Dukungan untuk Pemerintah Terbitkan PP Karantina Wilayah
Berita

Dukungan untuk Pemerintah Terbitkan PP Karantina Wilayah

Komnas HAM meminta Presiden dan jajarannya termasuk pemerintah daerah segera melakukan beberapa langkah nyata dalam melaksanakan UU Kekarantinaan Kesehatan.

Agus Sahbani/ANT
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: Hol
Ilustrasi: Hol

Anggota Komisi IX (Bidang Kesehatan dan Ketenagakerjaan) DPR RI Dewi Aryani mendukung Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah tentang Karantina Wilayah untuk menjalankan UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

 

"Semoga PP Karantina Wilayah ini segera keluar, sehingga bisa menjadi pegangan pemerintah daerah dalam percepatan penanganan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19)," kata Dewi Aryani dalam keterangannya kepada Antara, Sabtu (28/3/2020) malam. Baca Juga: Pemerintah Siapkan Mekanisme Pembiayaan JKN untuk Pasien Covid-19

 

Dewi Aryani memandang perlu memangkas egossektoral dalam menghadapi situasi terkait dengan virus corona. Kemudian Pemerintah memberi kewenangan penuh kepada Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Letjen TNI Doni Monardo untuk menangani wabah ini di seluruh Indonesia.

 

Menurut dia, saat ini perlu langkah cepat untuk menyelamatkan rakyat. Penekanannya adalah memutus rantai penyebaran di semua wilayah, terutama di daerah, jangan sampai terlambat seperti yang dialami DKI Jakarta saat ini. Dia memandang penting Jakarta segera memberlakukan karantina wilayah meluas guna menghentikan arus warga Ibukota ke daerah-daerah. Lalu, menghentikan sementara arus orang daerah masuk Jakarta selain urusan logistik sembako dan kegiatan emergency lainnya.

 

Dia juga menilai sangat penting meningkatkan percepatan sistem atau prosedur kesehatan dengan mengusahkaan tes yang cepat, masif, dan akurat. Kemudian mendorong ke GeneXpert. "Alat ini saat ini ratusan jumlahnya, tinggal mengganti cartridge TBC ke Covid sebelum ke clustering (klasterisasi)," kata wakil rakyat asal Daerah Pemilihan Jawa Tengah IX (Kabupaten/Kota Tegal dan Kabupaten Brebes) ini.

 

Langkah cepat lain, lanjut Dewi, perbanyak intensive care unit (ICU), ruang isolasi, dan ventilator (mesin yang berfungsi menunjang atau membantu pernapasan), perbanyak rumah sakit, termasuk RS swasta di semua daerah. "Alur memutus penyebaran 'kan di antaranya tracing (pendeteksian), clustering (pengelompokan), dan containing (karantina) di wilayah-wilayah berdasarkan data proses tersebut," kata doktor Administrasi Kebijakan Publik dan Bisnis Universitas Indonesia ini menjelaskan.

 

Selanjutnya, kata Dewi, baru diberlakukan karantina wilayah terbatas di titik-titik atau cluster yang telah ditentukan. Ia menegaskan kembali kepala daerah sedang menunggu aturan yang tepat dari pemerintah pusat, termasuk penggunaan relokasi anggaran. Hal ini agar mereka tidak dianggap menyalahi aturan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

 

Komnas HAM pun mengingatkan pentingnya pemerintah melaksanakan UU Kekarantinaan Kesehatan. Pasal 1 angka 10 dan 11 UU ini telah mengatur langkah-langkah pencegahan penyebaran penyakit. Misalnya, karantina wilayah membatasi penduduk wilayah termasuk wilayah pintu masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.

 

Pembatasan sosial berskala besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi meliputi: peliburan sekolah dan tempat kerja; pembatasan kegiatan keagamaan; dan/atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.

 

Karena itu, dalam keterangan tertulisnya, Komnas HAM meminta Presiden dan jajarannya termasuk pemerintah daerah segera melakukan langkah-langkah nyata. Pertama, karantina wilayah terbatas untuk daerah-daerah yang sudah dikategorikan daerah merah (red zone) dan memaksimalkan layanan kesehatan kepada warga negara yang sudah terkonfirmasi positif, pasien dalam pengawasan, atau orang dalam pengawasan.

