SEMA ini, lanjut Agustianto, bisa menimbulkan persoalan hukum di dunia peradilan di kemudian hari karena tak menyebutkan siapa lembaga yang benar-benar berwenang melakukan eksekusi putusan basyarnas. “Ini akan menjadi persoalan hukum,” ujarnya.
Sekedar mengingatkan, persoalan eksekusi putusan basyarnas ini memang sempat menimbulkan dualisme. UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menjadi biang keroknya. Pasal 55 ayat (1) menegaskan penyelesaian sengketa perbankan syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama.
Namun, Penjelasan Pasal 55 ayat (2) menyebutkan penyelesaian sengketa perbankan syariah bisa dipilih salah satu pihak. Salah satu forum yang ditawarkan oleh ketentuan ini adalah pengadilan dalam lingkungan peradilan umum (PN). UU Kekuasaan Kehakiman (UU No.48/2009) menyebutkan hal yang sama.
Dosen Universitas Islam Indonesia Dadan Muttaqien sempat mengajukan judicial review UU Perbankan Syariah dan UU Kekuasaan Kehakiman ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pria yang juga menjabat sebagai arbiter syariah ini meminta kejelasan kepada MK, lembaga mana yang berwenang mengeksekusi putusan basyarnas. Sayangnya, perkara ini ditarik kembali, sebelum MK mengeluarkan putusannya.