Dua Poin Menarik dari Dakwaan Fredrich
Berita

Dua Poin Menarik dari Dakwaan Fredrich

Dari surat kuasa tulis tangan hingga terungkapnya misteri hilangnya Novanto.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Mantan kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi usai menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (8/2). Foto: RES
Mantan kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi usai menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (8/2). Foto: RES

Surat dakwaan penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap advokat Fredrich Yunadi telah dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Ia didakwa menghalangi atau merintangi proses penyidikan yang dilakukan lembaga antirasuah dalam kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP.

 

Hukumonline mencatat setidaknya ada dua poin menarik dari surat dakwaan tersebut. Pertama mengenai surat kuasa dan kedua soal terungkapnya misteri perginya (hilangnya) Setya Novanto sebelum terjadi kecelakaan tunggal menabrak tiang listrik di kawasan Permata Hijau, Jakarta Selatan.

 

Pada halaman tiga surat dakwaan, Fredrich disebut menawarkan diri menjadi kuasa hukum Novanto dan juga memberikan saran agar tidak perlu datang memenuhi panggilan penyidik KPK. Alasannya untuk proses pemanggilan terhadap anggota DPR harus ada izin dari Presiden.

 

Fredrich juga akan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). Dua perkara itu masing-masing No. 95/PUU-XV/2017 untuk menguji Pasal 12 ayat (1) UU KPK yang berisi tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan KPK. Salah satu kewenangan lembaga antirasuah itu adalah memerintahkan otoritas imigrasi untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri.

 

Kemudian No. 96/PUU-XV/2017 untuk menguji Pasal 46 ayat (1) dan ayat (2) UU KPK tentang pengesampingan prosedur khusus dalam rangka pemeriksaan tersangka dalam peraturan perundang-undangan lain. Pasal ini terkait dengan tafsir Novanto bahwa UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD mengharuskan persetujuan presiden untuk memeriksa atau meminta keterangan anggota DPR dalam penyidikan.

 

"Untuk menghindari pemanggilan tersebut, Terdakwa akan melakukan uji materil (judicial review) ke MK, sehingga Setya Novanto menyetujui Terdakwa sebagai kuasa hukumnya sebagaimana surat kuasa tertanggaI 13 November 2017,” kata Jaksa Fitroh Rohcahyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (8/2/2018). Baca Juga: Begini Kongkalikong Fredrich-Bimanesh Halangi Penyidikan Novanto

 

Tapi yang menjadi perhatian, dalam surat dakwaan penuntut umum tidak dijelaskan surat kuasa tanggal 13 November 2017 itu apakah untuk mendampingi Novanto dalam dugaan korupsi e-KTP setelah ia menjadi tersangka atau untuk mengajukan uji materi UU KPK di MK.

 

Sebab, ketika KPK ingin melakukan penangkapan dan penggeledahan, Fredrich yang menanyakan surat tugas kepada penyidik justru tidak bisa menunjukkan surat kuasa jika dirinya merupakan kuasa hukum Novanto terutama untuk kasus e-KTP. "Sehingga Terdakwa lalu meminta kepada Deisti Astriani (istri Novanto) untuk menandatangani Surat Kuasa atas nama keluarga Setya Novanto yang baru dibuat Terdakwa dengan tulisan tangannya,” terang Jaksa Fitroh.

 

Padahal, sehari sebelumnya ia mengirimkan surat mengatasnamakan diri sebagai kuasa hukum dari Novanto kepada Direktur Penyidikan KPK yang intinya kliennya itu tidak dapat memenuhi panggilan dari penyidik KPK dengan alasan masih menunggu putusan judicial review. Meskipun pendaftaran uji materi itu dilakukan pada hari yang sama.

 

Sapriyanto Refa, kuasa hukum Fredrich menegaskan jika kliennya sudah memiliki kuasa dari Novanto sejak 13 November 2017 lalu untuk kasus e-KTP. "Sesuai dakwaan, SK (surat kuasa) untuk SN di kasus e-KTP," ujar Refa kepada Hukumonline.

 

Sedangkan mengenai kliennya tidak bisa menunjukkan surat kuasa pada saat penggeledahan, sehingga meminta Deisti, istri Novanto untuk menandatangani kuasa yang ditulis tangan pada saat itu juga, Refa belum bisa memberikan konfirmasi atas hal tersebut. "Belum sempat saya tanyakan," tuturnya.

 

Usai persidangan, Fredrich juga mengklaim kalau KPK memaksa Novanto mencabut kuasa yang diberikan kepadanya. "Yang perlu harus tahu di sini, Setya Novanto dipaksa oleh penyidik supaya mencabut 12 kuasa saya yang pernah beliau berikan ke saya," kata Fredrich.

 

Selain soal surat kuasa, poin menarik lain yaitu terungkapnya misteri hilangnya Novanto sebelum terjadinya kecelakaan tunggal. Dalam surat dakwaan, pada 15 November penyidik menyambangi rumah Novanto untuk melakukan penangkapan dan penggeledahan.

 

Namun, Novanto disebut terlebih dahulu pergi meninggalkan rumahnya bersama dengan dua ajudannya yaitu Azis Samual dan Reza Pahlevi. Lokasi dimana Novanto kabur pun dibeberkan jaksa yang menyebut ia menuju Bogor dan menginap di Hotel Sentul sambil memantau perkembangan situasi melalui televisi, sebelum keesokan harinya ia kembali lagi ke Jakarta menuju gedung DPR.

 

Setelah itu, tidak lagi diuraikan kemana lagi Novanto pergi setelah dari gedung DPR hingga terjadinya kecelakaan yang diperkirakan terjadi pada 16 November sekitar pukul 18.30 WIB itu. Fredrich disebut jaksa sebelumnya bertemu Novanto sebelum ia meninggalkan kediamannya. Tetapi hal itu dibantah oleh Refa. "Dia (Fredrich) enggak tahu," katanya.

Tags:

Berita Terkait