 

Kedua, memastikan ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD), nutrisi dan tempat tinggal sementara (apabila diperlukan) bagi petugas medis agar perlindungan dan pemenuhan hak kesehatan dapat berjalan baik. Ketiga, memastikan tidak ada PHK atau pengurangan hak-hak buruh.

 

Keempat, memastikan kualitas pendidikan dan jangkauan layanan pendidikan yang memungkinkan peserta didik bisa belajar dari rumah. Kelima, distribusi bahan makanan pokok yang memudahkan masyarakat untuk menjangkaunya. Keenam, memastikan dilindungi dan dipenuhinya hak-hak dasar warga lansia, perempuan hamil, anak-anak dan disabilitas dalam kondisi khusus ini. Ketujuh, memastikan selama dalam karantina wilayah tertentu, kebutuhan dasar warga dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina terjamin seperti diatur Pasal 55 ayat (1) UU No.6 Tahun 2018.

 

Sebelumnya, Pemerintah menyatakan akan segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Karantina Wilayah yang membatasi perpindahan orang, kerumunan orang, dan gerakan orang demi keselamatan bersama. “Pemerintah saat ini sedang menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan apa yang disebut karantina kewilayahan. Besok itu akan diatur, kapan sebuah daerah itu boleh melakukan pembatasan, apa syaratnya, kemudian apa yang dilarang dilakukan, dan bagaimana prosedurnya agar ada keseragaman policy tentang itu,” ujar Menkopolhukam Moh. Mahfud MD melalui video conference di Jakarta, Jumat (27/3/2020).

 

Menurut Mahfud, nantinya yang karantina kewilayahan tersebut Kepala Gugus Tugas Provinsi kepada Kepala Gugus Tugas Nasional. Kemudian, Kepala Gugus Tugas Nasional akan berkoordinasi dengan menteri-menteri terkait, karena karantina kewilayahan itu terkait kewenangan beberapa menteri. Misalnya, tentang perhubungan harus berkoordinasi dengan Menteri Perhubungan atau soal perdagangan harus berkoordinasi dengan Menteri Perdagangan.

 

“Nanti secepatnya sesudah itu (PP terbit, red) keputusan akan diambil satu daerah boleh melakukan karantina wilayah atau tidak?" 

 

Menkopolhukam ini menegaskan diantara yang akan dibatasi itu tentu saja tidak boleh ada penutupan jalur lalu lintas terhadap mobil atau kapal yang membawa bahan pokok karena itu menyangkut kebutuhan masyarakat. Lalu, toko-toko, warung-warung dan supermarket yang diperlukan oleh masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari juga tidak bisa ditutup, tidak bisa dilarang untuk dikunjungi, tapi tetap akan dalam pengawasan yang ketat oleh pemerintah.

 

“Menurut UU harus ada PP. Anda lihat di masyarakat sendiri kan ada yang setuju, ada yang tidak,” kata Mahfud.

 

Sesuai Pasal 10 ayat (1) UU No. 6 Tahun 2018, Pemerintah Pusat menetapkan dan mencabut Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang tata caranya diatur dalam PP. “Sekarang langkah-langkah yang sifatnya kebijakan membatasi gerak itu, misalnya harus bekerja di rumah, tidak boleh berkerumun, kan sudah ditegakkan aturan itu. Nanti kalau kita langsung (larang, red) iya, melanggar UU namanya, bisa digugat juga ke pengadilan karena di masyarakat pun seperti Anda sendiri, di wartawan juga beda-beda menanggapi itu, tidak sama.”

 

“Oleh sebab itu harus ada yang mengatur. Siapa yang mengatur itu? Peraturan Pemerintah. Kita akan berusaha secepatnya, terus sekarang langkah-langkah yang sifatnya kebijakan kasuistis sudah dilakukan oleh pemerintah daerah karena kita sudah melakukan teleconference untuk koordinasikan itu,” katanya.

 

Seperti diketahui, jumlah kasus penyebaran virus corona terus meningkat di Indonesia. Hingga Sabtu (28/3/2020), sudah ada sekitar 1.155 kasus positif Covid-19. Dari angka tersebut, 59 orang sembuh dan 102 orang meninggal dunia. 

Tags:

Berita Terkait