Dua Nahkoda Serikat Pegawai Bank Mandiri Akhirnya Bersepakat
Berita

Dua Nahkoda Serikat Pegawai Bank Mandiri Akhirnya Bersepakat

Cahyono Syam Sasongko mengakui pengangkatannya sebagai Ketum DPP SPBM memang tidak sah karena dilakukan dengan cara-cara melawan hukum.

Nov
Bacaan 2 Menit
Dua Nahkoda Serikat Pegawai Bank Mandiri Akhirnya Bersepakat
Hukumonline

Kisruh kepengurusan Serikat Pegawai Bank Mandiri (SPBM) berakhir di meja hijau. 11 Juni lalu, Ketua Umum (Ketum) Dewan Pengurus Pusat (DPP) SPBM yang diangkat melalui Musyawarah Nasional (Munas) III SPBM, Mirisnu Viddiana mendaftarkan gugatannya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

 

Viddiana menarik Dewan Pengawas SPBM dan Ketum DPP SPBM Cahyono Syam Sasongko, masing-masing sebagai tergugat I dan II. Namun, dalam mediasi yang difasilitasi hakim Hari Sasangka, terjadi kesepakatan antara Viddiana dan Cahyono.

 

Cahyono mengakui bahwa pengangkatan dirinya sebagai Ketum SPBM memang tidak sah karena dilakukan dengan cara-cara yang melawan hukum. Meski begitu, Cahyono tidak pula membenarkan keabsahan kepengurusan Ketum lain, yakni Viddiana. Yang dinyatakan Pak Cahyono adalah bahwa kepengurusannya dia tidak sah. Hanya sebatas kepengurusannya. Tidak juga mengakui kepengurusan orang lain, kata Edy Supriadi, salah satu kuasa hukum Cahyono.

 

Lagipula, lanjutnya, Cahyono pada dasarnya tidak menginginkan dirinya diangkat sebagai Ketum DPP SPBM. Ini semacam pemaksaan kepada Cahyono untuk menjadi ketua umum. Bukan dari hatinya untuk memperjuangkan para pegawai-pegawai. Jadi, titipan direksi. Atas dasar kesepakatan ini, salah satu kuasa hukum Viddiana, Totok Yuliyanto mengatakan akan mengeluarkan Cahyono sebagai pihak tergugat.

 

Sementara, Dewan Pengawas tetap dimasukkan sebagai tergugat karena belum tercapai kesepakatan apapun. Namun, menurut Totok bukan berarti jalan damai akan tertutup. Karena ini konteksnya perdata, perdamaian selalu terbuka.

 

Pernyataan Totok ini diamini Azimah Sulistio, salah satu kuasa hukum Dewan Pengawas. Ketika ditanya lebih jauh mengenai duduk perkara, Azimah menolak berkomentar. Kan belum masuk ke situ. Nanti lah, ujarnya.

 

Sebenarnya, kisruh kepengurusan SPBM ini berawal dari usulan Dewan Pengawas SPBM untuk mengadakan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) di Bali. Dimana, dalam Munaslub tersebut ditetapkan pemberhentian Viddiana sebagai Ketum DPP SPBM dan pengangkatan Cahyono sebagai Ketum baru.

 

Namun, Munaslub yang diselenggarakan pada tanggal 5-6 Oktober 2007 itu dianggap tidak sah karena melanggar sejumlah ketentuan dalam Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) SPBM. Salah satunya, ketentuan Pasal 13 ayat (3) AD.

 

Memang, dalam Pasal 13 ayat (3) AD, Dewan Pengawas diberi kewenangan untuk mengajukan Munaslub yang bertujuan untuk melakukan penilaian kinerja atau pemberhentian DPP. Namun, pemberhentian DPP ini tidak dapat dilakukan sewenang-wenang. DPP dapat diberhentikan apabila melakukan penyimpangan AD/ART, Garis-garis Program Kebijakan dan Program Kerja SPBM, atau dianggap tidak dapat melaksanakan tugas secara independen karena timbulnya konflik kepentingan.

 

Tapi, pada kenyataannya Viddiana tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran tersebut. Hal ini diperkuat dengan tidak adanya komplain atau pengaduan dari anggota SPBM, DPW, maupun DPC. Sehingga, apabila mengacu pada Pasal 12 ayat (1) ART, tidak ada alasan untuk menggelar Munaslub.

 

Putusan tidak sah

Bukan hanya tidak sah dalam proses penyelenggaraan, proses pengambilan keputusan dalam Munaslub itu juga dianggap tidak sah. Pasalnya, di tengah sidang (saat skorsing), salah satu anggota Dewan Pengawas, Desman R Siahaan mengambil alih pimpinan sidang, dan kemudian memutus, serta mengesahkan Cahyono sebagai Ketum DPP SPBM periode 2007-2010 menggantikan Viddiana.

 

Sontak, tindakan Desman ini mengundang protes dari para peserta sidang. Pasalnya, Desman tidak memiliki kewenangan untuk mengesahkan hasil keputusan sidang, karena yang didaulat sebagai pimpinan adalah Rahmad M Nur. Dan sebagaimana diatur dalam Tatib Munaslub SPBM angka 9 jo angka 13 huruf b, yang berwenang memutus dan mengesahkan hasil sidang adalah pimpinan sidang terpilih (dipilih peserta sidang-red).

 

Maka dari itu, akhirnya sidang diambil alih kembali oleh Rahmad M Nur. Yang kemudian menyatakan bahwa Munaslub tidak menghasilkan keputusan apapun, sehingga kepengurusan DPP SPBM berada dalam kondisi status quo atau dengan kata lain tetap pada kepengurusan sebelumnya. Yakni, hasil Munas III di Yogyakarta, dimana Viddiana ditunjuk sebagai Ketum DPP SPBM periode 2007-2010.

 

Tapi, Dewan Pengawas ternyata tidak mengindahkan hasil Munaslub. Mereka tetap mengeluarkan Surat Keputusan Munaslub SPBM Nomor 02 tahun 2007 tentang Pemberhentian Viddiana sebagai Ketum walau masa jabatannya belum berakhir, dan Surat Keputusan Munaslub SPBM Nomor 03 Tahun 2007 Tentang Pengangkatan Cahyono sebagai Ketum baru. Sehingga, terjadilah kepemimpinan ganda. Dua nahkoda DPP SPBM ini tetap menjalankan fungsinya sebagai Ketum DPP SPBM.

Tags: