Dua Pilihan Badan Hukum Bagi Organisasi PBH
Berita

Dua Pilihan Badan Hukum Bagi Organisasi PBH

Ditjen AHU berjanji mempermudah pengurusan status badan hukum organisasi pemberi bantuan hukum.

MYS/M-14
Bacaan 2 Menit
Dua Pilihan Badan Hukum Bagi Organisasi PBH
Hukumonline

Direktur Perdata Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM, Liliek Sri Haryanto, menjelaskan ada dua pilihan status badan hukum bagi organisasi Pemberi Bantuan Hukum (PBH). Organisasi PBH dapat memilih yayasan atau perkumpulan. “Bentuk badan hukumnya ada dua, badan hukum perkumpulan atau yayasan,” kata Liliek.

Puluhan dari 310 organisasi yang dinyatakan lolos verifikasi dan akreditasi ternyata belum berstatus badan hukum. Padahal, UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum menghendaki organisasi PBH berstatus badan hukum. Dalam proses verifikasi, Panitia masih memberi kesempatan kepada PBH untuk segera menyesuaikan status hukum organisasinya hingga dua pekan setelah dinyatakan lolos verifikasi.

Semua PBH yang belum punya status badan hukum harus segera mengurus status tersebut ke Ditjen AHU melalui notaris. Mereka boleh memilih siapapun notaris yang akan mengurus. Liliek berjanji akan mempermudah fasilitasi pengurusan akta badan hukum organisasi PBH. “Kalau persyaratannya lengkap, pada hari yang sama bisa diproses,” tandas Direktur Perdata itu.

Yayasan tunduk pada UU No. 16 Tahun 2001, sebagaimana diubah dengan UU No. 28 Tahun 2004. Peraturan teknis tentang yayasan antara lain diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 2 Tahun 2013. Sedangkan perkumpulan merujuk pada Staatblad 1870 No. 64 tentang Perkumpulan-Perkumpulan Berbadan Hukum (Rechtspersoonlijkheid van vereenigingen).

Bentuk yayasan antara lain dipilih Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan jaringan organisasi LBH di daerah. Sedangkan perkumpulan antara lain dipilih Perkumpulan Pelayanan Masyarakat Kota Huria Kristen Batak Protestan (PPMK HKBP) Jakarta. Dalam verifikasi, YLBHI mendapat predikat A, dan PPMK HKBP mendapat predikat C.

LBH Sinjai, Sulawesi Selatan, termasuk organisasi yang mendapat predikat C dalam proses verifikasi dan akreditasi. Alamsyah, Direktur organisasi itu, menduga salah satu penyebabnya adalah status badan hukum. Ditambah ketiadaan kantor milik sendiri dan jumlah advokat yang masih sedikit. “Kami memang belum berstatus badan hukum,” ujarnya kepada hukumonline.

Alamsyah sudah mencoba mengurus melalui notaris. “Kami sudah kirim berkasnya ke Ditjen AHU,” sambungnya.

Direktur Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Konsumen Yogyakarta, Sutan Suwarno, setali tiga uang. Selama ini lembaganya sudah terdaftar di pengadilan. Cuma, karena saat ini harus terdaftar dan berstatus badan hukum, mau tidak mau, LKBH Konsumen harus mengurusnya ke Ditjen AHU. Ia mengaku sudah mengirimkan salinan akta pendirian LKBH Konsumen. “Kemarin kan diminta mengirimkan akta pendirian,” ucapnya.

Liliek mengakui ada sejumlah PBH yang sudah mengirimkan berkas salinan. Prosedur yang ditempuh tak sesuai karena pengurusan status badan hukum harus dilakukan lewat notaris. Notarislah yang punya akses masuk ke Sistem Administrasi Badan Hukum di Ditjen AHU.

Dari 310 organisasi PBH yang dinyatakan lolos, sebagian besar berbentuk badan hukum yayasan. Apapun bentuk badan hukum yang dipilih tentu membawa konsekuensi. Yayasan umumnya kuat karena didukung pengurus berlapis, sedangkan perkumpulan memiliki kekuatan pada sifat cenderung egaliter.

Zentoni, Direktur LBH Bogor, justru mempertanyakan beberapa organisasi PBH yang menggunakan nama kantor hukum atau organisasi advokat. Penelusuran hukumonline ke daftar PBH yang lolos verifikasi dan akreditasi memang memperkuat pertanyaan Zentoni. Misalnya adalah nama kantor hukum Fiat Justitia, lawfirm Mitra Keadilan, dan DPC Peradi Ruteng.

Tags:

Berita Terkait