Dua Poin Penting dalam RUU Migas
Berita

Dua Poin Penting dalam RUU Migas

Jika disetujui dalam rapat paripurna. Dalam RUU Migas terdapat dua poin penting yakni keberadaan Badan Usaha Khusus dan kuota impor migas agar ada pengawasan melalui Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Kedua, terkait kuota impor minyak karena pasokan kebutuhan minyak mentah di dalam negeri terbilang banyak. Sementara kuota impor yang tidak memadai. Karena itu, dibutuhkan pengaturan soal kuota impor minyak supaya ada pengawasan melalui Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas. “Supaya kuotanya bisa dikontrol terkait dengan pengadaan BBM kita,” ujar politisi Partai Gerindra itu. Baca Juga: Mempertanyakan Nasib RUU Migas yang Mandeg di DPR

 

Wakil Ketua Komisi VII Ridwan Hisjam mengatakan harmonisasi terhadap RUU Migas dapat diterima seluruhnya. Dengan disepakatinya seluruh draf RUU di tingkat Baleg, harapannya dapat dirampungkan pembahasannya di tingkat lanjutan. Setidaknya, RUU Migas ini dapat disahkan menjadi UU DPR periode 2014-2019.

 

Meski begitu, Ridwan mengakui tahun politik ini bisa berdampak lambannya pembahasan sebuah RUU. Namun demikian, Ridwan optimis atas kelanjutan pembahasan RUU tersebut di proses berikutnya. “Semoga apa yang disampaikan tadi dapat dilanjutkan pembahasan RUU Migas yang telah diharmonisasi itu,” harap politisi Partai Golkar itu.

 

Sempat mandeg

Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR, Satya Widya Yudha mengakui RUU Migas di DPR sempat mandeg. Padahal, RUU Migas ini telah masuk daftar Prolegnas sejak 2010. Meski mengalami pergantian periode DPR, draft RUU Migas ini sudah masuk Baleg sejak 2017.

 

Satya menilai RUU tersebut mendesak segera dibahas dan disahkan. Sebab, sejumlah ketentuan dalam UU Migas sebelumnya tidak berlaku lagi setelah keluarnya putusan MK No. 002/PUU/2003 yang membatalkan sejumlah pasal UU Migas. Begitu pula dengan putusan MK Nomor 36 Tahun 2012 yang membubarkan Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (BP Migas). 

 

“Saat ini industri migas diatur hanya berdasarkan peraturan menteri (ESDM). Padahal, terdapat beberapa pasal dalam UU Migas invalid karena dibatalkan MK, contohnya seperti bentuk tipe kontrak dan pembubaran BP Migas,” ujar pria yang kini menjabat Wakil Ketua Komisi I DPR itu.

Tags:

Berita Terkait