewenang-wenangan. “Yang terjadi ya seperti tabrak lari, punya istri banyak, nyogok jaksa, nyogok hakim,” sindir Frans.

Frans menambahkan bahwa ada perbedaan karakteristik sekolah hukum di Amerika Serikat dan Indonesia. Di Amerika Serikat, seseorang yang sekolah hukum memang betul-betul diajarkan untuk menjalani profesi hukum, seperti pengacara. Namun, di Indonesia berbeda, lulusan hukum bahkan ada yang menjadi birokrat atau bankir.

Meski begitu, Frans tidak sependapat bila disebutkan bahwa banyaknya fakultas hukum menyebabkan penurunan kualitas sarjana hukum. “Bila dibandingkan dengan penduduk kita, sebenarnya tidak terlalu banyak, mungkin ada sekitar 300an, tapi masalahnya memang kontrol mutu. Kualitas yang kurang,” ujar pria yang juga berprofesi sebagai pengacara ini.

Frans menilai hal tersebut terjadi karena kurikulum yang tidak disesuaikan dengan kebutuhan kita. Ia mengatakan bahwa kurikulum fakultas hukum seharusnya bisa menjabarkan kebutuhan kita. “Misalnya, memperbanyak pelajaran hukum adat dan sebagainya,” pungkas Frans.

Tags:

Berita Terkait