Andi menjelaskan Indonesia memiliki tujuh sektor prioritas untuk pengembangan industri 4.0. Ketujuh sektor tersebut yaitu makanan dan minuman, otomotif, kimia, tekstil dan produk tekstil, elektronika, farmasi dan alat kesehatan. ”Farmasi dan alat kesehatan dikembangkan faktanya pada pandemi kemarin ternyata Indonesia ketinggalan cukup banyak tidak punya ventilator, alat anti-gen, PCR dan sebagainya,” ungkap Andi.
Sementara itu, Kukuh mengatakan industri otomotif memiliki ekosistem yang panjang karena berhubungan dengan pemasok komponen hingga level UMKM. Pada saat pandemi Covid-19, memiliki pelajaran tersendiri karena pabrikan otomotif tidak dapat bergerak tanpa dukungan pemasok komponen.
“Dari pabrikan diizinkan beroperasi (saat pandemi) namun izin tidak diberikan pada komponen. Lalu kami sampaikan kami (pabrikan) tidak dapat bergerak tanpa dukungan komponen sehingga izinnya diberikan,” ungkap Kukuh.
Saat ini, Indonesia berada pada posisi 15 di dunia dalam produksi kendaraan bermotor. Dia menyampaikan penerapan industri 4.0 merupakan keharusan agar industri otomotif Indonesia bersaing di global. “Industri otomotif Indonesia cukup baik terhadap ekonomi nasional dan salah satu ekspor andalan non-migas. Total kapasitas 2,4 juta unit setahun belum dimanfaatkan maksimal mudah-mudahan dengan industri 4.0 dapat memanfaatkan maksimal kapasitas yang ada,” ungkap Kukuh.
Sumber: Materi Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Kukuh Kumara.
Industri otomotif nasional juga melakukan pengembangan sesuai dengan kebutuhan seperti kendaraan rendah emisi atau green mobility serta kendaraan listrik. Untuk pengembangan tersebut membutuhkan pengembangan teknologi tingkat lanjut.
“Industri 4.0 sebuah keniscayaan harus ke sana. Industri otomotif sudah berjalan kita tidak bisa membuat kendaraan yang unik untuk Indonesia saja tapi ke negara lain yang punya persyaratan. Dengan industri 4.0 bisa lakukan perubahan dengan cepat dan mampu remote working,” ungkap Kukuh.